bakabar.com, BANJARBARU – Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono membeberkan perjalanan panjang pihaknya dalam gugatan di MA, terkait izin operasional pertambangan PT Mantimin Coal Mining (MCM) yang sebelumnya dikeluarkan Kementerian ESDM 4 Desember 2017 silam.
Walhi Kalsel pun menyusun siasat gugatan. Akhirnya gugatan ke MA terdaftar pada 28 Oktober 2018 lalu.
“Perjuangan kita penuh risiko dan intimidasi,” ucap Cak Kis, sapaan akrab Dirut Walhi Kalsel, Minggu (14/2).
Kis menjelaskan selama perjuangan gugatan di MA, pihaknya rugi biaya, pikiran, tenaga, waktu dan bahkan ancaman nyawa.
“Tapi alhamdulillah, meski dalam perjalanan gugatan ini kita tak terlalu banyak halangan, dan semoga tak adalah,” timpalnya.
Dirinya mengatakan gerakan Walhi Kalsel yang banyak ancaman atau intimidasi adalah saat menyuarakan tolak UU Omnibus Law kemarin.
UU Omnibus Law pada pasal 162 menyebutkan siapa saja yang menentang atau menghalangi jalannya pertambangan akan disanksi dan dikenakan hukuman.
“Ini kan sangat ngeri, makanya kita sangat menolak Omnibus Law,” ujarnya lagi.
Ditanya apakah ada deal-dealan terkait perjalanan pergerakan Walhi saat menggelorakan Save Meratus ataupun yang lainnya? Kis menjawab, tak ada dan tak akan pernah ada.
“Walhi itu tak boleh memakai donor dana yang bersumber dari perusahaan pertambangan, dari utang negara dan dari hasil kejahatan alam maupun kejahatan lainnya. Jadi saya pastikan tak akan pernah ada. Jika memang ada, tolong laporkan ke saya,” tegas lelaki berambut panjang itu.
Sementara, Waki Bupati HST, Berry dan Perwakilan Pimpinan DPRD HST, Yazid juga akan terus mendorong terus atas penolakan izin konsesi pertambangan dan perkebunan sawit.
“Lebih baiknya lagi Kementerian ESDM RI mencabut izin tambang yang ada di Kalsel,” ucap mereka. Pasalnya, 3,7 juta hektare dari total wilayah Kalsel, 50% sudah dibebani oleh izin sawit dan tambang.
Sebelumnya, seruan ‘Meratus Memanggil Kita’ terdengar sampai ke telinga hakim Mahkamah Agung (MA).
Upaya PT Mantimin Coal Mining (MCM) untuk menambang di Hulu Sungai Tengah (HST), Balangan, dan Tabalong pun kandas. MA menolak peninjauan kembali (PK) perusahaan tambang asal India tersebut.
Sebelumnya, PT MCM bersikukuh menambang di tiga kabupaten tersebut, termasuk HST yang merupakan benteng terakhir Pegunungan Meratus.
HST menjadi satu-satunya zona hijau atau kabupaten yang bebas dari izin pertambangan batu bara di wilayah hulu sungai Kalimantan Selatan.
Penolakan MA sebagaimana tertera di web kepaniteraan. Amar putusan MA yang tertera menolak PK MCM atas izin eksplorasi di Kabupaten HST.
“Tolak PK,” ujar Ketua Majelis Supandi dengan anggota Hary Djatmiko dan Yosran, dalam amar putusan MA, 4 Februari kemarin.
Ada sederet alasan MA menolak upaya penambangan PT MCM di Meratus.
Pertama penambangan yang akan dilakukan PT MCM berpotensi merusak alam, dan mengancam aquifer air. Sebagian area tambang PT MCM berada di kawasan karst yang merupakan kawasan lindung geologi.
Apabila kawasan tersebut dilakukan eksploitasi, maka berpotensi merusak fungsi aquifer air, karena ekosistem karst memiliki fungsi aquifer air alami, sebagai penampung dan penyalur air bagi wilayah di sekitarnya.
