Kalsel

Rumahnya Digeledah KPK, Bupati HSU Abdul Wahid Menghilang

apahabar.com, AMUNTAI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melanjutkan penggeledahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU),…

Featured-Image
Terungkap, penggeledahan di kediaman Bupati HSU Abdul Wahid sudah berjalan sejak Sabtu (18/9) malam. Sampai sore ini penggeledahan masih berlangsung. apahabar.com/Amin

bakabar.com, AMUNTAI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melanjutkan penggeledahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Minggu (19/9).

Kali ini yang disasar rumah dinas Bupati HSU, Abdul Wahid. Operasi penggeledahan yang berlangsung sejak pukul 14.30 tersebut dibantu personel Polres HSU guna pengamanan.

“Kita khusus pengamanan saja. Khusus (Polres) HSU,” ujar Kabag Ops Polda Kalsel, Kombes Pol Moch Noor Subchan saat dikonfirmasi.

Informasi dihimpun, delapan personel Polres HSU diterjunkan guna pengamanan penggeledahan di rumah dinas sang bupati. Jumlah tersebut sesuai dengan permintaan dari KPK.

“Jumlah sesuai dengan ancaman,” beber Kombes Pol Subchan.

Informasi dihimpun bakabar.com, penggeledahan yang baru diketahui pada Minggu (19/9) siang itu rupanya sudah berjalan sejak Sabtu (18/9) malam.

Sekitar pukul 21.00, KPK kembali menggeledah rumah Maliki di Sungai Malang, Amuntai Tengah.

Maliki adalah pelaksana tugas kepala dinas pekerjaan umum, Kabupaten HSU yang sebelumnya telah ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap kasus lelang proyek daerah irigasi rawa di Banjang, dan Kayakah, Amuntai.

Lantas, di manakah Abdul Wahid saat ini? Hingga berita ini ditayangkan belum didapati informasi pasti keberadaan orang nomor satu di Kabupaten HSU tersebut.

“Saya tidak mengetahui bupati ada atau tidak di dalam,” ujar salah seorang petugas Satpol PP yang berjaga di kediaman bupati HSU.

Sampai saat ini penggeledahan masih berlangsung. Sejumlah warga mulai mengerumuni depan rumah jabatan tersebut.

“Bupati tadi pagi terlihat joging di Lapangan Pahlawan bersama dua anggota keluarganya. Jadi diperkirakan dia masih berada di dalam rumah jabatan,” kata Udin (45), warga setempat.

Untuk diketahui,penggeledahan buntut operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Rabu (15/9) malam.

Dari OTT itu, KPK mengamankan Maliki dan dua kontraktor, Marhaini (MH), dan Fachriadi (FH). KPK menyita Rp345 juta yang diduga hasil suap atas proyek rehabilitasi di Daerah Irigasi Rawa (DIR) Banjang dan Kayakah.

Konstruksi Kasus

Operasi Senyap KPK di Amuntai HSU, Polda Belum Pastikan

Dinas PU HSU merencanakan lelang dua proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi di Desa Kayakah, Amuntai Selatan dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp1,9 miliar. Dan rehabilitasi jaringan irigasi di Desa Karias, Amuntai Tengah senilai Rp1,9 miliar.

Sebelum lelang ditayangkan di LPSE, MK diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang kepada MRH dan FH sebagai calon pemenang proyek irigasi dengan kesepakatan memberikan sejumlah komitmen fee sebesar 15 persen.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

Saat awal dimulainya proses lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, ada delapan perusahaan yang mendaftar.

"Namun, hanya ada satu yang mengajukan penawaran, yaitu CV Hana Mas milik MRH," ungkap Komisioner KPK, Alexander Marwata.

Sementara itu, lelang rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang, ada 12 perusahaan yang mendaftar.

Royalnya Marhaini, Penyuap Plt Kadis PU HSU yang Terjaring OTT KPK di Amuntai

Namun hanya dua yang mengajukan penawaran, di antaranya CV Kalpataru milik FH dan CV Gemilang RZ.

Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, dimenangkan oleh CV Hana Mas milik MRH. Nilai kontraknya Rp1,9 miliar.

Sementara untuk proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, dimenangkan oleh CV Kalpataru milik FH. Nilai kontraknya Rp1,9 miliar.

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka.

Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kemudian menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hana Mas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh MJ sebagai orang kepercayaan MH dan FH.

"Sebagian pencairan uang tersebut selanjutnya diduga diberikan kepada MK yang diserahkan oleh MJ sejumlah Rp170 juta dan 175 juta dalam bentuk tunai," ungkapnya.

Adapun sebagai pemberi, MRH dan FH disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.

Tersangka MK selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 KUHP jo. Pasal 65 KUHP.

Dilengkapi oleh Al-Amin dan Hendry Rusadi

OTT KPK di Kalsel Jangan Hanya Berhenti di Maliki Cs



Komentar
Banner
Banner