Banjarmasin Hits

Mengintip Pembuatan Jukung di Pulau Sewangi Batola Sebagai Situs Geopark Meratus

Lokasi pembuatan jukung atau perahu besar di Pulau Sewangi Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, menjadi salah satu situs Geopark Meratus.

Featured-Image
jukung besar dari Pulau Sewangi, Batola. Foto: apahabar.com/Hasan

bakabar.com, MARABAHAN - Lokasi pembuatan jukung atau perahu besar di Pulau Sewangi Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, menjadi salah satu situs Geopark Meratus.

Termasuk situs Geopark Meratus, lantaran mempunyai nilai budaya dan sejarah yang panjang dalam perjalanan sejarah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), meski bukan kawasan bebatuan dan pegunungan.

Dalam sejarahnya, jukung digunakan masyarakat Banjar sebagai alat transportasi vital lantaran banyak sungai yang menjangkau pelosok Kalsel.

"Jukung sendiri merupakan salah satu yang tak bisa lepas dari budaya Banjar dengan banyaknya sungai di Banua," papar Ketua Harian Pengelola Geopark Meratus, Hanifah Dwi Nirwana, Sabtu (9/12).

Menurut Hanifah, untuk menjadi situs geopark, tidak melulu harus ada bebatuan atau pegunungan.

"Namun yang berkaitan dengan budaya dan sejarah pada suatu daerah atau lokasi itu sendiri," katanya.

"Sungai Martapura juga berkaitan dengan Maratus. Di mana mulanya air sungai ini berawal dari pegunungan Meratus," paparnya.

Ia berharap, situs ini bisa menjadi daya tarik wisatawan karena sejarah dan keunikan membuat jukung di Pulau Sewangi Batola.

Jukung sendiri dibuat dari satu batang pohon pelapeh utuh. Kemudian dibelah dan dikeruk bagian tengah.

Untuk membuat lebih cembung, pohon pun dibakar dengan memperhatikan tingkat kematangan sehingga mudah dilengkungkan.

"Pohon ini kami pesan dari Kalimantan Tengah. Kemudian kami rapikan hingga bebentuk jukung," sahut Edo, salah satu pengrajin jukung di Pulau Sewangi.

Edo menuturkan, untuk membuat satu perahu besar membutuhkan waktu sekitar sebulan jika dilakukan seorang diri. Jika berdua, bisa lebih cepat. "Mungkin sekitar 20 hari saja kalau berdua," imbuhnya

Adapun kesulitannya dalam membuat jukung, yakni pada pelengkungan bagian bawah.

Proses ini bisa adalah yang paling lama. Sementara untuk pembuatan rubing atau diding jukung terbilang lebih mudah.

"Untuk dindingnya paling sekitar lima hari bisa selesai. Kemudian terkahir penyesaian dan pengecatan," tutur Edo.

Meski alat transportasi kini beralih ke darat, namun animo masyarakat Banjar untuk membeli jukung masih banyak. 

Ahmad Fauzi menyebutkan jukung dipasarkan ke Tabunganen, Tamban, Aluh-Aluh dan Kupang (Kuala Kapuas).

"Kami di sini hanya sebagai pengrajin dan mendapatkan upah sekitar Rp2,8 juta per jukung," timpal Ahmad Fauzi rekan Edo.

Adapun harga jukung besar dibandrol seharga Rp25 juta. Sementara yang kecil sekutar 14 sampai Rp15 juta.

Dijelaskan Fauzi, pekerjaan pembuat jukung di desa sudah melalui lima generasi. "Pekerjaan ini turun temurun dari datu-datu kami," tuntasnya.

Baca Juga: Tak Ada Bebatuan, Ternyata Berikut Penyebab Pasar Terapung Jadi Situs Geopark Meratus

Editor


Komentar
Banner
Banner