bakabar.com, BANJARMASIN – Penyelidikan dugaan korupsi penyediaan barang dan jasa di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) bakal berjalan panjang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih perlu pengumpulan alat bukti dan memanggil serta memeriksa para saksi untuk mendalami kasus ini. Karenanya, KPK memutuskan untuk memperpanjang masa tahanan tiga tersangka selama 20 hari yang sejatinya berakhir hari ini.
Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan perpanjangan masa tahanan untuk tiga tersangka MK, MRS dan FH selama 40 hari sejak 6 Oktober – 14 November 2021.
Mereka bertiga saat ini ditahan di tempat berbeda. MK ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, MRH ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih, sedang FH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.
“Agenda selanjutnya, tim penyidik masih akan melakukan pengumpulan alat bukti, di antaranya dengan pemanggilan dan pemeriksaan pihak-pihak sebagai saksi yang terkait dengan perkara ini,” pungkas Ali.
Pemeriksaan Saksi
OTT Amuntai: Menakar Peluang Bui Seumur Hidup Kadis Penerima Suap
KPK sebelumnya telah menyampaikan hasil penyidikan perkara dugaan suap pengadaan proyek irigasi ini. Keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa KPK tengah didalami penyidik.
"Keterangan saksi Abdul Latif selaku mantan ajudan bupati HSU atau PNS Kelurahan Murungsari," ujar Fikri, Rabu pagi tadi.
Latif telah diperiksa penyidik sebagai saksi di gedung KPK, Kuningan, Jakarta pada Senin (4/10) kemarin. Pemeriksaan Latif dilakukan KPK selang tiga hari pemeriksaan Bupati HSU, Abdul Wahid.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
"Tim penyidik mendalami saksi ini antara lain, mengenai pengetahuan saksi soal dugaan adanya uang yang diterima oleh pihak yang terkait dengan perkara ini, di mana uang tersebut diduga berasal dari tersangka MK (Maliki) dan pihak lainnya," ujar juru bicara berlatar jaksa ini.
Sebagai pengingat, KPK turut mengamankan tujuh orang pasca-operasi tangkap tangan (OTT) Maliki (MK) , salah satunya Latif. Maliki, Plt kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kabupaten HSU ini diamankan di kediamannya di Amuntai pada Rabu 15 September.
Dari tangannya, KPK mengamankan Rp345 juta. Uang itu diduga pemberian dari Direktur CV Hana Mas, Marhaini (MRH), dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi (FH) atas komitmen fee 15 persen dari dua proyek irigasi, yakni DIR Banjang, dan DIR Kayakah.
Kasus yang menjerat Maliki juga menyeret nama Bupati Abdul Wahid. Wahid akhirnya diperiksa di Gedung KPK, Jakarta setelah sempat jatuh sakit pada pemeriksaan perdana di Gedung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel, Senin 1 November kemarin.
"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya pengaturan lelang pekerjaan dan permintaan komitmen fee untuk beberapa proyek pada Dinas PU di HSU yang dilakukan oleh tersangka Maliki dan pihak terkait lainnya," ujar Fikri.
Wahid juga dikonfirmasi KPK terkait adanya barang bukti sejumlah uang yang ditemukan dan diamankan pada saat penggeledahan oleh tim penyidik beberapa waktu lalu.
KPK turut memeriksa anak dan istri Abdul Wahid, yakni Anisah dan Almien masing-masing kepala dinas BKBN HSU, dan ketua DPRD HSU. Lebih jauh KPK juga memeriksa sopir hingga ajudan pribadi Wahid.
Pemeriksaan mereka dilakukan KPK di BPKP Kalsel di Banjarbaru, Senin (27/09). Keempatnya diperiksa untuk penyidikan tersangka Marhaini.
Sampai hari ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dugaan suap pengadaan proyek rehabilitasi DIR Banjang, dan DIR Kayakah. Masing-masing Maliki sebagai penerima suap, dan MRH serta FH sebagai pemberi suap.
Belakangan Maliki telah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Plt kepala Dinas PU, Kabupaten HSU. Plt Kadis PU HSU yang baru, yaitu H Abraham Radi yang merupakan kepala bidang Cipta Karya.
KPK menjerat Maliki dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korporasi.
Sedang MRH dan FH dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 di Undang-Undang yang sama.
Ancaman hukuman pasal 5 ayat 1 yang dikenakan pada MRH dan FH minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun pidana kurungan.
Sedang untuk pasal 12 yang dikenakan pada MK ancaman hukumannya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun pidana kurungan.
Dilengkapi Al Amin
Update OTT Amuntai, KPK Dalami Aliran Uang dari Eks Kepala Dinas PU HSU