Nasional

Politikus Dorong Subsidi PCR, Pakar Minta Gratis untuk Semua

apahabar.com, JAKARTA – Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus meminta subsidi harga tes Covid-19 dengan…

Featured-Image
Ilustrasi tes PCR. Foto-Istimewa

bakabar.com, JAKARTA – Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus meminta subsidi harga tes Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR) sekitar Rp200 ribu.

Menurutnya, harga tes PCR yang masih mahal akan menghambat sejumlah warga masyarakat untuk melakukan tes PCR secara mandiri.

“Jika pemerintah tidak bisa menggratiskan biaya PCR, berikanlah subsidi, sehingga harga PCR bisa berkisar antara Rp200-300 ribu,” kata dia, kepada wartawan, kutip CNNIndonesia.com, Senin (16/8).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menurunkan harga PCR dari kisaran Rp900 ribu ke Rp450-550 ribu usai muncul perbandingan dengan harga di India.

Guspardi menyebut harga terbaru itu masih lebih mahal dibandingkan yang ditetapkan oleh negara lain.

“Di Turki biaya tes PCR 250 lira atau setara Rp422 ribu. Di Ukraina berkisar 610 hryvnia atau setara dengan Rp322 ribu. Uzbekistan menetapkan tarif sekitar Rp350 ribu. Apalagi kalau dibanding di New Delhi hanya sekitar Rp97 ribu. Bahkan jika dilakukan secara kolektif lebih murah lagi menjadi Rp58 ribu melalui rumah sakit pemerintah dan sekitar Rp77,5 ribu jika dilakukan secara kolektif di swasta,” kata Guspardi

“Sementara di Australia dan New Zealand malah tidak dipungut biaya alias gratis,” imbuh anggota DPR dari Daerah Pemilihan SUmatera Barat II itu.

Sementara, Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman mendorong pemerintah menggratiskan PCR atau pun rapid test antigen di sejumlah fasilitas kesehatan (faskes), baik untuk tes mandiri maupun penelusuran kontak.

“Jadi memang harus dibedakan ya. Kalau testing dalam rangka public health seperti pelacakan kasus kontak erat, terus kemudian warga yang bergejala, itu kita harus lakukan testing baik PCR maupun antigen secara gratis,” kata dia, Senin (16/8).

Sementara saat ini di lapangan berdasarkan laporan yang ia terima. Menurutnya, Puskesmas atau faskes lainnya hanya memberikan akses gratis kepada mereka yang menjadi kontak erat atau suspek.

Kondisi itu menurutnya membuat masyarakat enggan memeriksakan diri lantaran biaya PCR test yang relatif masih mahal di kalangan warga, walaupun terkini pemerintah telah menurunkan patokan harganya menjadi Rp450-550 ribu.

“Ya mereka harus gratis. Mereka datang, tidak perlu surat mungkin, hanya mereka harus tahu hasilnya. Kalau positif covid-19 dikabari dan diberikan penanganan atau edukasi misalnya isolasi mandiri begitu,” kata dia.

Dicky lantas mendorong agar pemerintah benar-benar serius menggenjot strategi tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) dengan memberikan akses kesehatan melalui pemeriksaan covid-19 kepada masyarakat seluas-luasnya.

“Itu yang salah kaprah, akhirnya cakupan testing rendah, dan rendahnya itu merugikan kita semua karena akhirnya virus tidak terkendali,” kata dia.

Perihal harga tes PCR yang sudah diturunkan harga tertingginya menjadi Rp450-550 ribu, Dicky menilai harga tersebut sudah memadai lantaran Indonesia bukan negara produsen reagen dan alat pembuat PCR kit.

“Seperti India bisa dipangkas itu karena mereka produsen. Kalau kita negara import, segitu sih menurut saya sudah pantas ya untuk saat ini,” ujar Dicky.



Komentar
Banner
Banner