bakabar.com, BANJARMASIN – Dalam sepekan ini, banjir terparah dalam sejarah Kalimantan Selatan melanda warga.
Bagaimana tidak, sampai hari ini banjir membuat 112.709 warga di Kalsel mengungsi. Sebanyak 27.111 rumah di delapan dari 13 daerah di Kalsel terendam. Terparah di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dan Kabupaten Banjar.
Bahkan, di Kabupaten HST, Banjarbaru, Banjar, dan Tanah Laut, banjir merenggut lebih dari 5 nyawa warga. Penemuan mayat terbaru terjadi di Kampung Melayu Ilir, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Minggu (17/1) pagi.
Jokowi Telepon Gubernur Soal Banjir Kalsel, Gak Kebalik Pak?
Di tengah duka akibat banjir, kabar kurang baik didapat para aktivis lingkungan hidup Kalsel.PT Mantimin Coal Mining (MCM) mengancam lagi. Mereka kembali ngotot meminta izin untuk menambang di Pegunungan Meratus.
Hal tersebut tertuang dalam proses peninjauan kembali (PK) yang diajukan PT MCM. PK guna meraih izin operasi produksi batu bara di 3 kabupaten, yakni Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah atas keputusan kasasi yang memenangkan gugatan Walhi terkait Surat Keputusan (SK) Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang penyesuaian tahap kegiatan PKP2B PT MCM menjadi tahap kegiatan operasi produksi. Namun sampai saat ini proses PK masih dalam proses pemeriksaan oleh MA. Permohonan PK dimasukkan MCM kePengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 04 Januari 2021.
Namun demikian, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel tak tinggal diam. Mereka langsung mencoba untuk menjegal usaha dari PT MCM tersebut.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
“Sudah kita gugat,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada apababar.com, Minggu (17/1).
Pria berambut panjang itu berharap, kali ini Mahkamah Agung (MA) kembali memenangkan gugatan Walhi Kalsel.
“Semoga MA masih tetap memenangkan gugatan kami dan gerakan #SaveMeratus dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa merestui perjuangan kita,” katanya.
Ia juga mengajak masyarakat Kalsel, terutama yang peduli akan lingkungan untuk bersama-sama menyatukan kekuatan dalam hal menolak izin tambang PT MCM.
“Dengan adanya bencana banjir ini bukan hanya kami masyarakat Meratus yang dirugikan. Tetapi seluruh masyarakat banua yang terkena musibah banjir. Dengan bersatunya masyarakat menolak PT MCM berarti kita menghindari musibah di masa akan datang,” ajak Kiss, begitu ia akrab disapa.
Serupa, Pengamat Lingkungan Hidup, Drs Hamdi turut mendukung gugatan Walhi Kalsel. Menurutnya menjaga Meratus merupakan harga mati bagi warga Kalsel.
“Kita semua harus menolak dan harus mempertahankan Meratus untuk tidak dieksploitasi,” katanya
Dari Banjarmasin, menginjak hari keempat, ketinggian air tak juga menurun. Malah naik. Meski tidak ada turun hujan. Kondisi air laut masih pasang. Ada air kiriman dari hulu.
“Malam tadi selain pasang tinggi juga kiriman air dari hulu dan daerah tetangga sudah mengisi ke sungai-sungai kita,” ujar Kabid Sungai Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Dispupr) Kota Banjarmasin Hizbulwathoni, dilansir Antara.
Kota Banjarmasin berada di paling hilir Sungai Martapura, hingga ketika sungai-sungai meluap, air turun ke pemukiman warga hingga banjir makin tinggi.
Dari Barabai, pusat daripada Kabupaten Hulu Sungai Tengah, benteng terakhir pegunungan Meratus itu lumpuh total diterjang banjir.
Ketinggian air sepaha hingga sepinggang orang dewasa. Di kantor bupati HST, air masih setinggi lutut orang dewasa, setidaknya sampai dini hari tadi.
Di HST, kawasan perkotaan bak kota mati. Listrik padam. Warga mengungsi di kantor-kantor pemerintahan, dan posko induk di Stadion Murakarta.
Akses jalan terendam akibat terjangan air dari hulu Pegunungan Meratus. Sungai Hantakan meluap. Suplai air PDAM praktis terhenti.
Banyak warga yang belum dievakuasi. Mereka yang terjebak terpaksa tinggal di atas rumah. Kekurangan logistik.
Awal 2020 silam, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang dilayangkan terkait rencana penambangan PT MCM di Pegunungan Meratus.
Objek yang digugat adalah Surat Keputusan (SK) Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang penyesuaian tahap kegiatan PKP2B PT MCM menjadi tahap kegiatan operasi produksi.
Walhi juga melakukan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Walhasil, tak jauh dari upaya pertama. PTTUN Jakarta menolak banding Walhi tersebut.
Perjuangan terus berlanjut, Walhi pun mendaftarkan Kasasi ke Mahkamah Agung sebagai standar konstitusional. Kasasi akhirnya dikabulkan 15 Oktober 2019.
MA menyatakan SK terkait MCM tidak sah. MA juga mewajibkan Menteri ESDM dan MCM untuk mencabut keputusan tata usaha negara itu. Juga membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini.
Menginjak September 2019, Meratus sebagai ‘Atap’ daripada Bumi Lambung Mangkurat itu kembali terancam ditambang.
Beredar fotokopi Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Tahap Pembangunan Tahun 2020 milik PT MCM.
Di lembar itu tertulis jelas alamat lokasi proyek di Hulu Sungai Tengah (HST), satu-satunya kabupaten di Kalsel yang belum terjamah tambang batu bara atau sawit.
Wakil Bupati HST, Berry Nahdian Forqan bilang tidak menutup kemungkinan PT MCM bisa melakukan aktivitas tertentu. Sebab dalam putusan MA, yang dikabulkan itu terkait izin produksi bukan izin konsesi.
BREAKING NEWS: Menteri Basuki Blusukan ke Mataraman Pantau Jembatan Putus
Berry menegaskan posisi Pemkab sedari awal menyetujui usulan masyarakat dan para aktivis lingkungan: HST bebas dari pertambangan batu bara dan sawit.
“Kita mempertimbangkan aspek sosial dari masyarakat. Kita juga mempertimbangkan aspek lingkungan karena ini (pertambangan dan sawit) mengancam kondisi lingkungan dan berdampak pada berbagai program strategis pertanian yang ingin kita bangun di mana membutuhkan tata kelola SDA yang bagus,” tegas eks Direktur Eksekutif Walhi Nasional ini kepada bakabar.com.
Para aktivis dan pemerintah kuatir operasional tambang baru bara menyebabkan kerusakan lingkungan dan kesulitan bagi warga.
Sekitar 56% area PKP2B perusahaan tambang PT MCM berada di bentang alam karst yang berfungsi sebagai penyalur dan penampungan air pegunungan dalam pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat sekitar.
Wilayah konsesi tambang juga tumpang tindih dengan hutan kelola masyarakat, yakni, hutan desa di Hulu Sungai Tengah yang secara resmi memiliki SK hak pengelolaan Hutan Desa (HPHD) Nateh Nomor 2326 tertanggal 21 April 2017.