Tak Berkategori

Obat Korban Pemerkosaan Polisi di Banjarmasin Habis Bulan Depan

apahabar.com, BANJARMASIN – Upaya mencari keadilan pascaperadilan terus dilakukan VDPS (25), korban pemerkosaan oknum polisi di Banjarmasin….

Featured-Image
VDPS saat menghadiri kunjungan spesifik Komisi III DPR RI yang digelar secara tertutup di Mapolda Kalsel, Kamis (3/1). Foto: Pazri untuk apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN –Upaya mencari keadilan pascaperadilan terus dilakukan VDPS (25), korban pemerkosaan oknum polisi di Banjarmasin.

Setelah upayanya mendesak jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) tak kunjung membuahkan hasil, kini pihak VDPS berencana mengajukan gugatan perdata.

Bakal tergugatnya Bayu Tamtomo (34) yang tak lain pemerkosa VDPS. Eks anggota Satuan Reserse Narkoba Polresta Banjarmasin itu kini telah berstatus narapidana.

“Konsep gugatannya nanti adalah perbuatan melawan hukum atau onrechtmatige daad,” ujar Muhammad Pazri, Pengacara VDPS dihubungi bakabar.com, Selasa (8/2).

Lantas, apa saja materi gugatannya? Pazri bilang penekanan ada pada kerugian immaterial. Bukan semata materiil.

“Immateriil ini menyangkut harkat dan martabat, nama baik dan masa depan korban yang terancam hancur akibat kasus pemerkosaan ini,” ujar advokat dari Borneo Law Firm itu.

18 Agustus di Hotel Tree Park, Bayu yang masih berpangkat brigadir kepala memerkosa VDPS. Lebih dulu, mahasiswi magang Satresnarkoba ini dicekoki 2 kratingdaeng oplosan oleh Bayu.

Pascapemerkosaan, VDPS, kini harus menjalani pengobatan jalan oleh RS Ansari Saleh di tengah aktivitasnya menyusun skripsi. Setiap hari, dokter mewajibkan dia meminum obat penenang.

“Sehari dua kali minum obat,” ujar Pazri.

Dari September hingga Januari, biaya pengobatan VDPS masih ditanggung oleh UPTD Perlindungan dan Anak Kalsel.

“Sebenarnya hanya tiga bulan saja, tapi karena kasus ini masih lanjut dan viral, makanya mereka menanggung,” ujar Pazri.

Namun, mulai bulan depan VDPS harus mulai menanggung biaya pengobatannya secara mandiri.

Bila tak meminum obat itu sebelum tidur, VDPS sering mengigau. Kerap berteriak-teriak sambil menangis terisak.

VDPS, kata Pazri, masih trauma. Pernah suatu ketika dia mengunggah status yang berisi ungkapan keputusasaan. Keluarga tak henti-hentinya kuatir.

“Sampai sekarang keluarga terus mendampinginya secara intensif,” ujar Pazri.

Tak hanya diperkosa oknum polisi, sebelumnya, VDPS banyak mengalami perilaku intimidatif selama berjuang seorang diri mencari keadilan.

Pasalnya, pihak kampus saja sempat tak tahu jika dia telah diperkosa. Pihak kampus bahkan baru tahu dari media sosial.

Itupun Bayu sudah divonis hakim 2 tahun 6 bulan. Praktis, tak banyak yang bisa dilakukan kampus.

VDPS memang sudah mendapat perlakuan beda sejak kasusnya bergulir di kepolisian. Seorang anggota polisi mempersoalkan ketidaktahuan VDPS bahwa Bripka Bayu telah memiliki istri, saat dia hendak melapor ke Polresta Banjarmasin. Seorang polisi lainnya menyindir VDPS yang tak menggunakan jilbab.

“Dugaan pelanggaran etik itu sampai sekarang belum diproses Polda,” ujarnya.

Tak hanya di kepolisian, dugaan aksi intimidatif nyaris serupa juga diterima VDPS ketika kasusnya bergulir di kejaksaan. Bahkan dari jaksa yang mendampinginya.

Senin 20 September 2021, seorang jaksa diduga meminta VDPS tak memberitahu siapapun, termasuk pihak kampus, mengenai kasusnya itu.

“Itulah alasan mengapa kampus tidak tahu,” ujar Pazri.

VDPS juga harus absen menghadiri sidang vonis Bayu, 11 Januari. Ia baru tahu pemerkosanya itu divonis bersalah setelah menelepon jaksa yang menangani kasusnya, 12 hari kemudian.

Kekecewaan VDPS membuncah ketika tahu jaksa berlaku seperti pengacara terdakwa yang menerima mentah-mentah putusan hakim.

“VDPS jelas tidak terima keputusan hakim itu, dia tambah frustasi,” ujar Pazri.

Tak hanya intimidasi jaksa, polisi atau dugaan diskriminatifnya pengadilan, sampai kini VDPS juga belum menerima hasil uji lab atas urine dan darahnya. Banyak pihak berspekulasi bahwa apa yang diminum VDPS hingga tak sadarkan diri bukan sekadar anggur merah.

“Pelaku ini bekerja di Satresnarkoba,” ujar Pazri.

Vonis senyap hakim berlangsung 12 hari sebelum VDPS speak up di media sosial atau tepatnya 11 Januari. Majelis hakim memvonis Bripka Bayu setahun lebih rendah dari tuntutan jaksa. Sidang beres hanya dalam kurun 31 hari kerja atau sejak 30 November.

Pazri menyesalkan mengapa jaksa justru mencantumkan Pasal 286 KUHP tentang persetubuhan dengan perempuan yang bukan istri.

Mestinya, jaksa mencantumkan Pasal 285 tentang pemerkosaan mengingat VDPS ditipu daya hingga tak sadarkan diri. Selain mendapat banyak paksaan, terdapat bekas luka memar di kaki dan tangan VDPS yang tak pernah divisum kepolisian.

"Di sini banyak kejanggalannya," sesal Pazri.

Pazri sendiri berharap Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, maupun Kompolnas segera turun tangan mengusut tuntas semua dugaan penyimpangan selama proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan kasus VDPS.

Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat kepada wartawan, Minggu (30/1) sebelumnya telah menilai vonis hakim terhadap Bayu belum maksimal.

"Hasil pemantauan Komnas Perempuan menyimpulkan hukuman terhadap pelaku pemerkosaan belum maksimal dan perempuan korban belum dipenuhi hak-haknya," ujarnya.

Apalagi, kasus pemerkosaan VDPS, terang Rainy, terkait-paut dengan relasi kekuasaan antara pelaku dengan korban, misalnya atasan dengan pekerja magang.

Rainy membeber hukuman-hukuman pemerkosa yang tercatat di sejumlah aturan perundang-undangan. Seperti KUHP (maksimal 12 tahun penjara), UU PKDRT (maksimal 12 tahun penjara tahun atau denda paling banyak sebesar Rp 36 juta), dan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak (paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 dengan denda Rp 5 M).

Saat ini para ahli hukum di ULM tengah berupaya mengajukan eksaminasi pada putusan hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin yang hanya memvonis Bayu 2 tahun enam bulan.

DIMUTASI! Jaksa Kasus Pemerkosaan Mahasiswi ULM

Bak Kacang Lupa Kulit Jaksa Kasus Pemerkosaan Mahasiswi ULM

Surat ‘Cinta’ Korban Pemerkosaan Polisi Banjarmasin untuk Aparat Penegak Hukum

Komentar
Banner
Banner