bakabar.com, MARTAPURA - Enam kepala desa di Kabupaten Banjar menggeruduk Dinas Sosial. Mereka mempertanyakan dana rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni atau Rutilahu.
“Program ini tak tepat sasaran,” ujar salah satu Kepala Desa Lok Tunggul, Pengaron, Ja’far kepada bakabar.com.
Namun begitu, aksi Senin kemarin itu bak angin lalu bagi mereka. Belum ada tanggapan apapun dari Dinas Sosial Banjar.
Di Kecamatan Pengaron, ada empat desa yang terdampak banjir 1 Januari silam. Desa Jafar terdampak paling parah. "Di desa saya yaitu, ada dua rumah yang hancur lebur dihantam oleh banjir kala itu," jelasnya.
Sayangnya, kata Jafar, sejumlah desa di Pengaron yang tak terdampak banjir justru mendapat bantuan Rutilahu.
Jawaban Dinsos
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Banjar, H. Ahmadi angkat bicara. Rutilahu, kata dia, program regular pemerintah pusat lewat Kementerian Sosial (Kemensos).
"Jika terjadi musibah banjir atau tidak hal tersebut tidak ada masalah. Karena yang kami kerjakan ini regular," jelaskan kepada bakabar.com Kamis (15/7).
Terkait keluhan Jafar, Ahmadi mengatakan desa tak terdampak banjir namun justru mendapat bantuan lantaran mengajukan lebih dulu ke pihaknya untuk diteruskan ke Kemensos.
"Jadi sebelum bencana banjir terjadi, kami telah memasukkan data tersebut. Pengajuan ini kami lakukan 6 bulan lebih dahulu,” ujarnya.
Siapa cepat dia dapat. Yang lebih dahulu memasukkan proposal langsung mendapat bantuan.
“Kami langsung masukkan datanya, jadi nanti kami verifikasi lagi, apa bagaimana di lapangan, apa sudah tidak layak lagi mendapatkan atau bagaimana itu tergantung data di lapangan nanti," jelasnya.
Saat ini, Ahmadi tengah mengajukan kembali bantuan di 2022 mendatang. Selanjutnya berkaitan bantuan pascabanjir, Ahmadi mengatakan itu adalah bantuan Bantuan Bahan Rumah (BBR).
Yang mana dikeluarkan oleh Kementerian dan ditangani oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan dana Rp20 miliar.
Dijelaskan olehnya, cara kerja di Dinsos berbeda. Karena data yang dimasukkan sudah lebih dahulu serta yang disalurkan adalah regular.
"Tapi karena pada tahun ini berbarengan saja dengan bencana banjir yang tidak bisa kita tebak," tuturnya.
Ahmadi membeberkan sebelumnya pihaknya mendapatkan 500 lebih bantuan rumah, namun karena banjir menerjang, pihaknya kembali mengajukan 1000 rumah.
"Namun pagu dari Kemensos cuman 500 se-Kalimantan Selatan. Jadi kita hanya dapat 150 saja di Kabupaten Banjar. Karena di Kalsel sendiri yang tertimpa musibah banjir itu ada 11 kabupaten-kota," ungkapnya.
Guna menambah pengetahuan masyarakat terkait dengan bantuan Rutilahu tersebut, H Ahmadi memaparkan jika proses pengajuan tersebut, pembakal atau kepala desa telah diberikan waktu 2 hari untuk memasukkan data kepada pihaknya.
Data tersebut selanjutnya akan diverifikasi kembali dan akan dimasukkan ke dalam aplikasi Sistem Informasi Peridasi Data atau SIPERI.
"Dan ini sifatnya berkelompok, dalam satu kelompok itu ada 10, jadi berbeda dengan bantuan dari BPBD," bocornya.
Sebelum mengupload data yang telah didapat, pihaknya akan melakukan survei ke lapangan dengan waktu 4 hingga 5 hari.
Apabila dari hasil survei, dari 10 dalam satu kelompok ada yang bermasalah satu saja, maka akan hangus. “Misalkan saya contohkan, tanah yang diajukan bukan miliknya tapi milik orang lain, maka akan hangus ke-10nya itu," bebernya.
Berkaitan dengan hal ini, Ahmadi berharap agar para kepala desa bisa berkomitmen dan tegas dengan kelompoknya.
“Apabila ada yang tidak sesuai data, maka jangan dipertahankan. Karena akan merusak 9 yang lainnya dan dapat menggagalkan dapatnya bantuan,” ujarnya.
Diingatkan oleh H. Ahmadi jika bantuan tersebut tidak bisa berlapis, dimisalkan olehnya, seseorang telah mendapatkan bantuan dari Kemensos, kemudian ingin mendapatkan dari BPBD. “Itu tentu tidak bisa,” ujarnya.
Rutilahu sendiri, jelas Ahmadi, memiliki 7 sumber bantuan. Di antaranya bantuan dari APBD Kabupaten dengan dana Rp15 juta, kemudian dari APBD Provinsi dengan dana Rp25 juta, dari Baznas Rp15 juta namun dalam satu kecamatan hanya mendapatkan 1 dalam satu tahun.
Selain itu, dari Kemensos dengan dana Rp15 juta namun dengan 10 kelompok yang harus memiliki data yang valid, seterusnya ada dari Perkim dengan data Rp15 juta namun ada tambahan Rp 2 Juta untuk upah tukang bangunan.
Lanjutnya ada dari CSR dengan dana Rp17,5 Juta, dengan Rp2,5 juta untuk upah tukang, serta dari BPBD.
"Jadi apabila nantinya di desa ada yang berbeda dapat bantuannya maka jangan saling iri, semisal ada yang berbeda warna cat, itu karena bantuan yang disalurkan ke mereka berbeda-beda. Kami harap warga memakluminya, karena memang begitu sudah aturannya," imbaunya.