bakabar.com, BANJARMASIN – Tepat 19 Desember tahun lalu, mungkin tak banyak yang tahu jika Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri menggelar sebuah operasi di Kalimantan Selatan.
Bahkan konon katanya Polda Kalsel juga tidak mengetahui adanya operasi senyap pasca-aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Rabu 13 November 2019 lalu itu.
“Saya enggak bisa komen ya. Silent saja,” kata Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Moch Rifai coba dikonfirmasi bakabar.com.
Mendekati momen natal, sejumlah personel Densus 88 datang ke Banjarmasin. Kedatangan mereka untuk mencari seorang pemuda berinisial MHA.
MHA merupakan seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta Banjarmasin.
Pemuda 23 tahun inilah yang diduga menghasut para pelaku bom bunuh diri di Polrestabes Medan lewat sebuah unggahan video.
Kesehariannya, MHA dikenal sebagai pribadi yang memiliki sifat pendiam, suka menyendiri di dalam kamar, dan jarang ke luar rumah. Ia tidak bergaul dengan orang sekitar atau lingkungan sekitar.
Kesehariannya sangat tertutup. MHA jarang berkumpul dengan warga untuk sekadar bergotong royong atau pun yasinan.
Ayah MHA tampak sedikit gemetaran saat menceritakan kronologis penjemputan anak bungsunya itu kepada bakabar.com, Selasa (22/12).
Malam itu, setahun silam, kakak MHA, ditemui oleh belasan orang yang belakangan diketahui adalah polisi di kawasan Jalan Lingkar Dalam Selatan. Keberadaan MHA ditanyakan kepadanya.
Kakak MHA kemudian menelepon sang ayah yang saat itu sedang berada di rumah. Para polisi itu memanggil ayah MHA untuk berbicara.
Ia lantas mendatangi polisi. Dari hasil pertemuan, diberitahu kalau anaknya MHA diduga sebagai penyebar doktrin teror melalui sebuah grup percakapan di media sosial.
“Kata polisi anak saya menghasut orang untuk melakukan teror,” katanya.
Mendengar itu, ia terkejut bukan kepalang. Ia hampir tak percaya dengan apa yang dikatakan polisi. Perdebatan cukup alot terjadi malam itu.
“Kata mereka, akun sosial media milik MHA berkali-kali diblokir, namun muncul lagi akun yang lain,” katanya.
Namun sang ayah mengaku tak berdaya. Dengan penjelasan panjang lebar dari polisi, dia akhirnya luluh.
“Mereka bilang MHA dijemput untuk dibina agar langkahnya tak terlalu jauh,” katanya.
Beberapa menit kemudian, ia lalu menjemput anaknya itu di rumah. Saat bertemu, dia menjelaskan apa yang akan terjadi kepada MHA.
Waktu itu tampak tenang-tenang saja. Tak ada raut cemas di wajahnya. Dengan hanya pakaian di badan dan selembar sarung, MHA melangkah pergi meninggalkan rumah bersamanya.
Kepada para polisi itu, dia menitipkan anaknya untuk dibina agar menjadi lebih baik lagi. Besok harinya, mereka terbang membawa MHA pergi ke Jakarta untuk diperiksa.
Berselang beberapa hari kemudian beberapa personel Densus 88 kembali mendatangi kediamannya.
Mereka mencari sejumlah alat bukti dengan disaksikan oleh ketua RT dan ketua RW setempat.
Ketika itu mereka menyita sejumlah kertas bertuliskan kalimat tauhid, laptop serta 3 flashdisk.
“Sebelumnya saya tidak pernah tahu kalau MHA menyimpan itu,” katanya.
Setahun berselang, MHA akhirnya diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
MHA kemudian dijatuhi vonis hukuman 6 tahun penjara. Tapi, rupanya pihak keluarga belum mengetahui hal tersebut.
Dari penuturannya, ia memang tahu kalau MHA dituntut 6 tahun penjara, akan tetapi soal sudah diputuskannya hukuman itu, dia tak tahu.
“Beberapa hari lalu ada komunikasi dengan MHA, katanya dituntut 6 tahun penjara. Setahu saya belum vonis,” katanya.
Praktis, hingga saat ini keluarga belum menerima salinan hasil putusan tersebut.
Ia pun masih berharap agar hukuman anaknya bisa lebih ringan.
