bakabar.com, JAKARTA – Eks pentolan Front Pembela Islam (FPI) membeberkan sempat ditemui oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan dan eks Kepala Kepolisian RI, Tito Karnavian ketika dirinya masih berada di Arab Saudi pada medio 2017-2018.
Hal itu ia sampaikan saat membacakan pleidoi atau nota pembelaannya sebagai terdakwa dalam kasus tes swab virus corona di Rumah Sakit Ummi, Bogor, Jawa Barat di PN Jaktim, Kamis (10/6).
Rizieq membeberkan bahwa pada awal Juni 2017, Ia sempat bertemu dan berdialog langsung dengan Budi Gunawan bersama timnya. Pertemuan itu berlangsung di satu Hotel Berbintang Lima di Kota Jeddah-Arab Saudi.
Pertemuan itu, kata dia, menghasilkan beberapa kesepakatan. Di antaranya untuk menyetop semua kasus hukum yang menimpa dirinya bersama rekan-rekannya yang lain.
“Sehingga tidak ada lagi fitnah kriminalisasi, dan sepakat mengedepankan dialog dari pada pengerahan massa, serta siap mendukung semua kebijakan Pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam dan konstitusi negara Indonesia,” kata Rizieq.
Rizieq mengatakan dari pertemuan tersebut lantas dibuat kesepakatan yang ditanda-tangani olehnya dan Komandan Operasional BIN kala itu, Mayjen TNI (Pur) Agus Soeharto di hadapan Budi Gunawan.
“Kemudian surat tersebut dibawa ke Jakarta dan disaksikan serta ditandatangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat Ma’ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI,” kata dia.
Tak hanya Budi Gunawan, Rizieq juga sempat bertemu dengan Tito Karnavian sebanyak dua kali saat di Mekkah pada tahun 2018. Pertemuan itu sempat digelar di salah satu Hotel di dekat Masjidil Haram Kota Suci Mekkah.
“Dalam dua kali pertemuan tersebut saya menekankan bahwa saya siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019,” kata Rizieq.
Meski demikian, Rizieq mengajukan tiga syarat untuk mengabulkan kesepakatan tersebut. Permintaan pertama, Rizieq meminta agar para penista agama seperti Abu Janda, Ade Armando, Denny Siregar, dan semua yang menista agama untuk diproses hukum.
“Mereka yang sering menodai Agama dan menista Ulama juga harus diproses hukum, sesuai dengan prinsip equality before the law sebagaimana dimanatkan UUD 1945,” kata dia .
Permintaan kedua, yakni untuk menyetop kebangkitan PKI di Indonesia. Ia meminta kepada Tito agar Amanat TAP MPRS RI No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan PKI harus dijalankan dengan tegas.
Permintaan terakhir, Rizieq meminta agar menghentikan penjualan aset negara ke asing. Ia meminta agar semua aset dan kekayaan negara sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
“Lalu khusus pribumi Indonesia perlu diberi kesempatan bersaing yang sehat dengan Asing mau pun aseng agar bisa jadi tuan di negeri sendiri dengan tanpa bermaksud diskriminasi,” kata dia
Meski demikian, Rizieq mengatakan kesepakatan tersebut semua kandas. Hal itu diakibatkan adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang berhasil mempengaruhi Pemerintah Saudi. Hal itu lantas membuat dirinya dicekal dan tidak bisa pulang ke Indonesia.
“Saya tidak tahu apakah eks Menko Polhukam RI Wiranto dan Kepala BIN Budi Gunawan serta Tito Karnavian yang mengkhianati dialog dan kesepakatan, serta mereka terlibat dalam operasi intelijen hitam berskala besar tersebut,” kata Rizieq.