PILGUB Kalsel memasuki babak akhir. Tujuh dalil gugatan kubu Denny Indrayana-Difriadi Darjat rontok di Mahkamah Konstitusi (MK).
Majelis hakim tidak menindaklanjuti permohonan calon gubernur Kalsel nomor urut 02 itu. 601 alat bukti sebagai penguat dalil dianggap tak memiliki kedudukan hukum.
MK menutup ruang pembuktian pelanggaran atau kecurangan yang memengaruhi hasil perolehan suara selama pemungutan suara ulang (PSU) 9 Juni lalu. Hal ini dirasa janggal oleh Tim Denny. Berkaca dari pengalaman sengketa jilid I, berbagai pelanggaran pemilu justru tersingkap pada agenda sidang pembuktian dan pemeriksaan saksi-saksi.
Syarat ambang batas selisih suara 1,5 persen jadi alasan lain. Selisih suara PSU kemarin mencapai 39.945 suara atau 2,35 persen.
MK memerintahkan KPU segera melantik Sahbirin Noor-Muhidin sebagai gubernur dan wakil gubernur Kalsel terpilih. Demikian petikan amar Putusan Nomor 146/PHP.GUB-XIX/2021 yang dibacakan dalam sidang MK Jumat (30/7) kemarin. Keputusan MK final dan mengikat. Tak ada lagi yang bisa Denny lakukan, kecuali menerima hasil PSU yang telah menghabiskan anggaran senilai Rp24 miliar itu.
Putusan kemarin menandai berakhirnya kontestasi. Sudah lebih enam bulan jabatan gubernur Kalsel lowong, dan hanya diisi oleh penjabat sementara.
Tentu semua sepakat. Saatnya rekonsiliasi. Panjangnya proses perebutan kursi Pilgub Kalsel sudah cukup menguras tenaga, waktu dan pikiran.
Masih Ada sederet pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan pemimpin terpilih. Meminjam idiom Banjar yang tengah viral; ‘musuh harat bawa betanang‘, Covid-19 dan banjir merupakan musuh terhebat warga Kalsel saat ini.
Baru tadi, redaksi menerima informasi adanya penambangan ilegal di Mataraman, Kabupaten Banjar yang kembali beroperasi. Padahal telah dilakukan penyegelan bahkan oleh Bareskrim Polri sekalipun. Pemerintah pusat sampai angkat tangan. Monitoring secara faktual lapangan ada di tangan pemerintah daerah. Penyegelan Bareskrim menjadi tak berarti. Karena tambang tersebut kembali beroperasi dengan modus berganti nama.
Ancaman penggerusan ruang hidup di depan mata. Tentu semua ingat Banjir awal tahun tadi. Banjir itu menjadi yang terparah sepanjang sejarah.
37.756 warga Kalsel terdampak. Selain merendam 22.533 rumah warga di 10 kabupaten/kota, air bah juga meluluhlantakkan 68 jalan, 14 jembatan, 8 rumah ibadah, hingga belasan sekolah. Bencana ekologis itu bahkan menelan 15 korban jiwa.
Presiden Jokowi bilang debit air di Sungai Barito naik dari sebelumnya 230 juta meter kubik menjadi 2,1 miliar debit air. Artinya hujan 10 hari berturut-turut cukup untuk membuat Kalsel terendam lagi.
Tentu kita tidak bisa menyalahkan hujan. Provinsi ini sudah kelewatan mengalihfungsikan hutan menjadi wilayah tambang dan perkebunan sawit. Dari 3,7 juta hektar total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persennya sudah dibebani oleh izin tambang dan sawit.
Walhi mencatat 814 lubang bekas tambang belum direklamasi. 168 void di antaranya berada di daerah aliran sungai [DAS] Barito.
Jika ekosistem alami di daerah hulu yang berfungsi sebagai area tangkapan air atau catchment area rusak, otomatis debit air meningkat. Kelebihan air inilah yang berujung banjir.
Pemprov boleh saja mengklaim telah menutup void-void tersebut. Atau menertibkan 623 IUP bermasalah. Namun jika evaluasi tak segera dilakukan, Pemprov hanya melakukan pekerjaan semu yakni menambah pundi-pundi pendapatan daerah sementara ruang hidup masyarakatnya terus menipis digerus tambang.
Situasi pandemi Covid-19 di Banjarmasin dan Banjarbaru juga belum membaik meski PPKM level IV diterapkan. Rumah sakit penuh, masuk antre di IGD, hingga krisis oksigen.
Bukan bermaksud untuk menakut-nakuti. Sepanjang Juli, sudah 11.925 warga di Kalsel dikonfirmasi terinfeksi Covid-19. Dan kemarin lusa, ada 48 kasus kematian akibat Covid-19.
Sejak diterapkannya PPKM level IV, dalam periode 26-30 Juli, jumlah warga yang dikonfirmasi terinfeksi Covid-19 malah bertambah sebanyak 795 orang di Banjarmasin, dan 571 di Banjarbaru atau mencakup 40% kasus konfirmasi Provinsi Kalimantan Selatan.
Sedangkan warga yang dinyatakan sembuh sebanyak 281 di Banjarmasin dan 187 orang di Banjarbaru. Adapun kasus kematian bertambah 12 di Banjarmasin dan 24 orang di Banjarbaru.
Pada dasarnya kasus yang terjadi selama pelaksanaan PPKM Level 4 saat ini masih berkaitan dengan penularan virus yang terjadi pada pekan sebelumnya.
Dampak penerapan PPKM akan mulai terlihat minggu depan. Hanya saja yang menguatirkan adalah reduksi aturan pembatasan PPKM level 4 oleh pemerintah pusat dan tidak optimalnya implementasi oleh pemerintah daerah. Terutama di Banjarmasin.
Pelandaian kasus masih sulit terjadi mengingat tingginya tingkat transmisi virus di masyarakat dan masih kurang seriusnya pengendalian Covid-19.
Pada hari pertama penerapan PPKM level 4 kita bisa melihat menurunnya mobilitas masyarakat. Tapi setelah itu mobilitas lokal dan antardaerah kembali meningkat seperti biasa. Orang-orang bisa makan kembali di rumah makan dan warung, sedangkan yang tidak pakai masker dapat dengan mudah ditemui di jalan.
Kepala daerah terpilih mesti bergerak cepat, memimpin langsung pengendalian pandemi di tengah kemungkinan double-nya lonjakan kasus Covid-19 minggu depan.