bakabar.com, BANJARMASIN – Banyak orang mengeluh soal semrawutnya kehidupan, tetapi dia tak pernah melakukan apa-apa untuk mengubahnya.
Berbeda dengan RA, bocah berusia 9 tahun asal Banjarmasin yang rela bermandikan keringat di dalam kostum badutnya demi membantu meringankan beban di pundak sang ibunda.
Setiap hari, RA pergi bersama ibunya, Wahidah Ariani (41). Dengan menaiki sepeda tua, mereka berdua beranjak dari rumah kontrakan kecilnya di kawasan Jalan A Yani KM 3, Gang V, Kelurahan Kebun Bunga, Banjarmasin Timur menuju tempat biasa Rehan melakukan pertunjukan badut yaitu di depan Alfa Mart Jalan Gatot Subroto, Banjarmasin Timur.
Bermodalkan kostum badut kelinci, tanpa iringan musik, RA berlenggak-lenggok kecil untuk menyapa dan menghibur masyarakat yang melintas di kawasan tersebut.
Kadang beberapa orang yang membawa buah hatinya akan singgah dan mendatangi Rehan untuk berfoto bersama.
Menjadi badut dilakoni RA sedari pukul 09.00 hingga 11.00 dan pukul 16.00 hingga 20.00.
Raut lelah memang tergambar jelas di wajah anak kelas 3 sekolah dasar itu. Jika penat datang, ia akan rehat dan duduk di emperan toko untuk sekadar mengembalikan semangat. Meski begitu, senyum selalu tersimpul di kedua pipinya.
RA mengaku senang menjadi badut. Katanya, menjadi badut merupakan keinginannya sendiri, tak ada paksaan dari siapapun.
“Senang karena bisa bantu mama,” katanya.
Meski tak jarang ejekan dari teman-teman menghampiri telinganya, ia tak perduli, menurutnya memberikan hiburan dengan jadi badut lebih bermartabat daripada harus menadah, meminta-minta.
Dengan menjadi badut, RA setiap harinya bisa mengumpulkan kepingan derma hingga puluhan ribu rupiah. Uang tersebut dipergunakan untuk biaya sekolah dan sebagian diberikan kepada ibunya.
RA seakan terlalu hebat untuk bocah berusia 9 tahun. Keluhan nampak tak pernah keluar dari bibir anak kecil itu. Di umurnya yang sekarang, RA memang sudah terbiasa membantu keluarganya.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda Kota Banjarmasin, RA telah bertahun-tahun berjualan kerupuk di kawasan wisata kuliner Baiman.
“Dari kelas 1 SD sudah bantu ibu jualan kerupuk sepulang sekolah,” kata RA lirih.
Namun, usaha itu tak dapat lagi dilakukan, lantaran sang ibu sudah tak sanggup lagi bermodal membuat kerupuk.
Ayahnya sendiri sudah menikah lagi dan hampir sangat jarang memberikan uang untuk RA serta dua kakaknya.
RA merupakan anak terakhir dari 3 bersaudara. Dua kakak laki-laki RA berusia 17 dan 15 tahun. Setiap harinya, mereka juga menjadi badut sama seperti RA.
Pun dengan sang ibu. Jika telah selesai pekerjaannya sebagai tukang sapu dan mengantar RA pulang, ia juga akan menjadi badut di depan retail Indomaret, Jalan A Yani KM 5 Banjarmasin.
“Biasanya dari pukul 22.00 hingga 01.00,” kata Wahidah Ariani.
Walaupun hidupnya bisa dibilang berkekurangan, tetapi Wahidah tetap bertekad untuk tetap menyekolahkan ketiga buah hatinya.
Meski kerap ditentang lantaran mengajak anak di bawah umur bekerja, Wahidah mengaku tak punya jalan lain untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
“Ya gimana lagi, sebenarnya juga tidak tega, tapi banyak kebutuhan, untuk makan, bayar sewa rumah, sekolah anak-anak. Jadi terpaksa, tapi ini memang kemauan anak,” kata Wahidah lirih.
RA sendiri selain mengikuti sekolah umum, kini juga dimasukkan oleh Wahidah di salah satu TK Al-Quran, Jalan Tanjung Maya, Banjarmasin.
“Ikut sekolah tahfidz, supaya bisa hafal Quran,” katanya.
Si kecil ini memang memiliki kepekaan yang kuat terhadap orang sekitarnya. Saat ditanya cita-cita jika sudah besar, dengan polosnya ia menjawab kalau dia ingin menjadi seorang relawan. “Biar bisa bantu orang banyak,” katanya.
Editor: Puja Mandela