Namun, apa pun yang terjadi, dia sekeluarga mengaku akan legawa.
“Kami ambil hikmahnya, semoga ini akan menjadikan dia lebih baik,” katanya.
Kendati demikian, hingga saat ini ia mengaku masih tidak percaya kalau MHA melakukan itu semua.
“Dia bukan penjahat, sebab saya tidak melihat langsung, semuanya saya ketahui dari polisi,” katanya.
MHA, di mata sang ayah dikenal sebagai orang yang punya prinsip. Pemuda dengan teguh pendirian.
“Dia sering pergi ke pengajian. Kalau disuruh dia tidak mau, tapi kalau sudah keinginannya, apa pun yang terjadi dia akan tetap pergi,” katanya.
Soal anaknya terpapar paham radikalisme, ia mengaku tak tahu menahu.
Tapi yang diketahuinya, MHA kerap pergi ke warnet. Diduga dari sanalah MHA berseliweran mencari-cari situs terkait paham sesat itu di dunia maya.
Begitu pun terkait dugaan adanya orang yang menghasut anaknya, ia tidak tahu menahu.
Sang ayah hanya berharap akan adanya keajaiban yang bisa meringankan hukuman terhadap MHA.
“Saya harap bisa kembali berkumpul dan saya siap untuk membinanya,” ujarnya mengakhiri.
BAIAT MAUT
Berawal pada 2015, sejak menyaksikan deklarasi kekhalifahan di Suriah melalui televisi, MHA mulai mengikuti berita dan informasi mengenai Daulah Islamiyah melalui media sosial telegram dan facebook.
MHA kemudian tertarik untuk lebih memahami dan mendalami kehidupan di bawah naungan Daulah Islamiyah dan menyatakan dirinya sebagai pendukung negara Islam.
Sejurus itu MHA berbaiat kepada Syaikh Abu Bakar Al-Baghdadi sebagai Khalifah Kaum Muslimin seorang diri di dalam rumahnya dengan membaca teks baiat dari handphone-nya.
Sekitar enam bulan MHA mengikuti berita dan informasi mengenai Daulah Islamiyah melalui telegram dan facebook, ia sempat menghentikan aktivitasnya dan fokus untuk kegiatan perkuliahan.
Pada sekitar Oktober 2019, MHA mendapatkan kabar bahwa Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi meninggal dunia.
Kepemimpinan amir Daulah Islamiyah beralih dari Abu Bakar Al Baghdadi kepada Abu Ibrahim Al-Quraishy.
MHA memutuskan untuk kembali aktif mencari berita tentang Daulah Islamiyah, hingga akhirnya bersemangat untuk mengikuti atau aktif di grup-grup Daulah Islamiyah di Telegram.
Sejak saat itu MHA dilaporkan aktif ikut menyebarkan berita-berita terkait Daulah Islamiyah ke grup-grup di media sosial telegram dengan menggunakan akun Utsman Fitrah Dzannurain.
Dengan akun tersebut, MHA juga bergabung dalam grup Daulah. Selain itu MHA juga bergabung dengan grup-grup telegram Daulah lainnya, yakni: Jejak Qudwah, Media dakwah, Media ummah, Pembawa Risalah, Tutorial Virtual Number, Pangsit Mie, Nainawa Al-Hawl, Al-Barokah, Sementara, Pengusung tawheed dan Syisan.
MHA bersama terdakwa lainnya bernama Saipul, dan Putra juga bergabung di grup Media Ummah. Nantinya, lewat grup inilah MHA berinteraksi dengan bomber bunuh diri di Polrestabes Medan.
Grup ini terdiri dari para ikhwan dan akhwat yang disebut memiliki pemahaman daulah dan sebagai pendukung Daulah Islamiyah.
Para ikhwan yang tergabung dalam grup Media Ummah aktif membahas tentang infak dan sedekah kepada para umahat yang ditinggal suaminya karena terlibat kasus terorisme, dan ada juga pembicaraan mau pun pengiriman video tentang jihad di Suriah dan tutorial pembuatan bahan peledak serta perkembangan kelompok Daulah Islamiyah/ISIS di Suriah.
Lewat grup ini informasi tentang Daulah Islamiyah di Suriah dan menyatukan manhaj tentang Daulah Islamiyah bahwa bila pintu hijrah telah tertutup maka lakukanlah di tempat masing-masing berkembang.
