Bertahun-tahun membuat sebuah ukiran hingga bisa ditampilkan pada rangkaian Harjad ke-60 HST. Dua putra terbaik banua berkesempatan menggunakannya.HN Lazuardi, BARABAIMITOLOGI seekor naga digambarkan berbentuk reptil panjang, besar dan memiliki mahkota di kepalanya serta memilik kaki seperti ayam.
Sementara Folklor Baarak Naga identik dengan ritual kepercayaan. Sejatinya, Baarak Naga merupakan tradisi orang-orang terdahulu yang membuat nazar pada hari tertentu.
Seperti saat ritual atau hajatan dan menyambut tamu kehormatan.
Dalam ceritanya, khususnya di Kalimantan Selatan (Kalsel), Baarak Naga sering digunakan raja-raja untuk bepergian.
Tidak seperti mitologi itu, Baarak Naga bukan diartikan membawa naga. Tetapi membawa kepala naga dengan sebuah sarana, baik perahu maupun kereta yang dihiasi kain berwarna-warni menyerupai mitologi naga.
Tak jarang Baarak Naga tanpa menggunakan dua sarana itu. Caranya dengan diangkat makhluk hidup kemudian diarak.
Seperti disaksikan khalayak ramai saat Hari Jadi (Harjad) ke-60 Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Dua putra Banua, yakni Bupati HST, HA Chairansyah dan Sekdaprov Kalsel, H Abdul Haris Makkie serta istri dari kedua pejabat itu mengikuti tradisi Baarak Naga, Selasa (24/12).
Menggunakan sebuah transportasi roda 4, dari kediaman dinas Bupati HST ke jalan PM Noor depan Polres HST sampai di tempat pelaksanaan memperingati Harjad, tepatnya di Lapangan Dwi Warna, dua putra HST itu diarak.
Selama perjalanan, transportasi yang dibuat bak singgasana dengan hiasan kain berwarna-warni, di depan penunggangya terdapat dua pahatan kayu kepala naga itu diiringi musik gamelan yang dimainkan para sanggar seni Bima Cili di belakangnya.
Sesampai di lokasi untuk memperingati Harjad, sembari turun dari singgasana dua putra HST itu disambut dengan Bahadrah.
Tak sedikit pula masyarakat yang menyaksikan keduanya Baarak Naga. Bahkan ikut mengabadikannya dengan gawai mereka.
“Suatu sensasi luar biasa. Terimakasih kepada panitia yang mengadakan arak-arakan naga, kita berkesempatan menunggannya,” kata Bupati saat ditemani Sekdaprov saat itu.
Hal serupa diungkapkan Sekdaprov. Menurutnya ada sensasi tersendiri saat menaiki Baarak Naga.
“Seperti baayun-ayun (goyangan-red), ini sensasinya,” kata Sekdaprov.
Keduanya sepakat, dengan dikembangkannya atau dikemas dengan baik, tradisi Baarak Naga bisa menjadi potensi wisata.
Bahkan keduanya menginginkan agar tradisi Baarak Naga bisa diprogramkan pada hari-hari lainya.
“Tidak mesti di hari seperti ini. Mudah-mudahan bisa dikemas sehingga menjadi ikon kita (HST) dan bisa dijual pada bidang pariwisata,” kata Bupati.
Dua kepala naga yang digunakan saat baarak itu ternyata tidaklah mudah dalam membuatnya.
Sang pembuat kepala naga, Ansyari Rahmat, dari Tatah Barikin, Kecamatan Haruyan, HST menyebutkan perlu 2 tahun membuat kepala itu.
“Tidak rutin juga, karena ada kesibukan lain jadinya memakan waktu lama,” kata Ansyari.
Namun dalam proses pembuatannya harus mengadakan ritual. Seperti disebutkan Ansyari, dua kepala naga yang ada pada yang terpasang pada transportasi dua putra daerah itu adalah kepala naga jantan dan betina.
Paling awal dibuat adalah kepala naga betina yang menghabiskan waktu 2 tahun. Kemudian kepala naga jantan yang menghabiskan waktu 1 tahun.
Sebab lama pembuatan kepala naga betina, kata Ansyari, ornamen yang dibuat cukup rumit seperti, ukiran dan detailnya.
"Bila selesai, maka akan mudah untuk membuat kepala naga yang jantan," ungkapnya.
Memulai proses pembuatan kedua kepala naga yang berbahan dasar itu, Ansyari terlebih dahulu melakukan ritual 'Badudus' atau ritual menyucikan. Baik menyucikan diri maupun peralatan yang bakal digunakan.
“Kita juga menggelar selamatan dengan menyediakan 41 macam kue. Kemudian berdoa kepada Tuhan dengan harapan dimudahkan dalam proses pembuatannya,” kata Ansyari.
Usai itu, barulah proses mentasmiah atau memberi nama kedua kepala itu. Yang betina diberi nama Salera Puspa Kencana dan yang Jantan diberi nama Gauk Salimburan Alam.
Hasilnya, setelah di poles dengan pewarna, nampak eksotis, mewah dan gagah serta berwibawa.
Saat ini, di HST ada lebih dari enam pasang kepala naga. Dengan itu Ansari berharap tradisi Baarak Naga tidak hilang atau punah.
“Semua kepala naga yang dibuat mempunyai cerita dan sejarahnya sendiri,” tutup Ansyari.
Baca Juga: Tinjau Malam Misa Natal di Gereja Katedral, Kapolda Kalsel Pastikan Aman
Baca Juga: 425 Personel Gabungan Amankan Perayaan Natal di Banjarbaru
Editor: Aprianoor