bakabar.com, BANJARMASIN – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan siap turun tangan mendukung penyelamatan pegunungan Meratus di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
MUI beranggapan alih kelola area hutan menjadi kawasan tambang merupakan bagian dari perusakan lingkungan hidup.
Sekretaris MUI Kalsel, Fadli Mansoer menegaskan bahwa MUI telah menerbitkan fatwa tentang peduli lingkungan.
Berangkat dari fatwa, perusakan lingkungan merupakan tindakan yang bisa dikategorikan haram karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.
“MUI telah mengeluarkan tiga fatwa untuk mengharamkan perusakan lingkungan. Makanya MUI ikut mendukung gerakan Save Meratus,” ujarnya dihubungi bakabar.com, Kamis (4/4).
Ketiga fatwa, kata Fadli yakni terkait penebangan liar dan penambangan tanpa izin, juga fatwa haram pembakaran hutan dan lahan, pada 2006 silam.
Memasuki 2010, MUI kemudian juga mengeluarkan fatwa tentang kegiatan pertambangan ramah lingkungan.
Menurutnya fatwa itu merusak lingkungan bisa membuat kerugian dan membangkitkan kesadaran umat Muslim
“Kehadiran fatwa itu untuk bisa memberikan dampak bagi perbaikan lingkungan di Kalsel,” harapnya.
Lanjutnya, bahwa MUI telah melakukan sosialisasi tentang fatwa haram bagi perusak lingkungan.
Namun rupanya para investor pertambangan dan perkebunan tidak mengetahui adanya ketiga fatwa itu.
“Kendalanya di sana, mereka tidak mau hadir pada saat kami undang untuk mensosialisasikan fatwa, sebab tugas kami di sana,” tuturnya.
Soal pengawasan pelaksanaan fatwa, Fadli menyampaikan itu merupakan wewenang pemerintah dan aparat keamanan setempat.
Dalam firman Allah SWT dalam kitab suci Alquran Surah Al-Qashash ayat 77, Fadli menerangkan bahwa, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Sebelumnya, permohonan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terkait terbitnya Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan PKP2B PT MCM menjadi Operasi Produksi di Kabupaten Balangan, Tabalong dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan kandas di Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN.
Luasan izin tambang batu bara yang mengintai ini seluas 1.398,78 hektare (ha) dan berada di hutan sekunder, permukiman 51,60 ha, sawah 147,40 ha, dan sungai 63,12 ha. Semua berada di hamparan Pegunungan Meratus.
Terbaru, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta menolak permohonan banding yang diajukan Walhi.
Tak kenal menyerah, Selasa (2/4), Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup Walhi Indonesia Eksekutif Nasional mengajukan permohonan kasasi terhadap penolakan banding tertanggal 14 Maret 2019 itu.
Dari catatan Walhi, PT MCM menguasai lahan seluas 5.900 hektare. Khusus di HST, izin berada tak jauh dari Bendung Batang Alai.
"Itu akan melenyapkan hutan dan gunung kapur di Nateh, menghilangkan Desa Batu Tangga dan desa lainnya," jelas Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyo.
Proses gugatan Walhi di pengadilan berlangsung sejak 28 Februari 2018. Walhi Kalsel dan Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) beserta Pemkab HST menggugat izin itu di PTUN Jakarta.
Lalu pada 4 April 2018-22 Oktober 2018, sidang digelar. Termasuk sidang di tempat (di Desa Nateh di Kabupaten Hulu Sungai Tengah) pada pada Juli 2018.
Anehnya, kata Kis, pada 22 Oktober 2018, PTUN mengeluarkan keputusan yang menyatakan gugatan terhadap izin pertambangan batubara itu tak bisa diterima karena salah alamat.
Lalu pada 2 November 2018 Walhi mengajukan banding. Selama empat bulan proses banding berlangsung. Pada 14 Maret 2019 PTTUN Jakarta menguatkan putusan PTUN dengan menolak banding yang Walhi ajukan.
Sebelum keputusan yang menolak permohonan banding Walhi terjadi, berbagai upaya sudah dilakukan berbagai elemen masyarakat Kalsel untuk menyelamatkan Meratus.
Misal, Gerakan #SaveMeratus pada Minggu, 17 Maret 2019. Mereka yang tergabung dalam gerakan menulis surat secara serentak kepada Presiden. Isinya untuk ikut bersikap tegas dan terlibat dalam penyelematan Pegunungan Meratus.
Hasilnya, lebih dari 1.000 surat meminta presiden turun tangan dan ikut menyelamatkan Pegunungan Meratus yang Jumat pekan lalu dibawa ke Jakarta dan langsung diserahkan direktur Eksekutif Walhi Kalsel kepada Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati atau biasa disapa Yaya.
"Dua keputusan itu sangat mengecewakan. Kasasi pada hari ini (kemarin lusa), Walhi meminta masyarakat Kalsel terus merapatkan barisan dengan mendukung gerakan #SaveMeratus," kata Kis. Ya, sampai sejauh ini dirinya berpandangan penolakan banding itu kian membuat Meratus dalam kondisi berbahaya (*)
Alur Gugatan Walhi terhadap Menteri ESDM dan PT. MCM:
28 Februari 2018
Sidang tingkat I di PTUN, Walhi menggugat Menteri ESDM dan Tergugat Intervensi PT. MCM.
13 Juli 2018
Pemeriksaan Setempat (PS) di Desa Nateh, HST; Sidang tetap digelar tanpa kehadiran tergugat, yakni Menteri ESDM dan PT. MCM.
22 Oktober 2018
Putusan Hakim pengadilan PTUN gugatan Walhi dinyatakan NO atau tidak diterima
2 November 2018
Walhi mengajukan Banding
20 Maret 2019
Putusan Banding PTTUN menguatkan Putusan PTUN
2 April 2018
Walhi mendaftarkan Kasasi
Baca juga:Banding Gugur, Walhi: Bahaya Mengintai Meratus
Baca juga: Gugatan atas PT MCM Ditolak, Walhi Daftarkan Kasasi
Reporter: Bahaudin Qusairi
Editor: Fariz Fadhillah