bakabar.com, BANJARBARU – Tujuh bulan berlalu, trauma masih membekas di benak VDPS (22).
Ironisnya, bantuan pengobatan untuk mahasiswi korban pemerkosaan seorang polisi Banjarmasin bernama Bayu Tamtomo telah habis.
Enam bulan terhitung sejak kasus pemerkosaan itu terjadi, Agustus 2021 silam, Pemprov Kalsel sebenarnya sudah memberikan bantuan pengobatan psikiatri untuk VDPS.
Namun sampai kini tidak ada kepastian apakah bantuan tersebut berlanjut atau tidak.
Oleh karenanya, VDPS terpaksa merogoh kocek pribadi. Sekali berobat, tak kurang dari Rp1 juta ia keluarkan. Bayu sendiri, pasca-kasus ini terungkap, sudah dipecat dari kesatuannya.
Curhat Terbaru Korban Pemerkosaan Polisi di Banjarmasin, Sulitnya Melawan Trauma & Stigma
Tak kuasa seorang diri menanggung beban materiil maupun psikis, VDPS kemudian melayangkan gugatan perdata ke Bayu yang telah divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh hakim Pengadilan Banjarmasin.
Rabu 16 Maret, gugatan tersebut resmi terdaftar Pengadilan Negeri Banjarmasin dengan nomor perkara 33/Pdt.G/2022/PN.Bjm.
“Bahwa gugatan ini diajukan sebab VDPS mengalami trauma berat. Dampak pemerkosaan itu mengharuskannya rutin berobat ke dokter psikiater dan meminum obat sekali dalam sehari,” ujar Muhammad Pazri, Kuasa Hukum VDPS kepada bakabar.com.
Demi mengurangi trauma psikis, hingga kini VDPS harus menjalani pengobatan rawat jalan dengan biaya pribadi.
“Bahwa pemerkosaan tersebut juga menimbulkan kerugian materiil yang ditanggung oleh VDPS mulai dari biaya pengobatan ke dokter psikiater dan biaya obat yang harus ditebus dengan biaya sendiri,” ujar Pazri.
Di satu sisi, gugatan ganti rugi ini juga diajukan sebagai bentuk refleksi untuk mencari keadilan mengingat belum adanya upaya hukum peninjauan kembali oleh jaksa.
Pemerintah Kota Banjarbaru sempat menaruh perhatian. Wali Kota Aditya Mufti Ariffin, akhir bulan kemarin, mengatakan siap membantu.
Dan hari ini, mengetahui VDPS masih kesulitan biaya pengobatan, Ovie -sapaan akrab Aditya- meminta agar perwakilan VDPS dapat menyampaikannya secara langsung ke Pemkot Banjarbaru.
“Kami butuh informasi berkaitan dengan hal tersebut,” katanya saat ditemui bakabar.com, Sabtu (19/3).
Pemkot, kata Ovie, tidak tahu alamat jelas VDPS. Dan yang paling penting adalah rincian kebutuhan mahasiswi semester akhir itu.
Semisal, lanjutnya, pendampingan psikologi, ataukah pengobatan dan yang lainnya. “Ini kami belum tahu, yang pasti kami siap membantu,” tegas Ovie.
Banyak layanan di Banjarbaru, kata Ovie, yang dapat dimanfaatkan VDPS, seperti Home Care. Yang mana, petugas kesehatan nantinya yang akan datang langsung ke rumah.
“Ada Home Care, ada dokter psikolog dan lain-lain,” jelasnya.
Untuk mendapatkan layanan ini, maka perlu perwakilan dari pasien untuk datang menyampaikan keperluan pengobatannya.
“Paling tidak perwakilan yang menyampaikan ke kita dari mana, di mana, apa yang diperlukan. Sampai hari ini saya belum dapat informasi pasti tempat tinggalnya,” cetus Ovie.
Pazri sendiri mengakui jika pihaknya belum menyampaikan ihwal bantuan pengobatan ke Pemkot Banjarbaru karena sedang fokus menyiapkan gugatan perdata.
“Kami akan koordinasi dengan korban dulu nanti,” ucapnya kepada media ini.
Sebagaimana diketahui, Bayu Tamtomo didakwa dengan pasal 286 KUHP oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa tak mengenakan pasal pemerkosaan, melainkan persetubuhan sekalipun VDPS dibuat tak sadar oleh Bayu.
Eks polisi berpangkat brigadir kepala itu hanya divonis penjara selama 2 tahun 6 bulan. Belakangan putusan tersebut mengundang keprihatinan banyak pihak hingga aksi demonstrasi mahasiswa di kejaksaan. Mereka menuntut agar Pengadilan kembali membedah putusan tersebut karena dinilai jauh dari rasa keadilan.
“Kami juga mendesak agar polisi kembali membuka penyelidikan mengenai campuran apa yang diberikan dalam minuman untuk VDPS,” ujar Pazri.
Nestapa Korban Pemerkosaan Polisi di Banjamasin: Sekali Berobat Habis Jutaan Rupiah