bakabar.com, BANJARMASIN – Dituduh merampas aset hingga ratusan juta rupiah, tiga anggota Polda Kalsel resmi dipolisikan. Dua perwira menengah, dan satu berpangkat bintara.
Lebih rinci, pelapornya adalah YL warga Banjarmasin Selatan. Sementara terlapor AKBP AB, Kompol DH, dan Aipda IR.
Laporan dugaan tindak pidana perampasan itu dilayangkan YL pada Kamis 25 Agustus 2022 ke Polda Kalsel.
“Yang kami laporkan 3, tapi tidak menutup kemungkinan ada terlapor lain,” ujar Kuasa Hukum YL, Muhammad Isrof Pahrani, Rabu (30/8).
Ketiganya dilaporkan terkait dugaan tindak pidana perampasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 368 KUHP.
Laporan dugaan tindak pidana ini buntut dari laporan YL sebelumnya. Di mana ketiga oknum polisi itu dilaporkan ke Propam Polda Kalsel terkait dugaan pelanggaran prosedur.
Baca juga: 3 Personel Polda Kalsel Dituduh Melakukan PerampasanBaca juga: IPW Sorot Skandal AKBP AB Dkk Baca juga: Surat Sakti Kasus AKBP AB Dkk Mencuat
Pasalnya, barang berharga serta aset-aset bernilai ratusan juta rupiah milik YL diambil saat ia tersandung kepemilikan senjata tajam. Dugaan perampasan kala itu terjadi di kantor PT PSP pada 6 Juli 2021 silam.
Ketika itu YL diundang oleh atasannya. Namun ternyata di kantor sudah ada Kompol DH, AKBP AB, dan Aipda IR. Ketiganya menggeledah YL diduga tanpa surat tugas. Meski, mereka mengaku sedang melaksanakan penyelidikan.
Saat digeledah ditemukan senjata tajam. YL pun digiring ketiganya. Yang jadi soal, barang-barang yang tak berkaitan dengan kasus kepemilikan senjata tajam turut disita mereka.
Mulai dari dua sertifikat tanah, Toyota Hard Top, Toyota Dyna Engkel beserta BPKB dan STNK, 2 motor Ninja 150 cc beserta BPKP dan STNK, 3 kartu kredit Bank BNI dan satu Bank Mega, hingga uang di rekening bank senilai Rp61 juta, serta sejumlah buku tabungan.
Di sisi lain, proses sidang etik Kompol DH masih berjalan di Polresta Banjarmasin saat ini. Sementara sidang etik AKBP AB dan Aipda IR dijadwalkan digelar 31 Agustus 2022 mendatang.
Teranyar, dalam sidang etik Kompol DH mencuat soal ‘surat sakti’. Surat tersebut merupakan pernyataan YL terkait penyerahan tiga telepon genggam miliknya.
Belakang surat pernyataan itu diragukan kesahihannya. YL tak pernah merasa menandatanganinya. Hari dan tanggal pembuatan surat tak pun sesuai.
Isrof menyebut atas adanya kejanggalan-kejanggaan itu pun membuka peluang untuk pihaknya kembali melaporkan seseorang dari perusahaan yang diduga turut terlibat dalam pemalsuan surat tersebut.
“Kalau memang terlibat tidak menutup kemungkinan jadi terlapor juga,” beber Isrof.
Soal Utang Piutang
Dari informasi yang didapat media ini, kasus dugaan perampasan itu berawal dari soal utang piutang antara YL dengan PT PSP.
Media ini juga mendapat surat pernyataan yang dibuat YL tertanggal 8 Oktober 2020. Dalam surat bermaterai itu, YL mengaku telah mengambil uang dari perusahaan senilai Rp3,2 miliar lebih.
Di situ YL berjanji akan membayar utang dalam tenggat waktu tiga bulan sejak surat pernyataan itu dibuat. Ia juga bersedia menyerahkan seluruh aset berupa tanah senilai utang sebagai jaminan.
Selain itu, jika tak bisa membayar YL pun siap untuk dipidana. Lantas benarkah YL punya utang di PT PSP? Isrof pun membantah.
“Tidak benar, itu bukan utang tapi pertanggungjawaban uang perusahaan PT. Gemilang Berkat Sejati di Sebamban yang diserahkan ke kepada klien kami, dan kami memiliki bukti lengkap terkait pertanggungjawaban uang tersebut digunakan untuk apa saja,” kata Isrof.
Menurutnya, pernyataan itu dibuat sebelum ada hasil audit. Dan sampai sekarang tak ada hasil audit eksternal terkait pertanggungjawaban uang itu. Sedangkan bukti-bukti pertanggungjawaban uang lengkap.
“Pernyataan ini yang dipakai perusahaan untuk mengancam YL melakukan penggelapan,” ujarnya.
Toh jika benar kliennya telah melakukan penggelapan uang perusahaan tentu perusahaan akan melaporkan ke kepolisian.
“Buktinya sampai sekarang tidak pernah ada laporan dari perusahaan,” imbuhnya.
Dari sumber terpercaya media ini, YL juga menyatakan bahwa siap berdamai dengan tiga syarat.
Pertama minta barangnya yang dirampas dikembalikan. Kedua utang di perusahaan dianggap lunas. Dan ketiga meminta ganti rugi Rp5 miliar.
Lantas pernyataannya soal syarat perdamaian itu juga dibantah Isrof.
“Tidak benar itu. Sampai sekarang tak ada dari pihak terlapor yang datang atau menghubungi saya, perkara ini tetap lanjut sampai proses persidangan,” ujarnya.
“Hari ini, kami juga akan melaporkan adanya ‘surat sakti’ ke Polresta Banjarmasin,” Isrof mengakhiri.
Dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Rifai meminta waktu untuk melakukan pengecekan.