Kedua, area tambang PT MCM juga berada di Pegunungan Meratus yang merupakan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035, dan di pegunungan tersebut melintas Sungai Batang Alai yang dimanfaatkan untuk irigasi pertanian, perikanan, dan sumber air minum, sehingga apabila dilakukan eksploitasi berpotensi terganggunya sumber air.
Ketiga, Menteri ESDM menerbitkan keputusan objek sengketa bertentangan dengan Pasal 21 ayat (3) huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 52 ayat (5) huruf c juncto Pasal 53 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas kehati-hatian atau precautionary principle.
Ditolaknya PK PT MCM mendapat respons positif dari Wakil Bupati HST, Berry Nahdian Forqan.
“Ini kabar baik, alhamdulillah berkat perjuangan bersama dan dukungan semua pihak upaya penyelamatan Pegunungan Meratus dari aktivitas pertambangan dapat dihentikan, minimal sampai saat ini. Tentu ini mesti tetap dipertahankan ke depannya dan dilanjutkan dengan gerakan rehabilitasi kawasan Meratus yang sudah gundul,” jelasnya kepada bakabar.com.
Sebagai pengingat, 28 Februari 2018, Walhi bersama Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup mendaftarkan gugatan terhadap SK Menteri Ignatius Jonan tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan PKP2B PT MCM menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi.
22 Oktober 2018 berselang, MA mengabulkan gugatan Walhi atas SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Operasi Produksi PT MCM tertanggal 4 Desember 2017 itu.
“Menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara berupa Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 441.K/30/DJB/2017, tertanggal 4 Desember 2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara,” ujar ketua majelis Irfan Fachruddin dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono.
Izin tersebut seluas 5.900 hektar meliputi Kabupaten Tabalong, Balangan termasuk HST yang merupakan benteng terakhir pegunungan Meratus.
Khusus HST, meminjam catatan Walhi, luasan izin tambang juga mencakup kawasan hutan sekunder seluas 1.398,78 hektare, permukiman 51,60 hektare, sawah 147,40 hektare, serta sungai 63,12 hektare.
Setelah kasasi Walhi dikabulkan MA, diam-diam PT MCM kembali mengajukan PK untuk menambang di Meratus sekalipun Kalsel sudah berstatus darurat bencana ekologis.
Permohonan PK MCM masuk ke PTUN Jakarta pada 4 Januari 2021. Walhi tak tinggal diam. Seruan “Meratus Memanggil Kita’ kembali digaungkan.
“Alhamdulillah MA sudah memenangkan gugatan Kasasi Walhi. Dalam proses PT. MCM melakukan PK ini saya berharap kepada Majelis Hakim MA untuk tetap memenangkan gugatan Walhi apalagi ini juga didukung oleh banyak pihak termasuk tokoh agama, mahasiswa, seniman, petani, masyarakat adat, dan lain-lain,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono kepada bakabar.com.
Walhi tegas menyatakan konsesi PT MCM di Blok Batu Tangga seluas 1.955 hektare itu harus dicabut oleh Kementerian ESDM RI karena bakal menghancurkan bentang alam karst hingga permukiman warga.
Kisworo pun mengajak masyarakat Kalsel untuk bersama-sama menyatukan kekuatan dalam hal menolak izin tambang PT MCM. Pasalnya, Wabup Berry melihat tak menutup kemungkinan PT MCM bisa melakukan aktivitas tertentu. Sebab dalam putusan MA, yang dikabulkan itu terkait izin produksi bukan izin konsesi.
Berry menegaskan posisi Pemkab HST sedari awal menyetujui usulan masyarakat dan para aktivis lingkungan: HST bebas dari pertambangan batu bara dan sawit.
“Kita mempertimbangkan aspek sosial dari masyarakat. Kita juga mempertimbangkan aspek lingkungan karena ini (pertambangan dan sawit) mengancam kondisi lingkungan dan berdampak pada berbagai program strategis pertanian yang ingin kita bangun di mana membutuhkan tata kelola SDA yang bagus,” tegas eks Direktur Eksekutif Walhi Nasional ini kepada bakabar.com.
Parah! MCM Ngotot Nambang Meratus Saat Kalsel Darurat Banjir