Kalsel

Penanganan Lahan Kritis Kalsel Butuh 10 Tahun, Walhi Pesimis

apahabar.com, BANJARBARU – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, pesimis penanganan lahan kritis di Banua dengan…

Featured-Image
Ilustrasi lahan. Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARBARU – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, pesimis penanganan lahan kritis di Banua dengan waktu 10 Tahun.

Hal itu dinyatakan oleh Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada bakabar.com, Sabtu (22/5).

“Kalau cuma menanami lahan kritis bisa jadi (10 tahun). Itu pun kalau hidup tanamannya. Tapi kalau menangani bekas lubang tambang perlu waktu lebih dari itu,” ketusnya.

Dia menuturkan, bekas lubang tambang di Kalsel sudah terlanjur banyak. Sehingga, perlu waktu yang panjang untuk memulihkannya.

“Bisa memerlukan waktu ratusan bahkan jutaan tahun lebih, sampai benar-benar pulih,” singkatnya.

Sebelumnya, Pj Gubernur Kalsel, Safrizal mengatakan, untuk bisa mempercepat pemulihan lahan kritis, setiap tahunnya pemprov gencar melakukan penghijauan.

img

Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono. Foto-bakabar.com/Hasanuddin

“Secara regular penanganan lahan kritis bisa dilakukan reboisasi atau penghijauan kembali,” ucapnya, Sabtu (22/5).

Dalam setahun pemerintah mampu mereboisasi 50 ribu hektare. Dengan begitu, menurutnya perbaikan lahan kritis di Banua memerlukan waktu sekitar 10 tahun.

Oleh karena itu, menurutnya penting bagi setiap stakeholder di pemerintahan, bahu-membahu menangani penyelesaian lahan kritis di wilayah Kalsel.

Tahun ini sendiri, program penanaman satu juta pohon digalakkan Pemprov Kalsel. Hal ini ditandai dengan penekanan tombol sirine yang dilakukan Penjabat Gubernur Kalsel Safrizal, April 2021 tadi di Embung Lok Udat, Guntung Damar, Kota Banjarbaru.

Penanaman satu juta pohon merupakan bagian dari kampanye revolusi hijau yang digaungkan Pemprov Kalsel sejak 2017.

Kegiatan ini dirangkai dengan dimulainya program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) 2021 oleh Dinas Kehutanan Kalsel melalui dana APBN Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).



Komentar
Banner
Banner