bakabar.com, MARTAPURA – Pangeran Khairul Saleh menanggapi viralnya aksi pembubaran sekelompok massa di Banjarmasin. Massa itu berencana menggugat Gubernur Sahbirin Noor akibat Banjir di Kalimantan Selatan.
Peristiwa tersebut terjadi di Taman Siring Nol Kilometer Banjarmasin, Senin 1 Februari 2021. Dalam video, tampak puluhan orang berkumpul untuk menyampaikan orasi.
Sejurus kemudian mereka diadang oleh sejumlah orang, salah satu di antaranya adalah Puar Junaidi, politikus Partai Golkar.
Pangeran Khairul Saleh memastikan gugatan class action merupakan hak masyarakat. Namun, lanjutnya, warga juga harus menyadari bahwa banjir besar di Kalsel ini tak sepenuhnya kesalahan pemerintah.
"Dulu, tahun 1928 juga pernah banjir seperti ini," ujar Khairul Saleh usai menyerahkan paket bantuan banjir di Martapura Barat, Kamis (4/2) siang.
"Banjir kali ini memang global, kemarin Thailand, Kuala Lumpur, Singapura, Indonesia, Kalimantan Selatan dalam hal ini," sambung politikus PAN itu.
Eks bupati Banjar dua periode itu juga mengakui bahwa tata kelola kehutanan termasuk pertambangan harus dibenahi ke depannya.
"Jadi jangan sepenuhnyalah (kesalahan) kepada pemerintah. Memang pemerintah ada kekurangan-kekurangan, tapi kita juga harus melihat pemerintah juga sudah berupaya. Class action silakan, tidak ada masalah," tandas Khairul Saleh.
Disinggung terkait upaya pemerintah dalam penanganan banjir ke depannya, Khairul Saleh mengatakan hal tersebut sudah menjadi sorotan Presiden Joko Widodo. Ia menilai pemerintah cukup serius berupaya memulihkan kondisi pascabanjir.
"Melalui instansi terkait, beliau (Presiden) membantu infrastruktur yang rusak akibat banjir. Pemerintah akan hadir membantu masyarakat Kalimantan Selatan," pungkas Khairul Saleh.
Sementara, ditemui di kediamannya, Desmond Mahesa anggota Komisi III DPR lainnya menolak untuk bicara seputar gugatan class action atas banjir Kalsel. Politikus Gerindra asal Kalsel itu memilih bungkam.
“Enggak ada wawancara. Hari ini yang mimpin Pangeran, esok saya,” ujar Desmond.
Untuk diketahui, sejumlah advokat siap melayangkan gugatan perwakilan kelompok kepada Pemprov Kalsel, dalam hal ini Gubernur Sahbirin Noor.
Pemprov Kalsel dinilai lalai karena tak mengeluarkan peringatan dini atau early warning system (EWS) saat hujan lebat, 9-13 Januari lalu. Pemprov sejatinya memiliki delapan alat EWS bahaya banjir yang dipasang di 6 kabupaten pada 2019 lalu.
Delapan EWS ini berada di Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, dan Banjar. Masing-masing satu unit. Sedangkan, di Hulu Sungai Utara dan Tanah Bumbu dua unit.
Pemprov bakal digugat terkait kerugian yang diderita para korban akibat banjir terparah sepanjang sejarah Kalsel ini. Baik dari segi material maupun immaterial.
Mengacu data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan dengan intensitas tinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor Banjarmasin pada periode itu, berturut-turut 125 milimeter (mm), 30 mm, 35 mm, 51 mm, 249 mm, dan 131 mm. Intensitas itu disebut sebagai yang tertinggi dalam catatan sejarah.
Dibanjiri Pengadu
Memasuki hari keempat, Posko Pengaduan Tim Advokasi Korban Banjir Kalsel untuk gugatan Class Action terus dibanjiri pelapor, Kamis (4/2).
Sedikitnya, 17 warga sudah melapor atau berkonsultasi ke posko yang bertempat Jalan Brigjen H Hasan Basry, Nomor 37, Alalak Utara, Banjarmasin Utara, tepatnya di kantor Borneo Law Firm ini.
Belasan warga ini melaporkan seputar kerugian yang mereka derita akibat banjir Kalsel. Sejumlah bukti-bukti kerugian yang dialami para korban disampaikan ke posko ini.
Di mana laporan ini merupakan tahapan untuk pelimpahan kuasa dari para korban kepada tim advokat.
“Yang konsultasi data sampai pagi ini sudah 17 orang,” ujar Direktur Borneo Law Firm, Muhamad Pazri kepada bakabar.com. Posko akan dibuka hingga 14 Februari mendatang.
Terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mendukung penuh langkah warga menggugat pemerintah atas kelalaian banjir Kalsel.
“Silakan warga menggugat. Semakin banyak yang menggugat, berarti semakin banyak yang sadar hukum. Pemerintah harus bertanggung jawab atas kerusakan daripada bencana ekologis ini,” jelas Kisworo kepada bakabar.com, Selasa sore.
Walhi, kata Kisworo, siap bergabung dengan gerakan class action untuk menggugat banjir Kalsel ini setelah tanggap darurat.
Saat ini Walhi masih terfokus mendistribusikan bantuan kepada para korban banjir di enam daerah, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Banjar, Tanah Laut, Barito Kuala, Kota Banjarmasin, dan Banjarbaru.
“Posko induk kami di kantor Walhi Kalsel masih jalan. Saat ini, masih ada kaum rentan yang menjadi korban banjir, lansia, ibu, difabel hingga bayi yang membutuhkan obat-obatan, selimut, susu, hingga buku sekolah,” ujar Kisworo.
Viral Pembubaran Massa Class Action Banjir Kalsel, “Ada yang Mau Menjatuhkan Pemerintah”
Berkaca dari pembubaran sejumlah massa aksi di Taman Nol Kilometer oleh sekelompok massa lainnya, Kisworo meminta Polda Kalsel segera turun tangan.
“Kapolri dan kapolda harus turun tangan menjamin hak masyarakat mencari keadilan terpenuhi. Kapolda harus menjamin keamanan, dan keselamatan para aktivis, advokat, dan korban banjir itu sendiri dari segala macam bentuk intimidasi,” ujar Kisworo.
Lebih jauh, Kisworo tetap pada pendiriannya. Bahwa pemerintah harus segera mengevaluasi dan mengaudit perizinan industri ekstraktif, menghentikan izin baru, penegakan hukum terutama terhadap perusak lingkungan, perbaikan atau pemulihan kerusakan lingkungan termasuk sungai, dan drainase.
Kemudian, mengevaluasi rencana tata ruang dan wilayah (RTRW), RPJM yang pro-keselamatan rakyat dan lingkungan serta mampu menghilangkan bencana ekologis.
Termasuk, memastikan keselamatan rakyat dan berupaya bencana banjir tidak terulang lagi dan pemerintah jangan gagap lagi dalam mitigasi bencana.
Catatan Walhi, Kalimantan Selatan punya luas 3,7 juta hektare yang terdiri dari 13 kabupaten/kota. Namun seluas 50 persen dari 3,7 juta hektare wilayah Kalsel sudah dibebani izin industri ekstraktif. Yakni tambang 33 persen dan perkebunan kelapa sawit 17 persen.
“Itu belum termasuk HTI [hutan tanaman industri, dan HPH [Hak penguasaan hutan],” ujar Kisworo.
Viral Video Pembubaran
Video pembubaran sekelompok massa yang menggugat Gubernur Sahbirin Noor akibat banjir Kalimantan Selatan viral di media sosial.
Ribut-ribut pembubaran aksi tersebut menyentak perhatian para pengguna jalan, dan warga di Taman Siring Nol Kilometer, Senin (1/2) pagi.
Dalam video, puluhan orang berkumpul untuk menyampaikan orasinya kemudian diadang oleh sejumlah orang. Salah satunya adalah Puar Junaidi.
“Kita dibubarkan orang,” kata perwakilan massa aksi dari Kelompok Pemerhati Aparatur Pemerintah dan Parlemen, Aliansyah dihubungi media ini.
Dikonfirmasi terpisah, Puar Junaidi merasa pembubaran perlu dilakukan. Pihaknya tak terima, massa LSM itu mengatasnamakan masyarakat untuk menyoal banjir di Kalsel. Puar memandang banjir sebagai bencana alam. Artinya, tak seorang pun menghendakinya, termasuk Gubernur Sahbirin.
“Saya ini mewakili masyarakat yang dijual oleh para LSM itu. Sepanjang itu untuk kebenaran dan kebaikan masyarakat, akan kita dukung. Tapi kalau masalah banjir lalu mereka menyalahkan orang lain, itu penzaliman namanya. Saya tanyakan kepada mereka, siapa yang bisa menghentikan hujan, banjir ini kan akibat hujan 4 hari berturut-turut. Lalu tujuan gugatannya apa?” kata kader senior Golkar Kalsel tersebut.
