Hot Borneo

Peliknya Mengungkap Silsilah Demang Lehman kala Belanda Minta DNA

Belanda sejatinya bersedia mengembalikan tengkorak kepala laskar Perang Banjar, Demang Lehman.

Featured-Image
Demang Lehman sosok pemimpin dalam sejrah Perang Banjar. (Foto: dok. YPTD)

Oleh: Mansyur, S.Pd., M.Hum

Belanda sejatinya bersedia mengembalikan tengkorak kepala laskar Perang Banjar, Demang Lehman.

Dengan catatan menyerahkan hasil DNA keturunan Demang Lehman.

Ini tidak memungkinkan dan bahkan mustahil dilakukan.

Jangankan menelusuri keturunan, lokasi Demang Lehman dimakamkan pun belum bisa ditemukan sampai sekarang.

Terdapat catatan Berita Acara Vonis Demang Lehman maupun tulisan Meyners tentang wasiat Demang Lehman sebelum dihukum gantung di Lapangan (Alun Alun) Martapura pada 19 Ramadhan 1280 Hijriah (27 Februari 1864 M), sore hari.

Kemungkinan besar Demang Lehman dimakamkan di wilayah Martapura dan sekitarnya.

Dalam wasiatnya, Demang Lehman mengatakan bahwa dirinya jangan dilarang untuk meninggalkan Borneo (Kalimantan) selamanya, meskipun dia harus mati, dihukum mati dengan cara digantung.

Hanya saja dalam penelusuran beberapa arsip kolonial, belum didapatkan data di mana Demang Lehman atau Solehmah dimakamkan.

Sangat sulit menelusuri keberadaan keturunan Demang Lehman di Kalimantan Selatan untuk kemudian dilakukan pengecekan DNA.

Kalau dilihat dari sudut pandang historis pada waktu Demang Lehman menjalani masa penahanan menjelang eksekusi saja, tidak ada seorang pun keluarga atau pendukungnya yang menjenguknya atau sekedar mempertanyakannya.

Sebab penduduk sangat takut disangkutpautkan dengan Demang Lehman.

Demikian dituliskan wartawan Surat Kabar Sumatra Nieuws en Advertebtie Blad edisi 7 Mei 1864.

Pada sisi lain, sebelum Demang Lehman meninggal, dia hanya punya satu permintaan selain wasiatnya.

Permintaannya, proses pengurusan jenazahnya dan pemakamannya diurus istrinya. tapi sayang, hal tersebut tidak terealisasi.

Dari tulisan Meyners, karena sesuai data di awal, tiada ada satu keluarganya pun yang menyaksikannya dan tidak ada keluarga yang menyambut mayatnya.

Meyners hanya menuliskan setelah meninggal, jenazahnya tanpa dikebumikan (disalatkan) kemudian dimakamkan setelah dibawa dari Rumah Sakit di Martapura.

Dalam catatan arsip kolonial Belanda, Demang Lehman pada 1862-1863 tercatat memiliki putra bernama Gusti Djadin.

Pada sumber lain tertulis Demang Lehman memiliki dua istri.

Istri pertama belum ada sumber menuliskan namanya, sementara istri kedua bernama Ratuoe Atidja (Ratu Atidja).

Mertua Demang lehman bernama Pembakkal Koenoer (Pambakal Kunur) yang berdomisili di Pajukungan dan Alai.

Keberadaan Demang Lehman dengan istrinya terakhir sewaktu berada dalam pelarian
di gunung yang curam, Goenong Batu Poengoel atau Gunung Batu Punggul dekat Selelau di Batulicin.

Kalau diidentifikasi sekarang kemungkinan lokasi ini ada di wilayah Batoepangkat, Desa Sela Selilau, Kecamatan Karang Bintang, Kabupaten Tanah Bumbu.

Gunung ini memerlukan perjalanan sehari kecil dari Salelau.

Ketika blokade perjuangan Demang Lehman berlangsung beberapa hari, Demang Lehman dan istri serta empat pengikutnya turun gunung dan berangkat ke kampung Selelau, tempat dia menghuni sebuah rumah kosong.

Apakah memungkinkan untuk mencari keturunannya di Pajukungan dan Alai?

Ini cukup sulit karena kalau diurut dari tahun 1864 sejak dieksekusi, setidaknya beliau pasti sudah memiliki beberapa generasi yang tersebar di Kalsel. Perlu pencarian ekstra untuk menemukannya.

Pada sisi lain, berdasarkan penelitian kami dari Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM sejak beberapa tahun yang lalu, belum menemukan bukti tertulis berupa catatan silsilah keluarga Demang Lehman sampai sekarang.

Berimbas Terhadap Bilateral

Mansyur, S.Pd., M.Hum
Mansyur, S.Pd., M.Hum

Belanda menyebut bahwa pengembalian tengkorak Demang Lehman bisa berdampak terhadap bilateral hubungan kedua negara karena kejahatan perang masa lalu.

Diperkirakan kejahatan perang yang dimaksud oleh Belanda itu adalah eksekusi mati yang disertai pemotongan kepala.

Pada 27 Februari 1864, setelah serangkaian perlawanan yang melibatkan pengkhianatan dari rakyatnya sendiri, Demang Lehman yang memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya digantung oleh tentara Belanda.

Kepalanya dibawa ke Belanda, sedangkan sisa tubuhnya masih belum diketahui.

Sebenarnya upaya pemulangan tengkorak itu sudah dimulai sejak 2009 oleh Pemprov Kalsel.

Namun, jawaban yang diberikan Leiden kurang memuaskan.

