bakabar.com, PALANGKA RAYA – Tak hanya terimbas pandemi Covid-19, perkembangan musik underground di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, semakin menurut akibat keterbatasan penerus.
Jauh sebelum pandemi, komunitas musisi underground Palangka Raya sempat mencuri perhatian, ketika rutin menggelar gigs atau konser berskala kecil.
Mereka juga mendatangkan sejumlah band underground berlevel nasional, hingga mancanegara seperti Gorgasm dari Indiana, Amerika Serikat, di awal Mei 2014.
Namun perlahan pamor musisi underground yang mengusung kegaharan death metal, hardcore, grincore dan sejenisnya ini perlahan meredup.
Situasi semakin parah, setelah pandemi membatasi pengumpulan massa. Tak cuma di level lokal, industri musik dunia pun terimbas penyebaran virus corona.
“Banyak faktor yang membuat underground di Palangka Raya mulai menurun. Di antaranya pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir,” papar Iman, salah seorang musisi underground di Palangka Raya, Minggu (7/8).
“Tidak pernah lagi digelar event-event pertunjukan akibat Covid-19. Ini memburuk penurunan animo anak muda di Palangka Raya kepada musik underground,” imbuh pentolan band hardcore Stonehead ini.
Situasi ini berkebalikan dengan Banjarmasin. Meski gigs belum digelar lagi akibat pandemi, sejumlah musisi masih aktif ‘bergerak’. Demikian pula di Bandung yang dianggap sebagai kiblat underground nasional.
“Sejujurnya kami berharap anak muda di Palangka Raya membangkitkan kembali musik underground sebagai industri kreatif yang bisa menghasilkan nilai ekonomi” beber Iman.
“Ambil contoh di Bandung. Underground sudah menjadi gaya hidup dan bisa menghasilkan uang, selain bermain musik. Mereka mengkolaborasikan musik dengan UMKM melalui produksi baju dan aksesoris,” papar Iman.
Kendati demikian, Iman menyadari bahwa membangun industri kreatif melalui musik underground tidak semudah membalikan telapak tangan.
Banyak faktor yang harus menjadi pendukung. Mulai dari Sumber Daya Manusia (SDM), fasilitas penunjang, hingga dukungan pemerintah daerah.
“Kami dulu pernah survive dengan musik underground di Palangka Raya. Meski tak semua orang menyukai musik keras, kami masih mampu bertahan,” tandas Iman.