bakabar.com, BARABAI – Saksi Ahli dari UII Yogyakarta, seorang dosen bidang tafsir hadis dan Alquran menyebut ajaran Nasruddin bertentangan dengan ajaran Islam. Hal itu diungkapkan dalam sidang kasus penistaan atau penodaan agama yang didakwakan kepada Nasuruddin, melalui keterangan tertulis ahli.
Keteranga saksi ahli dari UII itu dibacakan oleh Jaksa Penutut Umum (JPU), Prihanida Dwi Saputra di hadapan majelis hakim dan kuasa hukum terdakwa di Ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Barabai Kelas II, Rabu (8/4).
Dalam keterangan tertulis tersebut, tata cara pelaksanaan salat, khususnya mengenai bahasa yang digunakan Nasruddin dan jemaahnya tidak sesuai dengan yang dilaksanakan Rasulullah, Nabi Muhammad Saw.
Hal itu tertuang pada Kitab Mughnil Muhtaz. Di dalamnya disampaikan seluruh ulama mewajibkan salat menggunakan bahasa Arab.
“Saksi ahli merupakan ahli tafsir dan menjelaskan mengenai tafsir. Dalam keterangan saksi ahli, tidak boleh ada inovasi dalam beribadah. Karena salat merupakan ibadah mahdoh (sesuai syarat dan rukunnya-red). Maka kreativitas dan inovasi dalam pelaksanaannya diharamkan. Apalagi mengubah lafaz didalamnya dengan lafaz lain dan dalam bahasa arab,” kata Hanida membacakan keterangan ahli.
Mengenai syahadat yang diucap, baik oleh pengikut atau muridnya maupun untuk terdakwa sendiri, ahli juga mengatakan tidak sesuai dalam agama Islam.
Adapun syahadat dalam ajaran terdakwa dari hasil penyidikan yakni, untuk Nasruddin sendiri “Aku bersaksi tiada disembah kecuali Allah dan aku bersaksi engkaulah ya roh kudus utusan Allah”
Sedangkan untuk jemaahnya, “Aku bersaksi tiada disembah kecuali Allah dan aku bersaksi Nasruddin pesuruh Allah”.
Berdasarkan dua kalimat syahadat itu, walaupun Nasruddin tidak mengaku nabi, namun secara tersirat dia adalah nabi.
Sementara syahadat yang benar dalam Islam yakni, Ashadu Alla wa ashadu anna muhammadar rasulullah.
Terkait pengakuan terdakwa sebagai nabi, dalam keterangan ahli merujuk pada firman Allah dalam surat Al Ahzab Ayat 40.
“Hal ini adalah keimanan seorang muslim yang harus dipegang teguh. Sesuai ijma ulama, menyalahi keimanan tersebut merupakan kesalahan fatal dan dapat dihukumi sesat bahkan kafir,” ujar Hanida, seperti surat yang tetulis dalam keterangan ahli.
Kemudian saksi ahli yang merupakan ahli hukum pidana dari ULM Banjarmasin mengatakan perbuatan terdakwa dikategorikan melanggar Pasal 156 huruf a KUHP.
Hal itu berdasarkan tindakan yang dilakukan terdakwa yang memenuh unsur pidana. Seperti melalukan penodaan atau penyalahgunaan agama Islam dengan memberikan pelajaran dan pengetahuan dengan tidak sesuai dengan ajaran yang sebenarnya.
Keterengan saksi ahli bidang hukum itu juga dibacakan JPU dihadapan majelis yang diketuai Eka Ratna Widiastuti didampingi dua hakim anggota, Ariansyah dan Novita Witri serta kuasa hukum terdakwa, Akhmad Gazali Nor.
“Semua keterangan saksi ahli adalah berdasarkan pengetahuan dan perundang-undangan yang berlaku,” tutup Hanida.
Dari keterangan dua saksi ahli itu, Nasruddin hanya membantah satu pernyataan yakni tentang pengakuannya sebagai nabi dan tentang syahadat.
“Syahadat saya tidak seperti itu dan saya tak pernah mengaku sebagai nabi," ucap Nasruddin yang saat itu berada di Rutan Barabai Kelas II B tersambung dengan telekonferensi.
Perlu diketahui, ketidakhadiran saksi ahli yang digantikan dengan surat keterangan itu sudah mendapat persetujuan majelis hakim.
Seperti yang diberitakan bakabar.com sebelumnya, hal itu lantaran saksi ahli tidak mendapat surat tugas dari rektor universitasnya masing-masing. Sebab kedua universitas itu meniadakan kegiatannya di kampus karena penyebaran Covid 19.
JPU Prihanida Dwi Saputra menyebutkan, sesuai Pasal 162 KUHP, apabila saksi ahli jauh tinggalnya, alasannya yang sah, meninggal dunia atau masalah keamanan negara, maka keterangan yang diberikan di penyidikan, dibacakan.
Kemudian pada Ayat 2 pasal itu, lanjut Hanida, apabila keterangan dalam penyidikan diberikan di bawah sumpah, nilainya sama dengan keterangan saksi ahli yang hadir di persidangan di bawah sumpah.
Akibat dari itu, saksi ahli yang sudah ditunjuk tidak bisa mendapatkan surat tugas dari Rektorat universitas masing-masing untuk menghadiri persidangan.
“Kalau surat dari kita sudah masuk. Kalau yang ditunjuk tidak dengan surat tugas maka keahlianhya diragukan. Kemudian yang ditunjuk itulah yang akan menjadi saksi ahli. Tapi di rektorat tidak bisa mengeluarkan surat tugas untuk ahli karena ada halangan tadi,” kata Hanida.
Sebagai tanggung jawab sebagai saksi ahli yang kita panggil, kata Hanida, ada pada Pasal 224 KUHP, saksi ahli atau juru bahasa yang sengaja tidak hadir saat dipanggil ke persidangan, diancam pidana 9 bulan penjara.
“Nah untuk itulah ahli sedapat mungkin, dengan sarana apa dia bisa menyampaikan keterangannya. Dengan surat itulah buktinya. Makanya kita bacakan,” tutup Hanida.
Reporter HN Lazuardi
Editor: Muhammad Bulkini