bakabar.com, JAKARTA - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Tangerang, Banten Asep Suherman menyebutkan timbulnya kasus kekerasan terhadap anak di daerahnya itu akibat penggunaan media sosial (medsos) yang tidak sehat.
"Tentu penyebab terjadinya kasus kekerasan anak ini, media sosial sangat berpengaruh. Sekarang kalau kita lihat mulai dari anak SD sudah pegang telepon seluler. Dan itu secara untuk pengembangan anak tidak bagus," ucap Asep seperti dilansir Antara, Senin (3/7).
Ia menerangkan jika kasus kekerasan yang terjadi terhadap anak itu sangat berpengaruh besar akibat penggunaan media sosial. Dimana, secara dasar potensi kasus-kasus pelecehan yang telah terjadi berawal dari tontonan atau konten tidak mendidik tanpa pengawasan.
"Contoh seperti kasus yang ditemukan itu seperti perkenalan melalui media sosial. Dan di situ potensi anak menjadi korban kekerasan maupun seksual oleh pelaku," tuturnya.
Baca Juga: PR Kasus Kekerasan Seksual hingga Prostitusi Anak di Depok, PSI: Kaesang Bisa!
Selain itu, penyebab lainnya atas kasus kekerasan seksual terhadap anak itu adalah korban perpisahan antara orang tua. Hal tersebut berdampak pada minimnya pengawasan anak dari pergaulan lingkungan sekitar.
"Perceraian orang tua juga jadi pemicu terjadinya potensi kasus kekerasan anak dari lingkungan sekitar atas tidak terawasinya dari kedua orang tuanya," ujarnya.
Meski demikian, kata dia, pihaknya menyatakan, selama ini terus intens untuk mencegah kasus kekerasan terhadap anak tersebut dengan upaya dilakukannya sosialisasi atas dinamika remaja dalam penggunaan media sosial yang sehat ke lingkungan pendidikan.
"Tentu langkah kita melakukan sosialisasi secara intens ke lingkungan pendidikan terhadap penggunaan media sosial itu. Kemudian, edukasi kepada para orang tua juga kita lakukan," katanya.
Baca Juga: Klaim Orangtua Korban KDRT di Depok: Kekerasan Dialami Sejak 2014
Berdasarkan data tahun ini, sejak bulan Januari - Juni 2023, kekerasan yang melibatkan anak di Kabupaten Tangerang telah mencapai sekitar 44 kasus dari total pengaduan/pelaporan sebanyak 78 kasus kekerasan anak dan perempuan.
Adapun untuk kasus-kasus sebelumnya, DP3A Tangerang juga telah mencatat sebanyak 498 kasus kekerasan anak dan perempuan yang terhitung sajak 2020 sampai 2022.
"Terhitung sejak 2020 lalu ada 152 kasus yang dilaporkan, 2021 sebanyak 154 kasus, 2022 ada 192 kasus. Dan dari kasus itu sekitar 90 persen dapat ditangani," pungkasnya.