Kalsel

KUA Kertak Hanyar Telisik Unsur Pidana Pelaku Nikah Beda Agama di Banjarmasin

apahabar.com, BANJARMASIN – Kantor Urusan Agama (KUA) Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan kian serius mencari…

Featured-Image
Diskusi Publik Keummatan ICMI. Foto-apahabar.com/M Robby

bakabar.com, BANJARMASIN – Kantor Urusan Agama (KUA) Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan kian serius mencari celah unsur pidana pelaku pernikahan beda agama di Hotel Tree Park Banjarmasin, Minggu 15 Desember 2019 silam.

“Kalau pernikahan beda agama ini ditafsirkan sebagai bentuk penodaan agama, maka bisa masuk pasal 156 huruf B KUHP tentang pelecehan atau penodaan agama,” ucap Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, H Saubari setelah menghadiri Diskusi Publik Keummatan ICMI, Selasa (11/2) siang.

Ia mengakui masih melakukan kajian terkait unsur pidana dalam fenomena pernikahan beda agama tersebut.

“Nanti akan ada hasil kajian. Dari sana akan ada langkah selanjutnya,” cetusnya.

Ia berdalih, Nurcholis jangan hanya melihat salah satu ayat dari UUD 1945 Pasal 28B ayat (1). Namun, harus dilihat pada ayat (2).

Di mana, tegas dia, pelaksanaan hak-hak pribadi harus memperhatikan aturan hukum lain.

“Jangan hanya berdasarkan hak asasi manusia, kemudian seenaknya. Harus ada aturan lain yang mesti diperhatikan. Hak pribadi itu bertabrakan dengan hak orang lain,” bebernya.

Menurutnya, jangan membaca aturan hanya satu pasal. Tetapi, baca pasal secara sistematis sehingga tak terjadi kegagalan dalam memahami regulasi tersebut.

“Begitu juga dengan UU Perkawinan, itu tak sendiri. Di sana juga berkolerasi dengan UU Perlindungan Anak, UU Administrasi Pencatatan Sipil. Itu saling berkaitan dan tak bisa dibaca hanya satu aturan,” paparnya.

Sayangnya, UU Perkawinan tak mampu menjadi dasar untuk menjerat pidana pelaku perkawinan beda agama. Mengingat, belied itu merupakan hukum perdata.

Di mana lebih mengatur hal-hal yang bersifat private, bukan publik.

“UU ini juga tak bisa menjerat pelaku nikah beda agama,” tandasnya.

Sebelumnya, Nurcholis beranggapan apa yang dilakukannya bentuk pemenuhan hak sipil warga negara, seperti tertuang dalam pasal 28 UUD 1945.

Dari sana, ia berkeyakinan hak-hak warga negara itu harus terpenuhi dan dilindungi negara.

"Kami hadir mengisi keinginan mereka yang berbeda keyakinan untuk dapat menikah. Ini adalah keinginan pasangan tersebut," ucapnya.

Kendati begitu, Nurcholish merasa warga negara mesti dilindungi hak dalam berkeyakinan sesuai UU Nomor 39/1999 tentang HAM.

"Hak untuk melangsungkan perkawinan dijamin dalam kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik dengan tujuan untuk melindungi hak setiap orang dan perlindungan keluarga," terangnya.

Kata dia, ketentuan-ketentuan kovenan hak sipil dan politik telah diadopsi ke dalam UUD 1945 Pasal 28B ayat (1). Ditegaskan setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

Aturan itu, kata dia, kemudian dikuatkan oleh jaminan hak kebebasan untuk memilih calon suami dan calon isteri.

Baca Juga: Lewat Dangdutan, Polres Batola Usung Pesan Kamtibmas

Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak Kalsel, Bawaslu RI: Petahana Jangan Libatkan ASN

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin



Komentar
Banner
Banner