Karenanya, selama bergabung dalam grup-grup telegram khusus pendukung Daulah Islamiyah, MHA sering memposting berita tentang perkembangan Daulah Islamiyah, cara pembuatan bom TATP (bom kimiawi), dan mengajak anggota grup untuk melakukan amaliyah serta saling berbagi file foto dan video Daulah yang berisikan tentang Jihad, peperangan, dan video/teks baiat mati.
Ada pun tujuan MHA memposting foto dan video tersebut adalah untuk mengokohkan hati para pendukung Daulah dalam melakukan aksi amaliyah, menyerang thogut atau pun anshor thogut dalam rangka mencapai tujuan Daulah Islamiyah, yakni tegaknya Daulah Islamiyah di muka bumi, khususnya di Indonesia.
Hingga suatu ketika MHA mengirimkan video baiat maut yang ia format dari channel Cinema XXI ke akun atas nama Ananda Puta Ghuroba di grup percakapan sosial media.
Baiat mati atau baiat maut adalah sumpah setia yang langsung dilakukan oleh para ikhwan sebelum melakukan amaliyah untuk mati syahid.
Pada 12 November 2019 di dalam grup tersebut, Ananda Putra Ghuroba meminta baiat mati, dengan isi percakapan, "Bismillah. Ya ikhwah, ada yang punya teks baiat mati? kalau ada kirimin sekarang, syukran."
"Syukran khi," ujar Ananda (JAD Medan) yang kemudian dibalas MHA, "Na'am Akh Alhamdulillah."
Pada 13 November 2019, ledakan bom bunuh diri terjadi di Mapolrestabes Medan yang melibatkan Muslim, Ananda Putra Ghuroba dan Ipau alias Khoi. Muslim atau RMN yang menggunakan atribut ojek online selaku pengantin bom bunuh diri tewas.
Video Baiat Mati yang dikirim MHA inilah yang dinilai Majelis Hakim terbukti menggerakan Muslim untuk melakukan bom bunuh diri.
Aksi nekat Muslim di markas kepolisian itu lalu tersiar di grup telegram Media Ummah. Pasca-peristiwa tersebut, banyak para ikhwan yang melarikan diri sampai ke Aceh. Termasuk Ananda dan Khoi yang mengantarkan Muslim untuk meledakkan diri di Polrestabes Medan.
Belakangan, Majelis Hakim memutuskan bahwa MHA (23) bersalah atas tindakan terorisme, sesuai Pasal 13A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15/2018 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15/2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
MHA divonis bersalah setelah Majelis Hakim menganggap ia melakukan permufakatan jahat, percobaan atau pembantuan melakukan aksi terorisme dengan sengaja menggunakan kekerasan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, atau menimbulkan korban bersifat massal.
Majelis Hakim, sesuai putusan nomor 980/Pid.Sus/2020 Pengadilan Negeri Jakarta Timur, menjatuhkan pidana selama 6 tahun 6 bulan penjara dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara.
Majelis Hakim menyita barang bukti MHA dalam aksi terorismenya. Yakni: satu handphone merek Realme, laptop merek Toshiba, 3 flashdisk, sebilah pedang ‘Baton Sword’, 3 artikel berjudul ‘Laillahaillah’, 3 kertas lambing ISIS (dirampas untuk dimusnahkan), secarik kertas wasiat untuk orang tua, dan satu bundel printout yang diekspor ke dalam bentuk CD.
Putusan tersebut juga diberikan majelis hakim setelah mendengar pernyataan dari terdakwa yang pada pokoknya tidak merasa bersalah karena apa yang dilakukannya demi menegakkan syariat atau hukum Allah.
“Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa mengirim video baiat kepada Ananda Putra Ghuroba melalui grup telegram, membakar semangat Muslim, Ananda Putra Ghuroba dan Ipau alias Khoir untuk melakukan aksi amaliyah di Kantor Polrestabes Medan berupa aksi bom bunuh diri, sebagai bentuk penyerangan terhadap thogut atau pun anshor thogut dalam rangka mencapai tujuan Daulah Islamiyah menegakkan syariat Daulah Islamiyah,” ujar Majelis Hakim PN Jakarta Timur yang diketuai Nunsuhaini dengan anggota Yudissilen dan Sutikna.
Dilengkapi oleh Syahbani