bakabar.com, JAKARTA – Bareskrim Polri telah menerjunkan tim Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipiter) untuk mengecek penyebab banjir Kalimantan Selatan (Kalsel), belum lama tadi.
Berdasarkan hasil penelusuran, Bareskrim menemukan beberapa faktor penyebab banjir.
"Bareskrim sudah turunkan tim (Direktorat Tindak Pidana Tertentu), ternyata banjir karena faktor curah hujan saat itu sangat tinggi dari BMKG," ucap Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono dilansir Detik.com, Jumat (22/1).
Selain curah hujan tinggi, kata dia, memang ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya banjir Kalsel. Salah satunya yakni tingginya gelombang laut. Di mana kondisi itu dinilai Rusdi, berpengaruh terhadap arus listrik ke daratan.
"Kemudian kedua, telah mengecek juga ke syahbandar. Memang pada saat itu gelombang sangat tinggi antara dua sampai dua setengah meter, sehingga berpengaruh terhadap arus balik ke daratan seperti itu," katanya.
"Ini sementara hasil turun ke lapangan dari Bareskrim. Bareskrimsudah turun ke Kalsel. Jadi yang dapat diketahui bahwa hasil BMKG pada saat itu curah hujan sangat tinggi ekstrim," lanjutnya.
Sejauh ini, Rusdi menegaskan, Bareskrim belum memeriksa pejabat dinas kehutanan setempat untuk mengecek ada tidaknya pelanggaran kehutanan yang mempengaruhi terjadinya banjir di sana.
Bareskrim juga belum melakukan tindakan lain.
"Oh belum, memang pada saat itu Bareskrim memastikan banjirnya karena faktor cuaca pada saat itu. Tindakannya belum ada tindakan lain," tutupnya.
Terburuk dalam Sejarah Kalsel
Presiden Joko Widodo akhirnya blakblakan mengenai salah satu penyebab banjir hebat yang melanda Kalimantan Selatan sepekan belakangan.
Presiden menyebut banjir yang melanda Kalsel tahun ini menjadi yang terparah sejak 50 tahun terakhir.
Di sela tinjauannya ke Kabupaten Banjar, Presiden Jokowi menyebut meluapnya air di Sungai Barito jadi salah satu yang memperparah banjir kali ini.
Jokowi bilang debit air di Sungai Barito naik dari sebelumnya 230 juta meter kubik menjadi 2,1 debit air, di mana hal ini disebabkan hujan lebat yang melanda Kalsel dalam 10 hari berturut-turut.
"Curah hujan sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut, sehingga daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik, sekarang ini air masuk sebesar 2,1 miliar debit air. Sehingga memang meluap di 10 kabupaten dan kota," ujar Jokowi saat mengunjungi Jembatan Sungai Salim, Jalan Ahmad Yani Km 55, Kabupaten Banjar.
Jembatan Sungai Salim yang dikunjungi Jokowi sendiri terputus akibat terjangan banjir dari kawasan sungai di bawahnya, Minggu (16/1) dini hari.
Putusnya jembatan yang menghubungkan Kecamatan Astambul dengan Kecamatan Mataraman ini praktis melumpuhkan akses dari Banjarmasin ke kawasan Hulu Sungai Kalsel.
"Ini saya meninjau banjir Provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi di hampir 10 kabupaten dan kota. Ini adalah sebuah banjir besar lebih dari 50 tahun tidak terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan," katanya.
Orang nomor satu di Indonesia itu sengaja datang ke Kalsel guna memastikan penanganan yang dilakukan pemerintah. Terutama dalam hal kerusakan infrastruktur yang terjadi akibat banjir.
"Saya hanya ingin memastikan ke lapangan terutama kerusakan infrastruktur yang memang terjadi ada beberapa jembatan yang runtuh seperti di belakang ini runtuh akibat banjir," ujarnya sambil menunjuk Jembatan Sungai Salim.
Dirinya juga sudah memerintahkan Kementerian PUPR bergerak cepat agar jembatan di jalan provinsi tersebut bisa diperbaiki dalam kurun waktu beberapa hari ini.
"Saya sudah minta ke menteri PU agar dalam 3 sampai 4 hari ini bisa diselesaikan sehingga mobilitas distribusi barang bisa tidak terganggu," imbuhnya.
Lebih lanjut, Jokowi juga menyinggung soal evakuasi korban banjir. Kepala negara mengklaim penanganan yang sudah dilakukan berjalan dengan baik.
