bakabar.com, BANJARMASIN – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalimantan Selatan buka suara soal pemberian izin investasi minuman keras (miras) pada sejumlah daerah di Indonesia.
“Pertama yang mengonsumsi, membeli, menjual dan membuat regulasi itu haram,” ucap Plt. Ketua PWNU Kalsel, Nasrullah AR kepada bakabar.com, Minggu (28/2) siang.
Dia menduga ada pihak yang sengaja memberikan informasi ini kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehingga regulasi tersebut disahkan.
“Padahal presiden adalah Islam sejati,” katanya.
“Ada pembisik presiden dari kalangan kapitalis yang hanya mementingkan investasi. Kalau melegalkan aturan itu, jelas hukumnya haram,” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Cholil Nafis menegaskan melegalkan investasi miras hukumnya haram.
"Termasuk yang melegalkan investasi miras itu sama dengan mendukung beredarnya miras maka hukumnya haram," tegas Cholil dilansir Okezone.com, Minggu (28/2).
Cholil mengungkapkan, negara harus melarang beredarnya miras apalagi investasinya juga harus dilarang.
"Jika negara ini harus melarang beredarnya miras, maka apalagi investasinya juga harus dilarang," cetusnya.
Bahkan, tegas Cholil, tidak ada alasan menjadikan melegalkan investasi serta peredaran miras dengan alasan budaya atau kearifan lokal setempat.
"Tak ada alasan karena kearifan lokal kemudian malah melegalkan dalam investasi miras," tandasnya.
Sekedar diketahui, kebijakan itu termaktub dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.
Sebelum diputuskan sebagai daftar positif investasi (DPI), industri miras masuk dalam kategori bidang usaha tertutup.Sementara dalam Lampiran III Perpres 10/2021, pemerintah sejatinya mengatur beberapa poin penting terkait miras.
Pertama, definisi industri minuman keras adalah alkohol yang berbahan anggur.
Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Syaratnya, investasi hanya dilakukan di empat provinsi. Empat provinsi tersebut di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal setempat.
Penanaman modal di empat provinsi tersebut ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan Gubernur.
Selanjutnya, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol hanya dapat diperjualbelikan secara eceran (kaki lima) dengan jaringan distribusi dan tempat yang disediakan secara khusus.
Poin utama terakhir terkait industri miras masuk dalam bidang usaha yang dapat diusahakan oleh investor asing, investor domestik, hingga koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Namun untuk investasi asing, hanya dapat melakukan kegiatan usahanya dalam skala usaha besar dengan nilai investasi lebih dari Rp 10 miliar di luar tanah dan bangunan. Selain itu, investor asing wajib berbentuk perseroan terbatas (PT) berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.