Bagi masyarakat Kalsel, kembalinya tengkorak Demang Lehman bisa menjadi penghormatan tertinggi bagi martabat mereka.

Tengkorak tersebut melambangkan perjuangan melawan kekuasaan kolonial.

Bahkan lebih dari itu, bangsawan keturunan Banjarmasin ini juga ingin menghormati syuhada dengan mengadakan upacara pemakaman secara Islami bagi Demang Lehman.

Membiarkan bagian tubuh yang tersisa dikubur dengan tidak benar dianggap memalukan.

Di saat pemerintah merayakan kepulangan 1.500 artefak sejarah dari Belanda, masyarakat Kalsel masih harus menunggu pahlawan mereka dikembalikan ke rumah aslinya.

Pada umumnya aspirasi masyarakat Kalsel menginginkan kembalinya tengkorak Demang Lehman.

Kembalinya tengkorak tersebut berkaitan dengan upaya masyarakat untuk memberikan penguburan yang layak bagi kepala sang syahidin Demang Lehman.

Tengkorak kepala Demang Lehman bukan barang pajangan untuk ditonton, akan tetapi perlu dimakamkan dengan layak.

Beliau adalah pahlawan bagi urang Banjar dalam memperjuangkan kemerdekaan Banua dari cengkeraman penjajah.

Sudah sepantasnya dikuburkan di Taman Makam Pahlawan.

Keberadaan kepala Demang Lehman adalah sesuatu yang monumental yang nilainya sangat besar, dalam memelihara ingatan generasi muda kepada pahlawannya di masa lalu.

Pemakaman tengkorak kepala Demang Lehman sebagai upaya menjalankan ajaran Islam karena sosok almarhum menganut Islam.

Itu sebabnya, tengkorak Demang Lehman mestinya dimakamkan sesuai ajaran Islam dengan kembali ke tanah.

Bukan sebagai pajangan seperti yang sekarang ini. Tapi seharusnya dikuburkan agar sesuai dengan syariat ajaran agama Islam.

Walaupun demikian, masyarakat Indonesia dan Banjar khususnya tentu tidak perlu mengeluarkan ekspresi berlebih ketika tengkorak Demang Lehman dikembalikan.

Cukup dikembalikan, kita sudah bersyukur karena bisa menguburkan yang secara tidak langsung sudah menjalankan kewajiban sesuai ajaran agama Islam.

Tengkorak Demang Lehman nilai sejarahnya tinggi karena terkait sejarah identitas dari masyarakat yang bersangkutan sangat signifikan.

Kondisi lainnya, saat ini museum-museum di Eropa lagi refleksi diri atas barang-barang koleksi yang diambil lewat cara perang atau penjarahan.
Kemudian Belanda lagi kena krisis ekonomi sehingga sejumlah museum bangkrut atau gabung dengan museum lain untuk bisa bertahan.

Nah, benda-benda yang ada di dalam museum bangkrut inilah yang kemudian dipertimbangkan, apakah akan dijual, diberikan ke museum lain, atau dikembalikan ke Indonesia.

Secara umum yang menjadi kendala adalah diplomasi, sehingga beberapa kali upaya yang dilakukan beberapa pihak di Kalsel belum mendapatkan hasil maksimal.

Seperti yang dilakukan perwakilan dan kerabat Kesultanan Banjar.

Kesultanan pernah melakukan lobi ke museum di Belanda untuk pengembalian tengkorak Demang Lehman serta berlian juga barang-barang bersejarah lainnya Kesultanan Banjar.

Namun, permintaan itu belum dikabulkan dengan alasan karena saat ini secara resmi Kesultanan Banjar, sebagai pusat kekuasaan, sudah tidak ada.

Hal demikian tidak bisa karena dulu itu adalah milik kesultanan Banjar yang mana statusnya adalah sebuah negara.

Sementara sekarang ini negara Banjar sudah tidak ada lagi.

Upaya surat-menyurat, menurut keterangan pihak kesultanan juga sudah pernah dilakukan tapi tidak membuahkan hasil.

Pada sisi lain memang terdapat beberapa kepala daerah Kalsel sempat berusaha mengembalikan tengkorak kepala Demang Lehman, namun belum berhasil.

Di era kepemimpinan H Sahbirin Noor, rencana pemulangan tengkorak pria kelahiran Barabai tahun 1832 itu mengemuka kembali.

Bahkan, Gubernur yang akrab disapa Paman Birin itu, mulai menyusun beberapa langkah pengembalian tengkorak.

Salah satu langkah yang sudah dilaksanakan Gubernur Paman Birin untuk mengembalikan tengkorak, bekerja sama dengan sejarawan Belanda, Donald Tick.

Untuk mengembalikan tengkorak kepala Demang Lehman tersebut perlu kajian yang mendalam.
Atas dasar itu, pada awal 2020 dibentuk tim yang melibatkan cagar budaya dan permuseuman.

Selain itu, kendala lainnya, kekhawatiran pihak Kerajaan Belanda sangat wajar, karena konstelasi politik nasional juga bisa berimbas hubungan diplomatik kedua negara.

Ini belajar dari pengalaman saat Belanda mengembalikan tengkorak Raja Ghana, Badu Bonsu beberapa waktu lalu, membuat hubungan dua negara sempat terputus, karena situasi politik yang memanas di Ghana.

Hal semacam ini tak ingin terulang, karena hubungan Indonesia dengan Belanda sudah mesra, meski memiliki akar historis yang sangat kental.

Penulis merupakan Dosen Sejarah FKIP ULM sekaligus Sejarawan Kalimantan Selatan

Editor


Komentar
Banner
Banner