“Artinya janganlah saat semua sedang menderita, malah diprovokasi. Saya juga tanyakan pada mereka, apa yang sudah dilakukan untuk masyarakat? Jadi maksudnya apa, tidak ada yang bisa jawab. Jadi kita suruh bubar saja,” sambungnya lagi.
Puar bilang jika para LSM memiliki solusi untuk mengatasi banjir di Kalsel ada baiknya untuk duduk bersama dalam sebuah forum dan bertukar pemikiran.
“Solusi yang mereka miliki, lebih baik sampaikan dalam sebuah acara. Jangan malah hanya bisa menuding orang yang sudah bekerja susah payah (pemerintah),” katanya.
Puar juga menepis tuduhan LSM soal pemerintahan di bawah Sahbirin Noor tidak demokratis.
“Yang dimaksudnya tak demokratis itu dalam hal apa? Kalau dia menyampaikan solusi itu baru demokratis. Tapi kalau hanya menyalahkan, ini kan bencana alam, siapa yang bisa menghentikannya. Jangan hal-hal seperti ini dibawa ke ranah politik,” katanya.
Sejauh ini, menurutnya pemerintah telah berupaya keras untuk bekerja siang-malam menyalurkan bantuan untuk korban banjir di Kalsel.
“Sementara mereka bisa apa? Pemerintah telah bekerja susah payah untuk memberikan bantuan,” katanya.
Terlepas dari itu, Puar menegaskan, kalau aksinya membubarkan massa LSM, tidak diperintah oleh siapa pun.
“Pribadi saya tergerak sebagai masyarakat yang keluarganya juga turut terdampak banjir untuk mencegah aksi para LSM itu. Agar mereka tidak menyeret persoalan banjir ini ke ranah politik. Saya mewakili masyarakat tidak pernah merasa memberikan kuasa kepada LSM dan lembaga bantuan hukum mana pun itu untuk melakukan gugatan kepada pemerintah. Saya keberatan,” katanya.
Sebaliknya, Puar menuding kalau aksi para LSM dan P3HI ditunggangi oleh seseorang yang hendak menjatuhkan Paman Birin atau Sahbirin Noor.
“Saya tahu betul Aspihani Idris (Ketua P3HI) itu dan siapa yang menyuruhnya. Sekali lagi, andai aksi ini sesuai dengan konstitusi dan berada di rel yang benar kita akan mendukung,” tutupnya.
Perwakilan Perkumpulan Pengacara Penasihat Hukum Indonesia (P3HI), Hindarno menilai pembubaran pagi tadi hanya miskomunikasi.
P3HI sendiri perkumpulan advokat yang ikut mendukung langkah LSM untuk menggugat Sahbirin Noor ke PN Banjarmasin.
“Harusnya koordinator LSM bisa menjelaskan, kalau aksi itu resmi, sudah ada pemberitahuan ke Polda Kalsel dan hanya untuk serah terima surat gugatan,” sesalnya.
Kendati demikian, Aliansyah salah satu massa aksi bilang pihaknya tetap akan bersikeras melayangkan surat gugatan terhadap Sahbirin Noor ke Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin.
“Besok, Selasa (2/2) bukti-bukti di-leges di Kantor Pos,” katanya.
Aliansyah mengatakan masyarakat yang mengadu sebagai korban banjir Kalsel akan diarahkan ke tim kuasa hukum.
“Surat kuasanya sudah, tinggal didaftarkan dengan tim hukum. Hari ini, atau esok, itu urusan pengacara yang mendaftarkan,” ucap Ali di ujung telepon.
Ali mencoba meluruskan bahwa LSM dalam hal gugatan class action ini hanya bertindak mendampingi, dan ikut mengarahkan.
Lebih jauh, Ali menyayangkan aksi pembubaran tersebut. Seharusnya, pihak mana pun yang pro-pemerintah mendukung setiap upaya warga mencari keadilan.
Dari adanya gugatan warga, Ali berharap perusahaan-perusahaan yang dituding sebagai biang kerok banjir Kalsel ikut mengganti rugi para korban.
“Ini kami juga digugat masyarakat, supaya sungai dibersihkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Ali mengatakan ratusan LSM di Kalsel siap melayangkan gugatan kepada Sahbirin Noor selaku Gubernur Kalsel akibat banjir yang melanda Kalsel dua pekan belakangan.
Gugatan ini dilatarbelakangi oleh kerugian sangat besar saat banjir melanda. Tim Reaksi Cepat Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperkirakan kerugian banjir Kalsel mencapai Rp 1,349 triliun.
“Gugatan ini dibantu oleh 50 advokat dari P3HI,” ujar Ali.
Dilengkapi oleh Syahbani