bakabar.com, JAKARTA – Pengamat dan praktisi Intelijen, Kolonel (Purn) Fauka Noor Farid mengingatkan agar aparat intelijen negara menjunjung tinggi netralitas dalam Pemilu 2019, seperti halnya TNI dan Polri.
“Semua aparatur ngara, termasuk intelijen, jangan sampai terseret dan terjebak dalam berpolitik praktis di ajang Pilpres 2019,” jelas Fauka di Jakarta, Sabtu (23/3), dikutip dari ANTARA.
Baca Juga: Khofifah Kaget Terkait Tudingan Romi Soal Kakanwil Jatim
Jika terlibat, kata dia tidak hal ini sudah tak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) intelijen.
Sejauh ini, Ia menduga ada propaganda yang disusun pihak intelijen, terutama saat memasuki puncak Pemilu 2019. Kondisi tersebut jika dibiarkan sangat berbahaya bagi keberlangsungan Pemilu itu sendiri.
“Intelijen negara itu harusnya netral. Fakta di lapangan menunjukkan itu, seperti kasus Neno Warisman dan banyak kasus lagi, juga teroris baru-baru ini. Ini bahaya jika digulirkan. Bunuh diri namanya dan mengada-ngada jika dikaitkan dengan khilafah,” kata mantan Komandan Kelompok Khusus Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI ini.
Masalah khilafah, tambah dia, adalah masalah yang tidak perlu dibesar-besarkan karena di dalam perjanjian pakta integritas Capres 02 Prabowo Subianto dengan Ijtima Ulama tidak ada menyatakan bahwa Indonesia akan dibuat khilafah.
“Ada ‘grand design’ mengenai itu, seakan-akan kejadian tersebut dilakukan HTI, yang akan membuat negara khilafah dan itu dikaitkan dengan kubu Capres 02. Harusnya semua netral, sama dengan lembaga-lembaga lainnya, harus netral,” ujarnya.
Adanya isu HTI dan khilafah yang dikaitkan dengan kubu capres 02, juga diduga hanya sekadar untuk menyaingi isu PKI yang ditujukan pada tim kubu 01 selama ini.
“Padahal, untuk menjadikan negara khilafah tidak semudah itu karena harus menguasai parlemen, eksekutif dan yudikatif,” kata Fauka.
Baca Juga: Selandia Baru Berduka, Ardern: Kita Adalah Satu
Editor: Fariz Fadhillah