bakabar.com, BANJARMASIN –Obat-obatan herbal menjadi alternatif untuk sehat.
Potensi hutan tropis membuat bahan baku obat herbal mudah ditemukan. Peluang ini dimanfaatkan perusahaan untuk mengembangkan obat-obatan berbahan dasar alami.
Tidak kalah dari Pulau Jawa, Kalimantan Selatan pun punya satu pabrik yang memproduksi berbagai obat herbal.
Perusahaan itu PTSuryaBorneoHigienisyang beroperasi sejak 2013 lalu. Perusahaan obat tradisonal ini kini sudah punya 10 produk yang sudah dilepas di pasaran.
Tak hanya pasar Kalimantan, obat-obatan tersebut juga kini dicari-cari oleh pasar luar Kalimantan.
Owner PT Surya Borneo Higienis, Zulnedi mengatakan, hasil produksinya kini sudah dikirim ke Batam, Bandung, Jambi dan beberapa wilayah lainnya.
Beberapa produknya, seperti Pastea atau teh hijau bawang dayak harga diecer mulai Rp 25.000. Lalu Pakumas terbuat dari ginseng, jamu berbentuk kapsul untuk membantu memelihara stamina pria dijual seharga Rp 150.000.
Dia juga menjelaskan Sarilon yang berfungsi mengurangi lendir berlebih di daerah kewanitaan, dijual Rp 60.000, Fitgarcinia terbuat dari ekstrak manggis untuk daya tahan tubuh seharga Rp 60.000.
Kemudian ada Herten yang terbuat dari seledri dan kumis kucing berfungsi untuk meringankan gejala tekanan darah tinggi dijual seharga Rp 70.000.
Baginja yang terbuat dari pecah beling dan kumis kucing berfungsi untuk membantu memperlancar buang air kecil dan melunturkan batu urine di ginjal dijual Rp 55.000 hingga Rp 60.000. Untuk Asinon terbuat dari tanaman klabat dan daun katuk berfungsi melancarkan air susu ibu dijual Rp 55.000 Rp 60.000.
Serta Badabet terbuat dari ekstrak bawang dayak berfungsi meringankan gejala kencing manis dan diabet ringan dilepas Rp 60.000 hingga RP70.000.
Seluruh ramuan herbal tersebut sudah dipasarkan di apotek dan toko obat di Kalsel, khusus Banjarmasin.
Selain itu, pemasaran juga merambah ke beberapa kota di Indonesia.
Selain Kalsel, sudah dipasarkan di Kalteng, Pekanbaru, Batam, Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Namun tidak semua yang melakukan repeat order atau order kembali.
Kendala dalam hal pemasaran tersebut, diakuinya faktor usia produk yang masih baru sehingga perlu waktu untuk mendapatkan kepercayaan konsumen.
Lebih lanjut menurutnya, masyarakat Banua sendiri juga masih belum memiliki kesadaran penuh untuk hijrah mengkonsumsi herbal dari obat-obatan kimia.
Ada sejumlah komplain yang disampaikan konsumen lokal, di antaranya warna yang kurang pekat dan rasa dan aroma yang kurang kuat.
Itulah perbedaan herbal dengan produk lainnya, warna dan rasa kurang mencolok. Selain itu jamu herbal ini bersifat memelihara bukan mengobati sehingga reaksi jamu yang dikonsumsi akan lebih lambat di tubuh.
"Herbal juga tidak menyebabkan ketergantungan dan efek samping apapun sehingga aman dikonsumsi,” tutup Zulnedi.
Baca Juga: Sebut Polisi Monyet, Pemuda di Banjarmasin Tak Berkutik Saat Diamankan
Baca Juga: Aminuddin Latif Meninggal, DPRD Kalsel Pun Berduka
Reporter: Rizal Khalqi
Editor: Syarif