Kalsel

PT KPP Tunggak Pajak Alat Berat, Berikut Tanggapan Komisi II DPRD Kalsel

apahabar.com, RANTAU – Kalimantan Selatan memang terkenal dengan industri ekstraktif pertambangan batu bara, meninggalkan kerusakan alam…

Featured-Image
Ilustrasi alat berat. Foto: Net

bakabar.com, RANTAU – Kalimantan Selatan memang terkenal dengan industri ekstraktif pertambangan batu bara, meninggalkan kerusakan alam dan berbagai permasalahan.

Baru baru ini, dikabarkan PT Kalimantan Prima Persada (KPP) menunggak pajak kendaraan bermotor (PKB) alat berat sebanyak Rp1,8 miliar di Kabupaten Tapin.

Menyikapi hal itu Komisi II DPRD Kalsel, sempat ingin mengunjungi PT KPP di Jakarta untuk menagih tunggakan PKB alat berat itu namun niat mereka terhalang pandemi Covid-19.

“Kemarin rencananya ada, namun karena Covid-19 jadi di PT KPP Jakarta pun nggak bisa nerima,” ujar Ketua Komisi II DPRD Kalsel, Imam Suprastowo, kepada bakabar.com melalui pesan WhatsApp, Kamis (10/12).

Imam mengatakan, bahwa untuk bagi hasil dari industri ekstraktif pertambangan batu bara tak sebanding dengan apa yang diambil apalagi dengan kerusakan alam di Kalsel.

“Beberapa kali. Entah itu dengan Kementerian ESDM dan sebagainya, Kementerian Keuangan kita selalu sampaikan dana bagi hasil itu jangan dilihat dari berapa berapa pajak yang diperoleh tapi berapa besar kerusakan alam yang ditimbulkan dari kegiatan itu,” tegas Imam.

Imam pun menganggap angka Rp1,8 miliar terlalu kecil bagi perusahaan sekelas PT KPP yang beroperasi di wilayah Kalsel.

“Masa, mereka [PT KPP] sudah merusak alam di daerah Kalsel, namun bayar pajak alat berat aja nggak mau. Sedangkan barang yang diambil dari Kalsel ke pusat itu satu truk kembalinya nggak sampai satu pikap. Jadi ngga imbang,” ujarnya, sembari mengibaratkan tentang industri ekstraktif di Kalsel.

Menyoal PKB itu, kata Imam hasil PKB alat berat itu bukan untuk kantong-kantong pribadi namun untuk Kalsel.

Terkait Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.15/PUU-XV/2017 tentang revisi Undang-Undang (UU) No. 28/2009 akan berlaku mulai Oktober 2020. Berdasarkan surat keputusan tersebut alat berat tidak lagi dikategorikan sebagai kendaraan sehingga tidak dikenakan pajak.

Imam mengatakan bahwa, dengan adanya kekosongan hukum tentang alat berat itu maka sampai Oktober 2020 pihak PT KPP masih berkewajiban membayar PKB alat beratnya.

Hal itu sesuai ketentuan, dasar hukumnya sesuai dengan sebelum berubahnya UU RI No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah.

Diwartakan sebelumnya, Ketua DPRD Tapin, H Yamani mengatakan dalam waktu dekat akan memanggil pihak PT KPP dan instansi terkait untuk menyelesaikan piutang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) alat berat itu.

“Secepatnya kita [DPRD Tapin] usahakan, akan kita fasilitasi antara PT KPP dan instansi terkait tentang tunggakan pajak itu,” ujarnya.

Menurut, Yamani angka 1,8 miliar itu masih kecil untuk perusahaan sekelas PT KPP anak perusahaan PT Pamapersada Nusantara (PAMA) yang juga anak perusahaan milik PT United Tractors Tbk, distributor kendaraan konstruksi berat Komatsu di Indonesia yang sahamnya dimiliki PT Astra Internasional Tbk.

“Tidak ada istilah tidak bayar. Dalam artian bagi PT KPP 1,8 miliar itu tidak seberapa juga. Tinggal keinginan mereka saja lagi untuk membayar,” ujarnya, Kamis (10/12) kepada awak media di Gedung DPRD Tapin.

Begitu pun dengan Bupati Tapin, HM Arifin Arpan. Ia menginginkan permasalahan piutang itu segera diselesaikan.

“Kalau ada kewajibannya [PT KPP], maka harus bayar lah,” ujarnya.

Komentar
Banner
Banner