bakabar.com, BARABAI – Lima pemuda mengatasnamakan Jaringan Mahasiswa Berdikari menuntut Pemkab Hulu Sungai Tengah (HST) segera mengambil kebijakan penanganan pascabanjir.
Mereka mendesak Bupati HST periode 2021-2024, Aulia Oktafiandi segera melakukan langkah pemulihannya. Baik sektor terdampak, infrastruktur, ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
“Pemulihan pascabanjir ini harus menjadi agenda utama Pemkab HST, agar kehidupan warga kembali normal,” tegas Koordinator Aksi, Arbani kepada bakabar.com usai berorasi dan audiensi di Kantor Bupati HST, Kamis (1/4) sore.
Arbaini dan kawan-kawan menilai pemerintah lambat melakukan recovery pascabanjir.
“Rencana relokasi tempat tinggal warga terdampak hingga saat ini belum terwujud," terang Arbani.
Menanggapi hal itu, Pj Sekda HST, Faried Fakhmansyah dikonfirmasi bakabar.com usai audiensi dengan ke lima mahasiswa tadi menyebut apa yang diorasikan dan menjadi tuntutan mereka telah didengarnya.
Komitmen maupun semangat Pemkab, kata Faried, jelas bahwa rehab dan rekon adalah upaya penanggulangan terhadap masyarakat yang terdampak banjir.
Dia menerangkan, prioritas pertama saat banjir, Pemkab harus lebih dulu melakukan upaya penyelamatan. Setelah itu, baru rehab dan rekon terkait apa yang perlu diperbaiki seperti tuntutan tadi.
“Sebagian tuntutan mereka itu sebenarnya sudah kita laksanakan. Secara bertahap kita kerjakan. Tinggal secepatnya kita melakukan rehab dan rekon terhadap masyarakat terdampak banjir,” kata Faried.
Faried mengakui, dari segi dana, Pemkab HST tak mampu, sekalipun dalam satu tahun anggaran.
Mengingat banjir merupakan musibah yang tak terduga, sementara Pemkab HST telah menjadwal atau telah menyusun rancangan anggaran sesuai RPJMD. Misalnya, penanganan Covid-19 maupun pembangunan yang lain sesuai asprirasi masyarakat yang tertuang dalam RPJMD.
Maka dari itu, pihaknya perlu berkolaborasi dengan Pemprov Kalsel dan Pemerintah Pusat dalam hal anggaran.
“Kita kolaborasi dananya. Itu pun perlu waktu. Jadi ada prioritas-prioritas itu yang kita kombinasikan dengan keterbatasan dana yang ada. Mudah-mudahan semuanya bisa tertanggulangi dengan baik dengan dukungan semua pihak,” tutup Faried.
Selain menuntut pemerintah segera melakukan pemulihan, para mahasiswa ini juga mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas persoalan illegal logging di HST.
Mereka menilai, banjir tidak hanya karena faktor cuaca, hujan dengan intensitas lebat. Tetapi juga karena berkurangnya tutupan lahan di Pegunungan Meratus.
Para mahasiwa menduga, tutupan lahan yang berkurang itu akibat penebangan pohon secara besar-besaran dan liar.
Hal ini diperkuat dengan citra satelit Dinas Lingkungan Hidup dan Pehubungan (DLHP) HST. Ada penurunan tutupan lahan sebanyak 23 persen selama 3 tahun terakhir.
Pada 2018, tutupan lahan masih di angka 61 persen. Pada 2020, tutupan lahan di HST hanya tersisa 38 persen saja.
Sebelumnya aksi para mahasiswa ini mendapati berbagai kendala. Mereka sempat bersitegang dengan pihak pengamanan dan kecewa dengan sikap Pemkab HST.
Dengan membawa spanduk bertuliskan ‘Segera Lakukan Pemulihan Pascabanjir’ kawan -kawan dari mahasiswa HST ini berjalan dari Kampus STAI Al Washliyah menuju Lapangan Dwi Warna, Kamis (1/3) pagi.
Di sana mereka membuka mimbar dalam waktu singkat. Sebab pihak pngeamanan mendesak agar segera menuju kantor bupati.
Lagi-lagi mahasiwa ini mendapat desakan saat ingin membuka mimbar bebas di depan pintu kantor bupati.
Para mahasiswa diminta oleh pihak berwajib agar langsung masuk ke kantor bupati melakukan audiensi.
Sempat bersitegang, akhirnya mahasiwa diizinkan untuk menyampaikan satu kali pernyataan sikap.
“Kami sebenarnya ingin membuka mimbar bebas dulu supaya bupati bisa menemui kami sebagai rakyatnya secara langsung di luar dan duduk bersama berdiskusi," kata Arbani.
Lantaran ada desakan dari pihak aparat keamanan, Arbani dan rekannya berusaha kooperatif.
Menurut Arbani, apa yang disampaikannya itu untuk kepentingan rakyat. Seyogyanya pemerintah dan pihak lainnya mendukung.
“Kami dijamin undang-undang bahwa kami bebas untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Yang jelas kami sudah memberitahukan (agenda) ini ke pihak berwenang,” kata Arbani.
Pun demikian saat audiens di Auditorium Kantor Bupati HST. Mereka kecewa lantaran niat bertemu bupati dan wakilnya ini tak terpenuhi.
Informasi dihimpun bakabar.com, bupati dalam keadaan sakit. Sementara wakilnya tengah ada agenda.
Dalam audiensi, Sekda HST menerima tuntutan mahasiswa. Hanya saja para mahasiswa ini menyesalkan sikap Sekda HST yang enggan menandatangi surat pernyataan mereka.
Padahal, kata Arbani surat itu sebagain bentuk penerimaan aspirasi dari mahasiswa.
Alasan Sekda, lanjut Arbani ada kesalahan penafsiran kata maupun kalimat dalam surat pernyataan itu.
"Kami hanya ingin ada bukti fisik bahwa beliau memang menerima tuntutan kami tersebut. Tapi sayangnya beliau tidak mau. Kami menyayangkan hal ini," ucap Arbani.
Mesi begitu, Arbani dan rekan-rekannya tetap mengawal tuntutan aspirasi mahasiswa. Khususnya yang berkaitan dengan pemulihan pascabanjir.
“Apabila tidak ada perkembangan di lapangan, tidak menutup kemungkinan mahasiswa akan menggelar aksi serupa dengan massa yang lebih banyak,” tutup Arbani.
Turut hadir dalam audiensi dengan mahasiswa, Kapolres AKBP Danang Widaryanto dan Asisten Bupati Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda HST, H Ainur Rafiq serta pemangku kepentingan lainnya di lingkup Pemkab HST.