News

Pembukaan Lahan di Antang Kalang Dikecam

Di saat negeri lain berduka akibat ambruknya bentang alam, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotim, justru diduga membuka lembaran baru dari potensi bencana.

Featured-Image
Tertangkap kamera, sebuah alat berat melakukan pembersihan kawasan hutan dengan menumbangkan pohon-pohon dilokasi hutan yang berada di Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotim. Belum lama ini. Foto: Istimewa

bakabar.com, SAMPIT - Ketika banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh baru saja merenggut ratusan korban jiwa, peringatan keras tentang pentingnya menjaga hutan kembali menggema. Namun ironi terjadi di Kalimantan Tengah.

Di saat negeri lain berduka akibat ambruknya bentang alam, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng, justru diduga membuka lembaran baru dari potensi bencana.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kotawaringin Timur, menerima laporan dari warga mengenai aktivitas pembukaan lahan di wilayah Desa Tumbang Kalang yang diduga dilakukan oleh PT BSL, anak usaha PT BUM. Ketua AMAN sekaligus tokoh masyarakat Antang Kalang, Hardi P Hady, menyebut kondisi ini sebagai sinyal bahaya yang tak boleh diabaikan.

“Antang Kalang sedang mengundang bencana. Miris melihat foto dan video yang dikirim warga. Di tengah bencana besar di Sumatera, pembukaan hutan di sini justru terus berjalan,” tegas Hardi, Jumat (5/12/2025).

Aktivitas tersebut diduga berada di kawasan hutan yang sebelumnya dilepas melalui skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), lahan yang seharusnya dikembalikan ke masyarakat, bukan menjadi ruang ekspansi perusahaan. 

Temuan ini juga dinilai bertentangan dengan semangat anti-deforestasi yang digaungkan dalam aturan Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/EUDR) maupun komitmen pemerintah Indonesia menekan emisi.

Kondisi hutan yang tampak gundul setelah dilakukan penebangan atau perambahan untuk membuka lahan baru. Belum lama ini. Foto: Istimewa.
Kondisi hutan yang tampak gundul setelah dilakukan penebangan atau perambahan untuk membuka lahan baru. Belum lama ini. Foto: Istimewa.

Lebih ironis lagi, PT BSL tercatat sebagai perusahaan yang izinnya telah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui SK No. 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022. Namun fakta di lapangan menunjukkan alat berat tetap bekerja, hutan tetap ditebang, dan kayu-kayu dibiarkan menumpuk.

Warga yang mencoba memanfaatkan kayu tersebut justru mengaku dihalangi oleh pihak keamanan perusahaan. 

“Masyarakat adat hanya jadi penonton. Pejabat berwenang tutup mata. Perusahaan yang untung, masyarakat yang rugi,” ujar Hardi.

Ia menilai tindakan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi ancaman langsung terhadap keselamatan warga. Tanpa penyangga hutan, wilayah Antang Kalang semakin rentan terhadap banjir bandang dan longsor, sama seperti yang terjadi di Sumatra beberapa waktu lalu.

“Sampai kapan hutan harus menjadi korban? Sampai bencana benar-benar datang menjemput?” kritiknya.

AMAN Kotim mendesak aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan instansi kehutanan segera turun tangan menyetop aktivitas di lapangan dan memastikan hak masyarakat adat atas lahan TORA benar-benar dikembalikan sebagaimana mestinya.

Editor


Komentar
Banner
Banner