Tak Berkategori

Menanti Dittipidkor Polri Jadi Kortas yang Diperkuat 44 Eks Pegawai KPK

apahabar.com, JAKARTA – Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo tengah melakukan perubahan di tubuh Polri. Direktorat…

Featured-Image
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo melantik 44 eks pegawan KPK jadi ASN Polri, Kamis (9/12) lalu. Foto-Antara

bakabar.com, JAKARTA – Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo tengah melakukan perubahan di tubuh Polri. Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) menjadi Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas).

Kortas Polri nantinya akan diperkuat 44 eks pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan dkk.

“Ke depan saat ini kita sedang lakukan perubahan terhadap Dittipidkor akan kita jadikan Kortas,” kata Sigit beberapa hari lalu.

Sigit memastikan perubahan di Polri itu saat pelantikan 44 eks pegawai KPK menjadi ASN Polri di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (9/11) lalu.

Sigit menyebutkan di dalam Kortas nantinya dilengkapi dengan divisi-divisi. seperti divisi pencegahan, kerja sama antarlembaga sampai penindakan sehingga di dalamnya berdiri divisi lengkap mulai dari pencegahan, kerja sama sampai penindakan.

Menurut Sigit, upaya Polri memperkuat bidang pemberantasan korupsi membutuhkan peran 44 eks pegawai KPK yang baru yang dilantik jadi ASN Polri.

“Tentunya peran rekan-rekan mulai dari mengubah mindset, memberikan pendampingan, melakukan upaya pencegahan, penangkalan termasuk bila diperlukan membantu lakukan kerja sama hubungan internasional dalam rangka melaksanakan “tracing recovery” aset untuk jadi bagian yang kita perkuat,” ujar Sigit.

Dipimpin Jenderal Bintang Dua

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menambahkan Kortas berada di bawah kendali Kapolri yang akan dipimpin oleh jenderal bintang dua (Irjen).

Saat ini Dittipidkor yang berada di bawah Bareskrim Polri dipimpin oleh jenderal bintang satu.

“Nanti akan ditingkatkan, jadi bukan bintang satu nanti jadi bintang dua,” kata Dedi.

Dedi menambahkan 44 eks pegawai KPK tersebut akan mengisi ruang jabatan yang ada di Kortas setelah selesai mengikuti pendidikan selama 14 minggu di Pusat Pendidikan Administrasi (Pusdikmin) Bandung.

Terhitung mulai 1 Januari 2022, 44 eks pegawai KPK resmi bertugas sebagai ASN Polri.

Kapolri resmi melantik 44 eks pegawai KPK menjadi ASN Polri di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kamis sore.

Pengangkatan 44 orang (dari 58 orang tidak lolos TWK) menjadi ASN Polri dengan kepangkatan tersebut berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara RI (Perpol) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia tertanggal 29 November 2021.

Ke-44 orang yang memutuskan untuk bergabung dengan ASN Polri adalah Adi Prasetyo, Afief Yulian Miftach, Airien Marttanti Koesniar, Ambarita Damanik, Andi Abdul Rachman Rachim, Andre Dedy Nainggolan, Anissa Rahmadhany, Arba’a Achmadin Yudho Sulistyo, Arfin Puspomelisyto, Aulia Postiera.

Selanjutnya Budi Agung Nugroho, Candra Septina, Chandra Sulistio Reksoprodjo, Darko, Dina Marliana Erfina Sari, Faisal, Farid Andhika, Giri Suprapdiono, Harun Al Rasyid, Herbert Nababan, Herry Muryanto, Heryanto, Hotman Tambunan.

Kemudian Iguh Sipurba, Juliandi Tigor Simanjuntak, March Falentino, Marina Febriana, Muamar Chairil Khadafi, M Praswad Nugraha, Nita Adi Pangestuti, Novariza, Novel Baswedan, Nurul Huda Suparman, Panji Prianggoro, Qurotul Aini Mahmudah.

Selanjutnya Rizka Anungnata, Ronald Paul Sinyal, Samuel Fajar Hotmangara Tua Siahaan, Sugeng Basuki, Wahyu Ahmat Dwi Haryanto, Waldy Gagantika, Yudi Purnomo, dan Yulia Anastasia Fu’ada.

Nilai Miring Pemberantasan Korupsi

Presiden RI Joko Widodo mengungkapkan masyarakat masih menilai pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini belum baik.

“Penilaian masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi masih dinilai belum baik. Kita semua harus sadar mengenai ini,” kata Presiden Joko Widodo.

Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), Kamis lalu.

“Dalam sebuah survei nasional pada bulan November 2021, masyarakat menempatkan pemberantasan korupsi sebagai permasalahan kedua yang mendesak untuk diselesaikan,” kata Presiden.

Menurut Presiden, urutan pertama yang diinginkan oleh masyarakat adalah penciptaan lapangan kerja (37,3 persen), urutan kedua adalah pemberantasan korupsi (15,2 persen), dan urutan ketiga adalah harga kebutuhan pokok mencapai (10,6 persen).

“Apabila ketiga hal tersebut dilihat sebagai satu kesatuan, tindak pidana korupsi adalah menjadi pangkal permasalahan yang lain. Korupsi bisa mengganggu penciptaaan lapangan kerja, korupsi juga bisa menaikkan harga kebutuhan pokok,” ucap Presiden.

Survei tersebut, menurut Presiden, juga menunjukkan masyarakat yang menilai baik dan buruk pemberantasan korupsi saat ini dalam proprosi seimbang.

“Yang menilai baik dan sangat baik mencapai 32,8 persen, yang menilai sedang 28,6 persen, serta yang menilai buruk dan sangat buruk sebanyak 34,3 persen,” ungkap Presiden.

Peringkat Bawah di Asia Tenggara

Namun, bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, peringkat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada tahun 2020 berada di peringkat bawah.

“Singapura di rangking ke-3, Brunei Darussalam di rangking ke-35, Malaysia di ranking ke-57 dan Indonesia masih di ranking ke-102. Ini yang memerlukan kerja keras kita untuk memperbaiki indeks persepsi korupsi kita bersama-sama,” kata Jokowi.

Meski begitu, Presiden Jokowi menyebut ada perkembangan yang menggembirakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

“Mengenai indeks perilaku antikorupsi di tengah masyarakat yang terus naik dan membaik, yaitu pada tahun 2019 di angka 3,7, pada tahun 2020 di angka 3,84, pada tahun 2021 di angka 3,88, artinya makin tahun makin membaik,” kata Presiden.

Seperti diketahui, Transparancy International Indonesia (TII) pada tanggal 28 Januari 2021 merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2020 yang mengalami penurunan, yaitu melorot 3 poin dari skor 40 pada tahun 2019 menjadi 37 pada tahun 2020.

Peringkat Indonesia juga ikut menurun, yaitu dari peringkat 85 pada tahun 2019 menjadi 102 dari 180 negara yang ikut disurvei.

Skor IPK dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih. IPK 2020 tersebut bersumber pada sembilan survei global dan penilaian ahli serta para pelaku usaha terkemuka untuk mengukur korupsi di sektor publik di 180 negara dan teritori yang dilakukan pada periode Oktober 2019 sampai dengan Oktober 2020.

Dalam 25 tahun pencatatan IPK Indonesia, diketahui bahwa pada tahun 2008 skor IPK Indonesia adalah 26, selanjutnya 28 (2009), 30 (2010), 30 (2011), 32 (2012), 32 (2013), 34 (2014), 36 (2015), 37 (2016), 37 (2017), 38 (2018), dan 40 (2019).

Komentar
Banner
Banner