Tak Berkategori

Perusahaan Tambang Tak Jamin Reklamasi, Kalsel Perlu Standar Regulasi Sektor Perizinan

apahabar.com, BANJARMASIN – Sampai pertengahan Juli tahun ini, 49 perusahaan dari 236 pemegang IUP di Kalsel…

Featured-Image
Ilustrasi lubang tambang. Foto-Dok.Jatam

bakabar.com, BANJARMASIN – Sampai pertengahan Juli tahun ini, 49 perusahaan dari 236 pemegang IUP di Kalsel belum menjamin akan mereklamasi lubang galian mereka pascatambang. Mereka berutang Rp 138 miliar ke pemerintah provinsi. Angka itu merupakan jumlah kurang bayar yang diakumulasi.

Jika tak ada jaminan reklamasi pascatambang, entah berapa berapa banyak lubang yang menganga di bumi Lambung Mangkurat ini.

Alih-alih mengetahui berapa jumlah lubang tabang yang ditinggalkan perusahaan, Dinas ESDM Kalsel bungkam terkait identitas perusahaan penunggak jamrek itu.

“Kami berikan batas waktu membayar dana jaminan reklamasi sampai 31 Juli 2019. Jika tak bayar penuh, kami cabut izin menjual batu baranya,” jelas Kepala Dinas ESDM Kalsel, Isharwanto, Senin kemarin.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mendesak ESM membuka nama-nama perusahaan tambang yang belum membayar Jamrek.

Seiring terbitnya Peraturan Perundang-undangan 23/2014 tentang pemerintah daerah, Dinas ESDM kepayahan menangani lubang bekas tambang yang ditinggal kabur para perusahaan.

Mengingat, belied tersebut telah mensyaratkan batas waktu pelimpahan administrasi dari kabupaten ke provinsi adalah dua tahun sejak diundangkan atau 2 Oktober 2016 silam.

Dengan demikian, pemerintah provinsi mengambil-alih Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari tangan pemerintah kabupaten.

Lantas bagaimana keterkaitan antara belied tersebut dengan ‘carut marut’ reklamasi pascatambang di Banua ini?

Menurut Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi and Good Governance (PARANG) Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Ahmad Fikri, carut-marutnya jaminan reklamasi pascatambang tak lepas dari perubahan aturan itu.

“Sehingga, mana kala dulunya perizinan itu merupakan wewenang pemerintah kabupaten, kini telah menjadi wewenang pemerintah provinsi,” ucap akademisi Fakultas Hukum ULM ini kepada bakabar.com, Rabu (19/6).

Masalah lainnya, kata dia, dana jaminan reklamasi di setiap daerah berbeda-beda. Apabila diakumulasikan berdasar jumlah IUP dengan jumlah lubang pascatambang, maka dana itu tak mencukupi. Untuk mereklamasi sesuai dengan standar undang-undang.

“Padahal memperoleh izin usaha pertambangan sama susahnya dengan melakukan reklamasi pascatambang. Seharusnya, kedua ini harus seimbang,” tegasnya.

“Lantaran ini sudah terjadi, sehingga menjadi catatan buruk. Lagi-lagi alam menjadi korban. Batu bara menjadi komoditas internasional. Namun, payahnya, kehidupan masyarakat di sekitar pertambangan tak tergambar sejahtera,” tambahnya.

Adapun hal preventif yang mesti dilakukan, yakni membenahi aspek perizinan melalui standar regulasi yang berlaku secara tegas. Mengingat, alam semakin rusak dan batu bara semakin menipis.

Selain itu, ke depannya, saran dia, harus ada standar dana jamrek per hektar. Kemudian, berapa nilai ekonomis yang diperoleh dari satu hektar lahan batu bara tersebut.

“Para pengusaha harus bisa menyisihkan dana untuk reklamasi,” tegasnya.

Dalam fungsi kontrol kegiatan reklamasi pasca tambang, jumlah pengawas atau inspektur tambang harus lebih memadai. Lalu, membuat sanksi tegas serta tak tebang pilih terhadap perusahaan mana pun.

“Ini demi anak cucu. Bagaimana, ke depannya kita memikirkan dengan solusi jamrek bisa menambah nilai ekonomi yang akan berimplikasi ke nilai sosial,” cetusnya.

Selama ini, menurutnya, di sektor perizinan masih menjadi daerah yang rawan terjadinya korupsi. Khususnya, yang berhubungan dengan suap menyuap.

Apalagi, sekarang ini dalam memperoleh IUP di bidang pertambangan, kata dia, harus memenuhi syarat Clean n Clear.

“Jadi, tidak hanya IUP-nya saja yang harus dimiliki, namun syarat lain juga mutlak dipenuhi,” ujarnya mengakhiri.

Baca Juga: Sudahkah 'Forum Reklamasi' Menjawab Polemik Lubang Pasca Tambang di Kalsel?

Baca Juga: Dinas ESDM Ancam Tutup Satu Perusahaan Tambang Nakal, Beranikah?

Baca Juga:Galian Tambang Ditinggal Pergi, ESDM Bingung Cari Solusi

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner