bakabar.com, BANJARMASIN - Pengerjaan proyek normalisasi Sungai Veteran harus dimulai pada Maret 2023. Namun, Pemkot Banjarmasin - Dinas PUPR & Dinas Perkim - masih belun menuntaskan pembebasan lahannya.
Kepala Dinas Perkim, Chandra Wijaya mengaku, memang ada beberapa dinamika yang terjadi terkait pembebasan lahan untuk normalisasi Sungai Veteran.
Proyek normalisasi Sungai Veteran tahap awal akan dikerjakan dari Simpang Sungai Ulin hingga Klenteng Soetji Nurani.
Sejatinya, para warga di sepanjang kawasan itu tak masalah. Karena memang hanya sedikit lahan mereka yang terkena pembebasan.
Kesepakatan pembebasan lahan yang cukup alot dan banyak terkena dampak adalah di Klenteng Soetji Nurani dan Taher Square.
"Prosesnya masih dalam tahap negosiasi," kata Chandra didampingi Kepala Bidang Pertanahan di Dinas Perkim Kota Banjarmasin, Rusni, Senin (30/1).
Lantas bagaimana dengan target Pemerintah Pusat yang meminta proyek segera dimulai pada Maret 2023?
"Proses pembebasan lahan bisa dilakukan sambil jalan. Tapi terlebih dahulu mengerjakan yang sudah dibebaskan," timpal Rusni.
Dikonfirmasi, pengurus Klenteng Soetji Nurani, mengaku sudah ikhlas jika 72 meter persegi lahan mereka digunakan untuk pengerjaan normalisasi Sungai Veteran.
"Kita sudah sepakat pada pertemuan akhir di Desember lalu," ungkap Kepala Bidang Organisasi Klenteng Soetji Nurani, Eriyadi.
Eriyadi membeberkan, sebelumnya lahan klenteng yang hendak dibebaskan, jauh lebih luas, yakni 200 meter.
Namun, ujung-ujungnya disepakati menjadi hanya 72 meter.
Tak hanya tanah, dampak dari proyek, Klenteng Soetji Nurani juga harus kehilangan bangunan serbagunanya.
Padahal, aula serbaguna itu biasanya dipakai untuk tempat beribadah warga Tionghoa setiap hari besar keagamaan.
Namun karena itu kebutuhan untuk pembangunan yang krusial, pihak klenteng lantas legawa.
"Dari Dinas PUPR kemarin menjelaskan di lahan kami ini akan jadi tempat untuk meletakkan mesin pompa air," terangnya.
Kendati demikian, menurutnya luas lahan yang dibebaskan itu masih belum final.
Pasalnya saat ini pihaknya masih mengajukan permohonan agar desain dari program NUFReP itu bisa ditinjau kembali.
"Dari lubuk hati kecil kami masih sangat berharap pengajuan kami bisa diterima. Jadi seandainya desain pembangunan itu bisa diubah maka tentu kami akan lebih senang. Tapi seandainya pun juga tidak bisa, segitulah lahan yang bisa kami berikan," ungkapnya.
Sebab, kata dia, jika melihat kebutuhan, lahan yang ada sebenarnya masih kurang untuk menampung umat beribadah.
Walaupun dengan kondisi seperti itu, Eri mengakui bahwa pihaknya sudah ikhlas menyerahkan lahan tersebut demi kepentingan masyarakat.
Keputusan itu dinilainya sebagai bukti dan contoh kecil kepada masyarakat lain agar mendukung program pembangunan di Kota Banjarmasin.
"Makanya agar penanganan banjir ini bisa tuntas, ada baiknya kita semua mentoleransi upaya ini. Supaya program pemkot bisa jalan, kita pun juga tidak dirugikan," ujarnya.
Ia berharap agar lahan yang sudah diberikan kepada pemko ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat umum.
"Kalau memang lahan yang kami sediakan ini bisa memberi manfaat bagi orang banyak, kami tidak keberatan. Tapi jika lahan ini tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, tentu kami sangat kecewa," pesannya.
Lantas bagaimana dengan pemilik lahan Taher Square?
Lahan Taher Square diketahui milik Rosehan NB. Mantan Wakil Gubernur Kalsel periode 2005-2010. Saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Kalsel.
Dilayangkan pertanyaan terkait proses pembebasan lahan, Rosehan hanya menjawab jika dirinya sedang berada di luar kota.
Di samping itu, belum tuntasnya pembebasan di dua lahan tersebut menjadi atensi anggota Komisi III DPRD Banjarmasin, Hendra.
Hendra mengaku sudah sejak lama mendorong pemkot untuk menuntaskan pembebasan lahan.
"Sudah lama kita usulkan. Saat ini waktu sudah mepet. Semoga kejadian seperti Pasar Batuah tidak terulang lagi," katanya.
Kendati demikian, Hendra bilang, sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan dinas terkait - Dinas PUPR & Dinas Perkim - terkait lelang proyek harus sudah dimulai sejak Januari atau Februari.
"Nah, kalau ini kan (pembebasan lahan Sungai Veteran, red) sudah lama, tapi memang tidak ada tim khusus yang mengerjakan," bebernya.
Maka dari itu, Hendra berharap, dinas terkait segera melakukan komunikasi kembali untuk mencari solusi terbaik terkait upaya pembebasan lahan Sungai Veteran.
"Coba duduk bersama membicarakan persoalan apa yang jadi kendala. Apakah karena harga atau lainnya. Maka untuk kebaikan bersama, selesaikanlah dengan baik," tuturnya.
Kemudian, ujar Hendra, dinas terkait juga bisa minta pendapat dengan anggota Komisi III DPRD Banjarmasin lainnya.
"Ayo kita jadwalkan rapat dengar pendapat. Kalau ada masalah terkait pembangunan krusial yang belum terselesaikan. Mari kita coba cari solusi bersama," ajaknya.
Normalisasi Sungai Veteran sendiri saat ini terkendala oleh belum tuntasnya pembebasan lahan.
Adapun lahan yang mesti dibebaskan adalah sebagian di Klenteng Soetji Nurani dan sisanya di Taher Square.
Pengelola Klenteng Soetji Nurani yang notabene adalah bangunan cagar budaya sendiri mengaku sudah legawa atas hal tersebut. Mereka mau menyerahkan sebagian lahannya untuk pembangunan Kota Banjarmasin.
Hanya pinta mereka, lahan tersebut dipergunakan sebaik-baiknya.
Sedang pengelola Taher Square yang belum sepakat. Lantas apa solusi Hendra?
"Ya dibicarakan baik-baik dulu. Coba duduk bersama. Jangan sampai ada yang dirugikan," tandasnya.
Proyek NUFReP adalah program dana hibah dari World Bank yang digarap oleh Direktorat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air – Kementerian PUPR dan didampingi Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah – Kementerian Dalam Negeri.
Total hibah yang didapat berjumlah USD 400.000.000 atau dikonversikan menjadi Rp6 triliun.
Program untuk normalisasi sungai ini diwacanakan dari tahun 2023-2027 untuk enam kota di Indonesia. Yakni, Bima (Nusa Tenggara Barat), Manado (Sulawesi Utara), Medan (Sumatera Utara), Banjarmasin (Kalsel), Semarang (Jawa Tengah) dan Ibukota Negara (IKN) Penajam Paser Utara-Kaltim. Jika dibagi rata, setiap kotanya mendapat Rp1 triliun dari dana tersebut.
Program penangkap banjir ini mencakup perencanaan investasi risiko banjir, investasi ketahanan banjir, penguatan kelembagaan dan manajemen pengetahuan, manajemen program dan dukungan implementasi.