bakabar.com, JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna H. Laoly menilai Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Perdata (RUU KUHAP) sangat penting dalam memberi kepastian hukum.
Selain itu, kata Yasonna mampu mengakomodasi perkembangan penyelesaian persengketaan perkara perdata.
“RUU tentang Hukum Acara Perdata pernah diajukan dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2019, sampai pada pengajuan Surat Presiden dan RUU itu sangat penting dalam memberi kepastian hukum dan mampu mengakomodasi perkembangan penyelesaian persengketaan perkara perdata,” kata Menkumham Yasonna dalam Rapat Kerja (Raker) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Jakarta, seperti dilansir Antara, Senin (23/11).
Dalam Raker tersebut membahas terkait Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 dan pemerintah mengajukan tiga RUU baru dalam Prolegnas tersebut yaitu RUU Hukum Acara Perdata, RUU tentang Wabah, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Omnibus Law Sektor Keuangan).
Sementara itu ada 7 RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020. Dan diusulkan pemerintah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Yasonna menjelaskan, RUU KUHAP sangat penting apalagi dengan perkembangan masyarakat yang sangat cepat dan pengaruh globalisasi, menuntut adanya Peradilan yang dapat mengatasi penyelesaian persengketaan di bidang perdata dengan cara yang efektif dan efisien.
Menurut dia, RUU tersebut juga untuk pembaruan substansi hukum peninggalan kolonial dan kodifikasi yang bersifat unifikasi pengaturan yang tersebar dalam berbagai peraturan, tidak hanya HIR (Herzien Inlandsch Reglement) dan RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten).
“RUU ini juga diharapkan mampu menjadi hukum formil yang komprehensif dalam menyelesaikan persengketaan di bidang perdata/bisnis/perdagangan/investasi,” ujarnya.
Dia mengatakan RUU Hukum Acara Perdata juga akan memberikan kepastian hukum bagi para investor dan dunia bisnis dalam menjalankan usaha sebagaimana telah dibangun dalam UU No. 11 Tahun 2011 tentang Cipta Kerja, sehingga dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Yasonna menjelaskan, ruang lingkup materi yang akan diatur antara lain pemeriksaan acara cepat, dan acara singkat yang mengadopsi konsepsi small claim court, e-court sebagai sarana untuk mengakomoasi pembangunan era industri 4.0, tuntutan hak gugatan dan permohonan, pendaftaran, penetapan hari sidang, dan pemanggilan, serta pelaksanaan putusan pengadilan yang lebih sederhana.
Terkait RUU tentang Wabah, dia menjelaskan, dalam Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 tertulis RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
“RUU ini bertujuan mengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum masyarakat. Regulasi yang ada saat ini hanya mengatur upaya penanggulangan pada saat wabah sudah terjadi seperti munculnya pandemi Covid-19,” katanya.
Dia menilai, kedepannya dalam RUU Wabah akan mengatur secara komprehensif mengenai pencegahan dan deteksi dini sebuah wabah sebagai upaya untuk meminimalisir penularan, menurunkan jumlah kasus, jumlah kematian, risiko kecacatan, dan perluasan wilayah, serta dampak malapetaka yang ditimbulkan.
Yasonna menjelaskan, terkait RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Omnibus Law Sektor Keuangan), pengaturan itu diperlukan dengan pertimbangan peran sektor keuangan sangat besar dalam mengakumulasi tabungan dan modal nasionalnya dalam menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dia menilai, sektor keuangan Indonesia saat ini masih belum cukup berkembang, berdasarkan ukuran, sektor keuangan di Indonesia tergolong masih kecil khususnya untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Asuransi, Pensiun, dan sektor Pembiayaan lainnya.
“Inklusi Keuangan sudah baik namun literasi keuangan masih rendah. Dari kedua indikator yang masih rendah tersebut diperlukan upaya pengembangan untuk sektor keuangan nasional,” katanya.