bakabar.com, JAKARTA - Sukses dengan Perempuan yang Memesan Takdir, Welda Sanavero kini debut dengan karya teranyarnya, Perempuan yang Berjalan Sendirian.
Buku terbitan Warning Books itu lahir dari keresahan penulis, tentang relasinya dengan dirinya sendiri.
Saat ditanya perihal bukunya, Vero, begitu ia akrab dipanggi, jika kumpulan prosa itu terdiri dari segala keresahannya sebagai perempuan.
Hegemoni dominasi maskulinitas dan doktrin perempuan baik, jadi satu garis besar yang ingin dijewantahkan dalam prosa-prosanya.
"Buku ini berangkat dari keresahan saya sebagai seorang perempuan, tentang pergolakan sukma yang selalu ada," ungkapnya.
Vero, sebagai seorang penulis termasuk yang paling disiplin. Sebelumnya ia sempat mengeluarkan kumpulan prosa dengan judul 'Perempuan yang Memesan Takdir' karya terbitan buku mojok itu laku keras.
Meski mendapat bermacam ambigu respon, Vero tidak berhenti untuk berkarya.
"Abah (bapak) saya pernah berkomentar tentang buku pertama saya, katanya buku mu kok ngunu (buku mu kok begitu)," kenangnya.
Vero termasuk penulis yang berani bermain kata-kata. Sebagian besar orang mungkin menganggap bahasa yang digunakan bisa jadi tabu.
Namun nyatanya, melalui bahasa-bahasa itu upaya mendobrak tabu turut hadir, dan selalu ada dalam karyanya.
Baginya ketabuan bukan soal. Meski ia dengan kukuh memegang kearifan.
Kumpulan prosa yang menampilkan kisah-kisah tokoh perempuan yang masing-masing membawa pergolakan tentang relasinya, di tengah kultur masyarakat dengan balutan cerita romantis dan dilematis.
Pertanyaan seperti, apakah pada hakikatnya, semua manusia memang sendirian meskipun sedang berada di tengah banyak orang menjadi satu line utama yang disuguhkan pada pembaca.