Kemudian yang tak kalah penting terkait penyaluran logistik untuk para pengungsi mengingat tak sedikit korban akibat banjir yang terjadi saat ini.
"Ini sangat perlu diperhatikan," jelasnya.
Selain upaya dari Pemprov Kalsel dan pemerintah kabupaten atau kota kekurangan-kekurangan lain kata Jokowi juga akan dibantu Pemerintah Pusat.
“Berkaitan dengan logistik untuk pengungsi ini yang penting, karena hampir 20 ribu masyarakat berada dalam pengungsian,” bebernya.
Terakhir, Jokowi turut berbelasungkawa atas korban banjir yang terjadi di Provinsi Kalsel.
"Saya ingin menyampaikan duka cita yang mendalam atas korban yang meninggal di musibah banjir di Kalimantan Selatan ini semoga keluarga yang ditinggalkan mendapatkan kesabaran dan keikhlasan," pungkasnya.
Walhi Berang
Mengenai ini, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono meminta pemerintah pusat untuk tidak terus-terusan menyalahkan anomali cuaca ekstrem sebagai biang kerok banjir.
Walhi sebelumnya memprediksi bencana ekologis bakal menerjang Kalsel mengingat separuh dari wilayahnya sudah dibebani izin tambang, dan perkebunan monokultur.
"Dari 3,7 juta hektare total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit," kata Kisworo kepada bakabar.com.
Walhi menemukan 814 lubang milik 157 perusahaan batu bara. Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi ditinggalkan tanpa ditutup kembali (reklamasi).
"Jadi, jangan hanya menyalahkan hujan. Harusnya Presiden Jokowi berani memanggil pemilik perusahaan-perusahaan tambang, sawit, HTI, HPH, dan kita dialog terbuka di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil," ujar Kisworo.
Walhi melihat rusaknya ekosistem alami di daerah hulu sebagai area tangkapan air menjadi penyebab utama banjir terparah dalam sejarah Kalimantan Selatan ini.
"Seperti yang saya sampaikan pada tahun lalu, bahwa Kalsel ini darurat ruang dan ekologi," kata Kisworo.
Menurutnya, pemerintah mesti segera menindaklanjuti temuan tutupan lahan dan daerah aliran sungai yang sudah rusak kritis.
"Tanggap bencana, sebelum, pada saat dan pascabencana. Review perizinan dan jangan menambah izin baru untuk tambang dan izin baru untuk tambang dan perkebunan monokultur skala besar, sawit, HTI, HPH," katanya.
Termasuk meninjau ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Selatan.
Sehingga dalam wacana pembangunan jangka menengah dan panjang, pemerintah juga memperhitungkan daya tampung lingkungan hidup.
Lebih jauh, mengaudit lingkungan dan peninjauan izin-izin tambang bermasalah maupun yang belum beroperasi.
"Kami mendesak pemerintah pusat dan daerah membentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang, dan Pengadilan Lingkungan," katanya.
Setali tiga uang, Pengamat Lingkungan Hidup, Drs Hamdi menilai faktor utama banjir Kalsel tak lepas dari degradasi lingkungan hidup.
"Hutan kita sudah sangat-sangat berkurang. Kebanyakan menjadi lahan terbuka akibat aktivitas illegal logging dan perubahan fungsi menjadi kawasan tambang," katanya.
Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin itu juga menyinggung luasan lahan gambut yang makin hari menyusut.
"Sekilas kita bisa lihat beberapa lahan gambut di Batola, Tapin dan HSS jadi kebun sawit," katanya.
Walau begitu, Hamdi tak menampik banjir parah yang melanda Kalsel tak lepas dari faktor anomali cuaca ekstrem.
"Tapi seandainya hutan kita bagus dan gambut kita terpelihara maka pohon dan lahan gambut tadi dapat menyerap air hujan dengan baik," katanya.
Agar tak menjadi bom waktu bagi masyarakat Kalsel, Hamdi meminta pemerintah segera berbenah diri menanggulangi krisis lingkungan hidup di Kalsel.
"Tinjau ulang masalah izin-izin tambang dan kebun sawit, moratorium izin tambang dan kebun sawit. Lakukan penghijauan dengan baik terhadap lahan-lahan kritis. Sekali lagi tidak sekadar menanam tapi dipelihara sehingga bisa tumbuh dengan baik. Untuk daerah rawa wajibkan bangunan dengan sistem panggung. Rawat dan pelihara sungai kita dan rawa kita," katanya.