Bisnis

Nikel Diprediksi Habis Dalam Tujuh Tahun, ESDM: Tergantung Dinamika

Cadangan nikel kini menjadi sorotan DPR dan ahli pertambangan. Diprediksi bakal habis dalam waktu tujuh tahun ke depan.

Featured-Image
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (18/8). Foto: Andi M/apahabar.com

bakabar.com, JAKARTA - Cadangan nikel kini menjadi sorotan DPR dan ahli pertambangan. Diprediksi bakal habis dalam waktu tujuh tahun ke depan.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif menanggapi hal itu. Kata dia, menipisnya cadangan nikel tergantung dinamika di lapangan.

Yang ia maksud, bisa saja ada penemuan cadangan nikel baru. Atau faktor intensitas konsumsi.

"Jadi namanya dinamika itu terjadi, jadi tidak fix cuma tujuh tahun. Ada perembangan-perkembangan," kata Irwandy kepada di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (18/8).

Untuk itu, ia menuturkan bahwa pihaknya telah mengimbau agar tidak ada investasi untuk pembangunan smelter nikel baru. Sebab menipisnya stok nikel.

Namun di lain sisi, pihaknya kini turut melakukan eksplorasi di area hijau guna menemukan cadangan nikel baru. 

"Ada dari industri yang sedang berjalan melakukan eksplorasi detail, green field itu masih diupayakan," ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah pihak dari DPR hingga ahli pertambangan mendesak pemerintah untuk menyetop pembangunan atau melakukan moratorium fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel baru di dalam negeri.

Desakan tersebut didasari atas cadangan nikel di Indonesia yang semakin menipis. Bahkan diprediksi akan habis dalam kurun waktu 7 tahun kedepan.

"Nikel sebagai SDA strategis dan kritis sudah seharusnya dieman-eman. Masak yang kita ekspor berupa NPI (nickel pig iron) dan Feronikel yang kandungan nikelnya hanya sekitar empat hingga sepuluh persen," ujar Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto.

Hal senada pun dilontarkan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi). Menurutnya, cadangan nikel di Indonesia tersisa 7 tahun lagi jika seluruh industri pemurniah sudah mulai melakukan produksi.

Ia merinci, ada dua jenis nikel yakni bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5 persen (saprolit) yang diproses melalui pirometalurgi. Kemudian, nikel kadar rendah (limonit) yang diproses melalui selter hidrometalurgi.

"Kami perkirakan kalau semua smelter terutama yang pirometalurgi selesai dibangun, cadangan yang ada sekarang akan bertahan 5 hingga 7 tahun," ujar Rizal.

Editor


Komentar
Banner
Banner