bakabar.com, MARABAHAN – Meski masih dalam tingkat belum memprihatinkan, Barito Kuala (Batola) terus berupaya mengurangi angka stunting.
Dalam update terakhir per 20 September 2019 yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, Batola menduduki peringkat keempat dalam rekapitulasi stunting di Kalimantan Selatan.
Dengan rataan 22 persen dari 12.345 balita, Batola berada di bawah Hulu Sungai Utara, Balangan dan Banjar. Sementara ambang batas masalah yang ditetapkan WHO adalah di bawah 20 persen.
Sebenarnya stunting bukan tidak bisa ditekan. Cara yang dapat ditempuh adalah pemberian ASI ekslusif di usia 0 hingga 6 bulan, serta pemenuhan gizi ibu hamil.
Metode lain yang dapat mencegah stunting adalah pemenuhan gizi dari Makanan Pendamping (MP) ASI. Masalahnya belum semua ibu-ibu memiliki pengetahuan dalam menentukan menu ideal MP ASI.
Lantas sebagai bahan pengetahuan, Bupati Batola, Hj Noormiliyani AS, mengeluarkan buku yang membahas berbagai menu MP ASI berjudul Menu Setara.
Untuk sementara buku dibagikan kepada kader-kader Posyandu di Kecamatan Marabahan. Selanjutnya buku-buku itu juga didistribusikan ke semua kecamatan di Batola.
“Buku tersebut merupakan hasil kerja sama dengan Agus Sasirangan. Kebetulan Agus juga merupakan putra Batola dan belum pernah ada buku menu mencegah stunting,” ungkap Noormiliyani, Sabtu (28/9).
Menu Setara berisi menu yang disukai anak-anak dengan bahan murah dan mudah diperoleh dari sekitar.
“Diharapkan menu di Posyandu bukan hanya bubur kacang dan bubur ayam lagi, tetapi lebih bervariasi,” imbuhnya.
Menu Setara bukan buku pertama yang diinisiasi Noormiliyani. Beberapa tahun sebelumnya, bupati wanita pertama di Kalsel ini menggagas buku yang juga berkaitan dengan menu balita.
Penanganan stunting sedianya bukan hanya tanggung jawab Pemkab Batola, ataupun Pemerintah Indonesia. Bahkan penanganan kekerdilan telah menjadi agenda dunia hingga 2030.
Pun Pemerintah Indonesia menargetkan dalam RPJMN 2019 untuk menekan angka stunting bayi berusia dua tahun hingga 28 persen.
Stunting atau pendek ini sendiri merupakan kondisi khusus, ketika anak gagal tumbuh dengan wujud bisa kurus ataupun pendek.
Kemudian gagal berkembang yang tampak dari gangguan kognitif. Lalu terjadi pula kondisi gagal metabolisme tubuh, sehingga rentan mengidap penyakit tidak menular.
“Memang stunting di Batola masih mendekati ambang batas. Namun kalau tidak diantisipasi, juga bisa menjadi masalah,” tegas Noormiliyani.
Terlebih stunting tak dapat dideteksi selama kehamilan, tetapi setelah anak berusia 2 tahun.
Baca Juga: Kampanye Cegah Stunting di Penajam Melalui Festival Seafood
Baca Juga: Soal Penanganan Stunting, Pemkab Tanbu Targetkan Terbaik Nasional
Reporter: Bastian AlkafEditor: Fariz Fadhillah