News

PSI Sebut Pembentukan Timsus Siber Cuma Bikin Boros Anggaran Negara

apahabar.com, JAKARTA – Juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Sigit Widodo, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kebijakan…

Featured-Image
Hacker Bjorka.Foto-net

bakabar.com, JAKARTA – Juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Sigit Widodo, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kebijakan pemerintah dalam membentuk tim siber darurat. Sebab, dirinya menganggap kebijakan tersebut berimbas pada pengeluaran anggaran negara.

Lebih jelas kekhawatirannya tersebut ditujukan untuk Kementerian Kominfo RI dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang menerima perintah dari presiden Joko Widodo untuk membentuk emengency response team.

Sigit menjelaskan emengency response team atau tim respons darurat bertujuan untuk memperkuat keamanan siber di Indonesia dan keamanan data negara yang sifatnya rahasia.

Dirinya menilai untuk menjalankan perintah presiden itu Kominfo dan BSSN sebaiknya mengoptimalkan saja tim respons darurat yang sudah ada.

"Tidak perlu membentuk lagi tim baru apalagi meminta anggaran tambahan di tengah ekonomi yang sedang sulit," kata Sigit dalam keterangan tertulis, Rabu (14/9).

Lebih lanjut, Sigit mengatakan pemerintah Indonesia sudah memiliki tim respons darurat keamanan siber sejak 15 tahun silam.

"Pada 4 Mei 2007, Kominfo membentuk gugus tugas bernama Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure atau yang populer dengan singkatannya, ID-SIRTII," lanjut Sigit.

Mengenai ID-SIRTII, jubir PSI itu menjelaskan pembentukan tim siber tersebut digagas oleh para pemangku kepentingan, khususnya Komunitas Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Indonesia.

"Pembentukan ID-SIRTII digagas oleh komunitas internet Indonesia karena semakin maraknya kejahatan siber di awal 2000-an. Sebutlah posisi Indonesia yang saat itu peringkat kedua penipuan daring di bawah Ukraina, defacing situs KPU, poisoning DNS situs milik Presiden SBY, hingga perang siber yang saat itu kerap terjadi antara Indonesia dengan Malaysia dan Australia," ujar Sigit.

Kemudian, Pada 2017, ID-SIRTII dikeluarkan dari Kominfo dan digabungkan dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) menjadi BSSN.

"Sayangnya, sejak digabungkan dengan Lemsaneg menjadi BSSN, peran ID-SIRTII di Komunitas TIK malah tidak terdengar dan beberapa tahun terakhir kita lihat semakin maraknya serangan siber di Indonesia," ungkap Sigit.

Belakangan publik digemparkan dengan kebocoran data pribadi yang dilakukan hacker dengan nama Bjorka. Bocornya data pribadi itu berasal dari data SIM Card, data pelanggan IndiHome, dan data PLN yang kemudian dijual.

Selain itu, Bjorka juga membocorkan data pribadi pejabat RI di antaranya Menkominfo Johnny G Plate, Menteri BUMN Erick Thohir, hingga Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Bjorka menampilkan sejumlah data seperti nama, nomor telepon, pekerjaan, nomor KK, NIK hingga ID vaksin.

Berdasar pada itu, Pemerintah membentuk tim siber darurat untuk mencegah kebocoran data negara yang bersifat rahasia.

Namun, PSI berharap, ketimbang membentuk tim respons darurat baru, sebaiknya ID-SIRTII kembali diaktifkan dengan memasukkan pakar-pakar keamanan siber seperti saat di bawah Kominfo.

Selain itu, PSI meminta seluruh pemangku kepentingan dilibatkan secara aktif dalam tim respons darurat.

"Pelibatan komunitas TIK kita terbukti efektif meningkatkan keamanan siber karena pada dasarnya Indonesia adalah negara gotong-royong," tandas Sigit. (Leni)



Komentar
Banner
Banner