Nasional

RKUHP Kebiri Kebebasan Pers? Ini Pendapat PWI

apahabar.com, BANJARMASIN – Sejumlah pasal yang termuat dalam perubahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengancam…

Featured-Image
Ilustrasi. Foto-wartablora.com

bakabar.com, BANJARMASIN - Sejumlah pasal yang termuat dalam perubahan RancanganUndang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)mengancam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi.

Petisi telah dikeluarkan oleh beberapa asosiasi pers Indonesia, menyuarakan kekhawatiran mereka tentang demokrasi yang telah diperjuangkan dengan berbagai pengorbanan akan berjalan mundur kembali ke zaman orde baru.

"Bila pasal-pasal karet di RKUHP diterapkan, maka akan mengarah pada praktik otoritarian seperti yang terjadi di era Orde Baru. Di mana kritik pers dan pendapat kritis masyarakat sebagai penghinaan dan ancaman kepada penguasa," ucap Direktur Konfederasi Wartawan ASEAN PWI Pusat Dar Edi Yoga Hartantoro saat dihubungibakabar.com, Rabu (25/9) siang.

Dipaparkannya, Indeks Kebebasan Pers Indonesia masih terbilang rendah. Dari data Repoters Without Borders tahun 2018, Indonesia menduduki peringkat 124 dari 180 negara di dunia.

"Posisi Indonesia bahkan jauh di bawah Timor Leste yang menempati peringkat 93 dalam indeks tersebut," papar dia.

Penolakan juga disuarakan oleh asosiasi pers di Kalsel. Menurut Ketua PWI Kalsel, Zainal Helmie, hal tersebut bertentangan dengan kaidah kode etik jurnalistik yang selama ini telah tertera dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang kemerdekaan pers.

"Kita jelas menolak secara tegas kalau memang RKUHP membuat orang tidak bisa bersuara. Tidak bisa melakukan usaha demokrasi secara baik, terus akan menjerat masyarakat termasuk juga media untuk berbicara secara lugas," ungkap dia saat ditemui di Gedung PWI Kalsel, Rabu (25/9) sore.

Fungsi pers selama ini adalah untuk menyuarakan kepentingan rakyat. Apabila dalam perubahan nanti akan berdampak negatif, masyarakat maupun organisasi termasuk kewartawanan ujarnya tentu sepakat untuk menolak rancangan itu.

"Kalau itu untuk kepentingan masyarakat luas, kita setuju bahwa rancangan itu dicabut atau tidak dilaksanakan," sebut dia

Meski akan menyempitkan pergerakan media dalam melakukan pemberitaan, namun permasalahan ini ujarnya jangan dijadikan sebagai penghalang untuk tetap menyampaikan kritik selama masih dalam kaidah kode etik dan sesuai dengan UU pers yang berlaku.

"Ini bencana bagi kita orang media. Tetapi walaupun dibatasi juga, orang tidak bisa serta merta menyeret wartawan ke KUHP karena kita ada hak jawab," jelasnya

Dalam sengketa pers, pelapor yang merasa keberatan terhadap pemberitaan sebuah media harus melakukan pelaporan kepada dewan pers terlebih dahulu. Selanjutnya dewan pers yang akan melakukan klarifikasi apakah berita tersebut mengandung unsur kesengajaan dan keteledoran dari wartawan atau medianya dalam melakukan pemberitaan.

"Misalnya yang kita lakukan mengkritik pejabat, dia tidak bisa serta menyeret kita ke UU ITE, UU KUHP. Tapi dia harus mengikuti aturan melakukan hak jawab dulu, lalu kalau memang tetap keberatan dengan pemberitaan kita bisa melaporkan ke dewan pers," ulang dia.

Helmie menyampaikan, telah ada nota kesepahaman antara dewan pers dan Kepolisian Negara RI tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.

Sehingga media atau wartawan kata dia tidak perlu khawatir apabila dalam melakukan pekerjaan telah menjalankan kaidah-kaidah jurnalistik yang berlaku. Berita yang dilaporkan wartawan adalah produk jurnalistik yang harus diklarifikasi melalui media yang bersangkutan.

"Setiap sengketa pers soal pemberitaan itu harus diselesaikan melalui dewan pers. Mudah-mudahan ini tidak berdampak luas terhadap kita, saya pikir akan bunuh diri juga pemerintah apabila berseberangan dengan media," ucap dia

Sebelumnya,dalam petisi yang dikeluarkan oleh Dewan Pers, IJTI, AJI, PWI, LBH Pers dan LPDS, termuat ada 10 pasal yang dikhawatirkan akan berpotensi mengancam kebebasan pers. Sedangkan, KUHP yang merupakan peninggalan sejak zaman Belanda ini memang terus menuai penolakan untuk dilakukan pembaharuan.

Hingga saat ini, sejumlah pihak masih berusaha untuk menyuarakan penolakan perubahan tersebut. dirinya juga berharap desakan-desakan yang dilakukan dapat membuat RKUHP bukan hanya diundur tapi tidak akan diberlakukan.

"Kalau bisa memang ini tidak diberlakukan supaya jangan mengebiri demokrasi kita, kan tidak sesuai dengan reformasi. Bagi kita wartawan, tidak mungkin hanya menulis berita dengan data saja," harap dia.

img

Ketua PWI Kalsel, Zainal Helmie. Foto-Istimewa

Baca Juga: Presiden Jokowi Tetap Tolak Cabut UU KPK

Baca Juga: Demonstran dari 13 Ormas Pasang Keranda di Depan Gedung KPK

Reporter: Musnita SariEditor: Syarif



Komentar
Banner
Banner