bakabar.com, BANJARBARU - Banyak yang meyakini status tersangka Sahbirin Noor akan memengaruhi pencalonan Hj Raudatul Jannah atau Acil Odah di Pilkada Kalimantan Selatan 2024. Benar demikian?
Sahbirin yang tidak lain suami Acil Odah dan sekaligus Gubernur Kalsel, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Banyak yang berspekulasi bahwa pencalonan Raudatul Jannah akan terganggu. Terlebih Sahbirin atau Paman Birin juga Ketua DPD Partai Golkar Kalsel yang ikut mengusung Acil Odah sebagai calon gubernur.
Pun dalam pandangan pengamat politik dan kebijakan publik, MS Shiddiq, menuturkan peta perpolitikan di Pilkada Kalsel sedikit berubah. Terlebih pemungutan suara akan berlangsung 27 November mendatang.
"Harus diakui Sahbirin mempunyai pengaruh besar, baik dalam menciptakan dukungan elektoral, terutama karena telah membangun jejaring politik hingga kekuasaan selama menjabat," jelas Shiddiq.
Makanya OTT KPK kepada empat pejabat di Dinas PUPR Kalsel hingga menyeret nama Paman Birin, bisa saja merusak citra politik keluarga dan jaringan kekuasaan.
"Ketika tokoh sentral dalam jejaring politik menghadapi kasus hukum, dimungkinkan pergeseran dukungan dari berbagai lapisan masyarakat, terutama kalangan pemilih yang lebih kritis terhadap isu korupsi," tukas Shiddiq.
Efek dari situasi, Shiddiq memperkirakan akan terjadi penurunan kepercayaan publik terhadap calon-calon yang memiliki keterkaitan dengan Paman Birin, termasuk pencalonan Acil Odah.
"Lawan politik dipastikan bisa dan akan memanfaatkan situasi untuk menyerang kredibilitas keluarga, serta memanipulasi persepsi publik bahwa terdapat dinasti politik yang rawan penyalahgunaan kekuasaan," tegas Shiddiq.
Kemudian dukungan dari partai politik atau koalisi yang sebelumnya solid di belakang Paman Birin, juga dinilai bisa goyah. Artinya peluang Acil Odah untuk memenangkan pilkada akan bergantung kepada beberapa faktor.
"Antara lain pengelolaan krisis dan strategi komunikasi dengan merespons kasus Paman Birin menggunakan strategi komunikasi efektif," papar Shiddiq yang juga peneliti senior CIDES Institute.
"Seperti menegaskan jarak politik dengan kasus tersebut atau menunjukkan bahwa Acih Odah memiliki rekam jejak politik independen. Dengan cara ini, peluang mungkin tetap terbuka," tambahnya.
Pun kasus tersebut juga bisa menjadi modal sosial dan emosional Acil Odah. Salah satunya membangun empati masyarakat, terutama dengan menggambarkan diri sebagai korban dari situasi.
Namun menggunakan taktik terakhir memiliki banyak risiko, karena juga dapat memicu kontra-narasi dari lawan politik yang menuduh Acil Odah sebagai bagian dari dinasti korup.
"Faktor lain yang penting adalah kekuatan mesin partai. Kalau dukungan dari partai pengusung tetap solid, mesin partai mungkin masih bisa dimobilisasi untuk menggerakkan dukungan, terutama di basis tradisional," tutup Shiddiq.