bakabar.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 mampu melesat di atas 5 persen. Syaratnya, ekonomi China ikut tumbuh setelah tidak lagi menerapkan kebijakan zero Covid-19.
Hanya saja, kata Gubernur BI Perry Warjoyo, jika ekonomi China beserta konsumsi swasta berada di posisi stagnan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sulit untuk merangkak di atas 5 persen.
“Revisi ke atas pertumbuhan ekonomi bisa ke atas 4,5% hingga 5,3%. titik tengahnya 4,9%. Kalau ke atas bisa lebih tinggi dari 5%, tapi apakah lebih tinggi dari 5,3% pandangan BI mungkin belum,” jelasnya dikutip, Jumat (16/2).
Kendati demikian, Perry yakin proyeksi tersebut tetap menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh, meskipun resesi sedang terjadi secara global tahun ini.
Baca Juga: 8 Provinsi Alami Pertumbuhan Ekonomi di Atas Tingkat Inflasi
Di sisi lain, proyeksi pertumbuhan ekonomi di banyak negara di dunia diperkirakan tidak sampai di atas 2,5 persen.
Dibukanya kembali ekonomi China, kata Perry akan mendorong kinerja ekspor Indonesia ke negara lain. Kinerja ekspor akan meningkatkan penerimaan negara disamping konsumsi sektor swasta juga berkembang pesat.
“Dari mana asalnya, yaitu dari konsumsi swasta lebih cepat dari yang kita perkirakan dengan adanya pencabutan PPKM dan kepercayaan konsumen. Dua itu utama di samping ada sumber-sumber lain,” ungkpa Perry.
Di waktu yang bersamaan, BI juga telah berhenti menetapkan kebijakan moneter yang agresif. Untuk itu, pada kebijakan moneter dibulan Februari, suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) dipatok pada level 5,75%.
Baca Juga: UMKM hingga Industri, Sumber Pertumbuhan Ekonomi 2023
Sementara itu, suku bunga Deposit Facility tetap pada level 5,00%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,50%.
“Rapat Dewan Gubernur BI pada 15-16 Februari memutuskan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 5,75%,” jelasnya.
Keputusan BI untuk menurunkan agretivitas kebijakan moneter tersebut sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Menurutnya, pemerintah tidak akan lagi menggunakan suku bunga untuk mengendalikan inflasi.
Baca Juga: Digitalisasi Pariwisata di DIY Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Selanjutnya akan lebih banyak berfokus pada peningkatan produksi di sektor manufaktur, sehingga mendorong pertumbuhan dalam negeri.
Sementara itu, peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abdul Munaf juga memperkirakan bahwa BI tidak lagi menaikan suku bunga secara agresif.
“Sehingga dorongan untuk menaikan suku bunga tidak begitu tinggi, di sisi lain inflasi inti pun sudah bergerak lebih rendah,” ujarnya kepada bakabar.com, Senin (23/1).