Kalsel

Pelaku Bawa 60 Tahil, Kasus Penganiayaan Pegiat Lingkungan Hidup di HST Selesai

apahabar.com, BARABAI – Upaya penyelesaian kasus secara hukum adat telah dipenuhi IRN, pelaku penganiaya pegiat lingkungan…

Featured-Image
Penandatanganan surat perjanjian oleh kedua belah pihak yang dilakukan secara hukum adat di Mapolsek BAS, Minggu (28/3). Foto-apahabar.com/Lazuardi

bakabar.com, BARABAI – Upaya penyelesaian kasus secara hukum adat telah dipenuhi IRN, pelaku penganiaya pegiat lingkungan hidup, M Kosim warga Batang Alai Timur (BAT) Hulu Sungai Tengah (HST).

Pihak IRN membayar sanksi adat sebanyak 60 Tahil atau uang tunai sebesar Rp72 juta.

Ritual adat dan kesepakatan kedua belah pihak difasilitasi oleh pihak Polsek Batang Alai Selatan (BAS) di aulanya, Minggu (28/3) petang.

Kedua belah pihak yang disaksikan anggota Polsek BAS, tokoh masyarakat dan Aliansi Masyatakat Adat Nusantara (AMAN) HST pun telah menandatangani surat perjanjian.

Ketua Adat se-BAT, Haris menyebutkan unsur-unsur hukum adat telah dilaksanakan. Kedua belah pihak sudah diikat dalam suatu perjanjian dalam hukum adat Meratus.

“Jadi permasalahannya sudah selesai. Semoga di antara kedua belah pihak saling ingat. Karena kuncinya apabila melanggar, hukum [perjanjian sesuai ritual-red] itu akan mengukum dirinya sendiri,” terang Haris usai memimpin ritual perjanjian di Mapolsek BAS.

Mengenai Tahil, jelas Haris dalam hukum adat sebenaranya suatu barang yang harus disediakan pelaku. Seperti piring malawen, tumba dan keris.

“Tapi sulit bahkan tidak ada lagi benda-benda seperti itu di zaman sekarang. Karena itulah kita sanksikan kepada rupiah,” kata Haris.

Tahil yang dibayarkan pelaku tadi, lanjut Haris tidak dipakai sendiri. Tapi 26 balai adat di BAT termasuk tokoh di dalam balai itu juga mendapatkan dananya.

“Itulah artinya hukum adat. Tidak diapakai untuk pribadi. Kalau dipakai pribadi bukan hukum adat,” tandas Hakim.

Baik Kosim maupun IRN sepakat menjalin tali silaturahmi. Keduanya menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran ke depannya.

“Saya lebih tua jadi saya anggap IRN sebagai adik. Semua ini ada hikmahnya,” kata Kosim.

“Saya juga menganggap Kosim sebagai saudara. Dia kakak saya,” timpal IRN

Sebelumnya, Kosim kedatangan tamu di rumahnya Desa Hinas Kiri BAT, Minggu (21/3).

Salah satu dari tiga pria yang belakangan diketahui adalah IRN marah hingga melakukan penyerangan secara fisik. Pelaku disebut juga mengancam Kosim.

“Sekitar pukul 15.30 waktu itu, tiba-tiba datang dan menyerang saya,” kata Kosim saat ditemui bakabar.com di Mapolsek BAS melaporkan kejadian itu, Senin (22/3) malam.

Wakil Ketua KTNA HST ini menduga, aksi kekerasan fisik yang dilakukan oleh orang tadi berkaitan dengan penambangan Andesit di wilayah Meratus Desa Tandilang.

“Kelihatannya begitu. Soalnya dia marah-marah mengenai apa yang saya suarakan [mengancam kelestarian lingkungan di Meratus BAT-red] ,” timpal Kosim.

Lantas, kasus tersebut dibawa secara hukum adat Meratus. Mediasi dan musyawarah difasilitasi Polsek BAS pada Jumat (26/3/2021).

Masyarakat adat di Meratus BAT memberlakukan sanksi adat bagi masyarkat yang dianggap mengganggu ketenteraman kehidupan di BAT.

Hasilnya, pelaku dikenai sanksi adat dengan membayar 60 Tahil. Per Tahil senilai Rp1,2 juta.

Tahil sendiri merupakan ritual piduduk yang merupakan sanksi adat bagi warga yang masuk ke wilayah mereka dan menyakiti warga Meratus di BAT.

Setelah semua dipenuhi pelaku, kasus penganiayaan terhadap Kosim dianggap selesai.

“Nanti hari Ahad akan kita gelar proses adatnya. Jadi ada ritual dan harus ada piduduk,” terang Kepala Adat BAT, Haris.

Kosim menghargai hukum adat yang berlaku. Ia berharap setelah selesai hukum adat dilaksanakan, tidak ada pihak yang dirugikan.

“Semoga ke depannya baik-baik saja, saling menghargai satu sama lain. Saya terima saja jika ditangani dengan hukum adat,” pungkas Kosim.

IRN sendiri meminta tenggang waktu. Dia akan segera memenuhi segala persyaratan dan sanksi adat.

“Kami tampung dulu dan minta tempo waktu selama 2 hari,” tegas IRN.



Komentar
Banner
Banner