bakabar.com, MARABAHAN - Ditetapkan sebagai lumbung pangan pada 2018, Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala, Kalsel kian tak produktif. Produksi padinya anjok.
"Bukan hanya gagal panen, petani di Jejangkit bahkan mengalami gagal tanam dalam tiga tahun terakhir," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, Selasa (17/10).
Jejanngkit kini menjadi lahan tak berdaya. Padahal, 2018 lalu menjadi lokasi peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS).
Baca Juga: 16 Oktober, Hari Pangan Sedunia
Dari hasil analisis Walhi Kalsel. Produktivitas pertanian di Jejangkit terus turun. Pada 2020 produksi tanaman mencapai seluas 2.879 hektar. Namun menjadi 2.127 di 2021.
Pada 2022, penurunannya makin drastis. Produksi padi hanya seluas 1.104 hektar.
Beberapa warga mengeluhkan air terlalu lama merendam daerah HPS itu. Sehingga sulit untuk menanam padi pada waktu yang seharusnya.
Pemerintah Harus Bertanggung Jawab!
Walhi menuding pemerintah tak bertanggung jawab. Hanya sekadar menggelar event seremonial. Itupun penyelenggaraannya tidak maksimal. Sampai-sampai ada yang meninggal dunia karena kelelahan.
"Artinya tidak ada persiapan yang matang dalam kegiatan seremonial tersebut," ucap Kisworo.
Kembali pada pokok masalah. Walhi lantas mendesak pemerintah untuk aktif. Mendampingi masyarakat untuk mengelola sawah pertanian di Jejangkit.
Apalagi 2023 ini para petani nyaris gagal tanam. "Meski bisa menanam, hanya sebagian petani saja yang berani bertaruh dengan alam. Karena waktu tanam yang terlambat dari waktu yang seharusnya," imbuhnya.
Itupun, petani mesti bekerja keras. Mengairi sawah mereka menggunakan pompa. Sehingga biaya produksi petani semakin bertambah.
Petaka Perkebunan Sawit
Kata Kisworo, awal 2023 juga menjadi ujian bagi petani Jejangkit untuk mempertahankan lahan pangan mereka. Lantaran banjir yang tak kunjung surut. Diduga akibat pompanisasi dari perusahaan sawit di wilayah tersebut.
"Setidaknya ada dua perusahaan yang diduga menjadi sumber penyebab parahnya banjir," bebernya.
Perusahaan yang dimaksud adalah PT Putra Bangun Bersama dan PT Palmina Utama. Keduanya adalah milik China, yakni Julong Group.
Kedua perusahaan ini sudah dilaporkan warga Jejangkit kepada Pemprov Kalsel. termasuk juga ke DPRD. Namun, hingga sekarang tak kunjung diatasi.
Dengan adanya kondisi tersebut Walhi Kalsel menyatakan sikap. Poinnya:
1. Mendesak pemerintah mengevaluasi proyek food estate maupun proyek serupa. Apakah itu yang telah berjalan maupuan masih dikerjakan.
2. Mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik pertanian dan perkebunan warga yang menyebabkan rusaknya lahan kelola rakyat.
3. Mendesak pemerintah untuk menurunkan harga pupuk dan segala macam obat. Baik pertanian maupun perkebunan. Serta memberikan akses mudah kepada petani.
4. Mendesak Gubernur Kalsel membuat regulasi yang jelas mengatur harga jual bahan pangan hasil dari perkebunan dan pertanian. Tentunya berpihak kepada para petani.
5. Mendesak pemerintah untuk melakukan perbaikan dan pemulihan kepada para petani yang lahannya terdampak bencana alam atau pun bencana yang dibuat oleh perusahaan.
6. Mendesak Mabes Polri dan Kapolda Kalsel agar segera melakukan penegakan hukum terhadap perusak lingkungan. Khususnya pertambangan dan perkebunan sawit. Juga kejahatan lingkungan yang menimbulkan kerusakan pada lahan masyarakat.
7. Mendesak pemerintah menghentikan izin baru pada korporasi perusak lingkungan.
8. Mendesak pemerintah melakukan perbaikan dan pemulihan kerusakan lingkungan. Termasuk sungai, drainase, jalan dan infrastruktur lainnya. Khususnya lahan-lahan persawahan yang rusak akibat banjir.
9. Mengevaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk keberlanjutan lingkungan dan kedaulatan pangan.