bakabar.com, JAKARTA - Pemerintah menjadi ujung tombak dalam pelesetarian kebudayaan Indonesia. Hal itu karena, pemerintah memiliki kemampuan ekonomi maupun regulasi.
Tenaga Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota, Dorri Herlambang menyampaikan, pemerintah sebagai pemangku kepentingan utama merupakan ujung tombak masyarakat dalam pelestarian budaya. Alasannya adalah karena memiliki wewenang dalam ruang lingkup regulasi dan ekonomi.
"Pemangku kepentingan utama dan ujung tombak penting yang bertanggung jawab melestarikan budaya adalah pemerintah. Mulai dari tingkatan pemerintah pusat sampai pada tingkat provinsi bahkan kabupaten. Alasannya adalah karena pemerintah yang paling berdaya dalam menentukan regulasi, penyiapan pendanaan dan lain sebagainya," ujar Dorri dalam acara diskusi Kampung Budaya dan Pola Kemitraan, di Hotel Mecure, Jakarta, Senin (22/8).
Selain itu, dia menjelaskan bahwa masyarakat terutama pada kalangan pegiat adat, termasuk pemangku kepentingan kedua. Penempatan tersebut karena sebagian besar pegiat adat yang ada di masyarakat berasal dari ekonomi menengah ke bawah.
"Pemangku kepentingan kedua adalah msyarakat terutama pegiat adatnya. Kebanyakan pegiat adat tersebut berasal dari maysarakat kalangan menengah ke bawah. Sehingga, individunya lebih memilih untuk mengurusi soal perut ketimbang budayanya," jelasnya.
Menurutnya, kondisi tersebut membuat budaya yang harusnya dilindungi, sedikit demi sedikit dilupakan. Untuk itu, masyarakat wajib menuntut pemerintah dalam hal pelestarian budaya.
"Kemampuan-kemampuan itu secara individu dalam masyarakat adat punya potensi untuk hilang. Oleh karena itu, sebagai pemangku kepentingan utama pemerintah punya tanggungjawab untuk menjaga itu. Kita bisa sebagai warga betawi atau jakarta dan umum, untuk menuntut kepada pemerintah," tutupnya.
Sebagai informasi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) DKI Jakarta telah membuat rencana untuk membangun Kampung Budaya. Tujuannya adalah untuk melestarikan adat betawi dan sebgai lokasi pariwisata budaya.
Dorri menyampaikan, telah melakukan survei untuk menentukan daerah potensial yang sekiranya dapat digunakan sebagai pengembangan kampung budaya. Setiap lokasi, telah diseleksi dengan melihat popularitas wilayah di mata masyarakat dan kearifan budaya yang ada di lokasi potensila masing-masing.
"Kami mensurvei disejumlah wilayah atau titik. Wilayah yang kami merekomendasikan merupakan Kawasan potensial untuk pembangunan kampung budaya. Untuk ke depannya, dapat digunakan untuk awal proyek, Tapi, wilayah lain yang tidak termasuk bukan berarti diabaikan, tapi mereka dijadikan sebagai projek utama atau awal, kita bisa lihat di jakarta dan memilih berdasarkan eksistensi. Selain itu kita lihat juga, apakah masih melakukan praktek kearifan lokal dan menjalankannya secara konsisten, Kearifan lokal yang dimaksud adalah Betawi," tutur Dorri.
Sebelumnya, Dinas Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta telah mengusulkan empat lokasi yang akan ditetapkan sebagai kampung budaya. Lokasi potensial terbuat, yaitu, kawasan Penggilingan, kawasan Rawa Terate, kawasan Kramatjati dan kawasan Setu. (Gabid)