bakabar.com, KANDANGAN – Aktivitas pertambangan tanpa izin (Peti) di Kawasan Cagar Budaya Benteng Madang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) rupanya telah dirazia petugas gabungan.
Seperti diberitakan sebelumnya, kawasan Cagar Budaya Benteng Madang, terletak di Desa Madang, Kecamatan Padang Batung, HSS itu dikabarkan ramai aktivitas Peti.
Aktivitas Peti diduga telah melakukan eksploitasi batubara sebanyak 3.000 ton, bahkan telah mengancam keberadaan situs Cagar Budaya Benteng Madang itu.
Sementara itu, razia aktivitas Peti itu sudah dilakukan oleh Satgas Peti PT AGM, Senin (05/10). PT AGM sendiri selaku pemilik kuasa pertambangan di sana.
Lantas, Satgas bersama Direktorat Pengamanan Objek Vital (PAM Obvit) Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan (Kalsel) dan koordinator security PT AGM bergerang ke lokasi yang diduga sebagai tempat aktivitas Peti.
Namun petugas hanya menemukan bekas aktivitas dan lokasi sudah kosong.
Pada razia tersebut tidak ditemukan lagi aktivitas Peti dan alat berat sudah tidak ada di lokasi, yakni di Desa Madang, Kecamatan Padang Batung.
Tim gabungan kemudian memusnahkan jirigen, ban bekas, karung-karung batubara, yang sebelumnya telah ditemukan.
Kemudian, memasang garis polisi dan menutup akses masuk ke lokasi.
Pos jaga Peti yang berada di area masuk cagar budaya juga telah dihancurkan tim gabungan.
Tim gabungan juga melakukan razia Peti di Desa Padang Batung. Dan saat ini jalan akses masuknya sudah dipasang tiang penghalang, agar tidak bisa dilalui truk dan alat berat.
Lalu, pada Selasa (6/10) keesokannya, PT AGM melalui tim advokat mengirim surat laporan ke Kepolisian Resor (Polres) HSS.
"Kami tim advokat yang bertindak mewakili kepentingan hukum PT AGM, memohon penegakan hukum dan perlindungan hukum (atas adanya Peti di wilayah konsesi PT AGM)," tulis pengacara PT AGM, Deny Pramono SH selaku tim advokat, dalam surat laporannya.
Ia berharap, permasalahan itu dapat segera dibantu proses secara hukum berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Serta memberikan efek jera, mengingat masih maraknya pelaku dugaan Peti di wilayah perizinan PT AGM.
Pada laporan itu diterangkan, terdapat 2 titik Peti yang beroperasi. Yakni, di kawasan cagar budaya Benteng Madang dan di Desa Padang Batung.
Keduanya berada di daerah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT AGM.
"Kami menerima laporan dari pengacara PT AGM tanggal 6 Oktober, terkait adanya dugaan indikasi tindak pidana khusus pertambangan tanpa izin di wilayah izin PT AGM," ucap Kasatreskrim Polres HSS AKP Bala Putra Dewa, saat dikonfirmasi Senin (10/19) siang.
Berdasarkan laporan itu terangnya, pihaknya membentuk tim untuk menindaklanjutinya.
Pada Kamis (8/10) kemudian, pihaknya berangkat ke lokasi yang dilaporkan untuk melakukan penertiban.
Pihaknya mengontrol lokasi, apabila kembali ditemukan adanya aktivitas Peti, akan diproses hukum.
Terancam Lenyap
Situs cagar budaya Benteng Madang, terletak di Desa Madang, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).
Sebuah gunung bernama Madang, merupakan peninggalan bersejarah perjuangan Tumenggung Antaludin melawan penjajah Belanda.
Di Gunung Madang itulah dijadikan benteng pertahanan pejuang, kala melawan penjajah tahun 1859-an.
Sebagai pengingat tonggak sejarah, di puncak Gunung Madang didirikan replika benteng oleh pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).
Sebagian masyarakat menganggap Benteng Madang merupakan satu kesatuan dengan Gunung Madang. Namun kini keberadaan cagar budaya Benteng Madang terancam lenyap.
Pasalnya sejak awal Oktober 2020 lalu, aktivitas Peti mulai beroperasi mengeruk batubara di Gunung Madang yang merupakan peninggalan sejarah itu.
Tepatnya, sekira 50 meter dari pintu gerbang menuju replika Benteng Madang.
Anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komite Indonesia Negara (KIN) Kabupaten HSS Salman Alfarisi menyayangkan, adanya Peti yang beroperasi di wilayah Desa Madang itu. Menurutnya, Peti itu dapat merugikan Negara hingga Daerah.
Salman menyebutkan, situs cagar budaya bisa saja rusak akibat Peti yang beroperasi tanpa pertanggungjawaban. Hal itu bisa merugikan Negara.
Meski Desa Madang termasuk dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT AGM, namun ujarnya, perusahaan itu tidak mungkin menggarap di lokasi cagar budaya.
Selain itu bebernya, Peti disinyalir telah mengangkut hasil produksi melalui jalan daerah hingga jalan nasional. Hal itu tentunya tanpa dipungut pajak dan retribusi.
Diungkapkannya, Peti di Madang tersebut sudah beroperasi dengan luasan sekira 1 sampai 2 hektar.
Total produksi sudah mencapai 3000 an ton, selama setengah bulan ini sudah 3 kali angkut.
Hasil produksi batubara itu jelasnya, diangkut menuju Kabupaten Tapin dan Tabalong.
"Harapan kami, juga harapan masyarakat hal itu benar-benar diusut oleh pihak berwenang," pungkasnya.