bakabar.com, BANJARMASIN – Aksi unjuk rasa sopir truk dan buruh tongkang batu bara buntut penutupan Jalan Hauling, Km 101, Kabupaten Tapin kembali digelar, Rabu (22/12).
Sesuai rencana, aksi digelar sekitar pukul 10 pagi di dua lokasi. Pertama, Kantor Gubernur Kalsel, Jalan Trikora Banjarbaru, dan Mapolda Kalsel Jalan S Parman, Banjarmasin.
Diperkirakan ada sekitar empat ribu massa yang bakal turun ke jalan. Tiga ribu di kegubernuran, seribu lagi di Mapolda. Tuntutannya masih sama, meminta jalan hauling dibuka.
Kuasa hukum Asosiasi Jasa Angkutan Batu Bara dan Tongkang Tapin, Supiansyah Darham membenarkan rencana aksi tersebut.
“Besok asosiasi menggelar aksi. Karena sampai hari ini police line belum dibuka,” ujar Supiansyah, Selasa (21/12).
Supiansyah bilang aksi di Mapolda Kalsel merupakan lanjutan di mana sebelumnya mereka juga sempat menggelar demo pada 16 Desember lalu.
Di mana saat itu Polda, sebut dia, berjanji bakal membuka garis polisi kendati janji tersebut tak pernah terealisasi.
“Kami meminta Kapolda untuk segera dibuka police line dan blokade. Harapan dari masyarakat itu kan dari sini sumber penghasilannya,” imbuhnya.
Lantas apa alasan Polda tak membuka garis polisi? Kapolda Kalsel, Irjen Pol Rikwanto kembali menegaskan jika jalan itu ditutup karena merupakan TKP tindak pidana.
“Police line itu adalah salah satu bagian dari tindakan hukum. Yang di-police line itu TKP tindak pidana. Kebetulan adanya di jalan situ. Ada pengrusakan memasuki tanah orang lain tanpa izin,” kata Rikwanto.
Jenderal polisi bintang dua itu menyatakan Polda tak ada niat menghilangkan mata pencaharian masyarakat.
Rikwanto bilang pihaknya bisa saja membuka garis polisi. Tapi, ada kemungkinan konsekuensi hukum yang terjadi setelahnya.
“Kita bisa saja membuka police line itu asumsinya sudah paham semuanya. Tapi nanti ada yang menerobos itu yang punya tanah lapor lagi, ada yang merusak dan lain-lain,” ujarnya.
Jadi, sambung kapolda, pihaknya menutup jalan sehingga orang tidak bisa berusaha ataupun berkegiatan ekonomi sementara waktu.
“Kalau unsur pasalnya cukup dengan apa yang diperbuat akan menjadi terlapor, bisa-bisa akan jadi tersangka karena tanah itu milik orang lain,” jelasnya.
PT AGM merupakan raksasa tambang batu bara sekaligus pemegang salah satu PKP2B di Kalsel.Sementara TCT, berdasar data Kementerian ESDM, dimiliki oleh Muhammad Zaini Mahdi atau lebih dikenal Haji Ijay dan adiknya Muhammad Hatta atau Haji Ciut.
Police Line dan penutupan jalan di KM 101 Tapin oleh PT TCT berawal dari laporan PT TCT terkait penggunaan lahan di jalan underpass KM 101 ke Polda Kalsel.
Padahal di lahan tersebut telah ada perjanjian yang melibatkan PT AGM dan Anugerah Tapin Persada (ATP), yang belakangan kepemilikannya beralih ke TCT.
Perjanjian yang diteken 11 Maret 2010 itu adalah tukar pakai tanah antara PT AGM dan PT ATP. Di mana PT ATP berhak untuk menggunakan tanah PT AGM seluas 1824 m2 di sebelah timur underpass KM 101 untuk jalan hauling ATP.
Kemudian, PT AGM berhak memakai tanah PT ATP di sebelah barat underpass KM 101 untuk jalan hauling PT AGM. Sebagai bagian dari kesepakatan perjanjian 2010 tersebut, terdapat tiga poin yang mengikat kedua perusahaan. Pertama, perjanjian berlaku sepanjang tanah tukar pakai masih digunakan untuk jalan hauling.
Kedua, Perjanjian tidak berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah. Ketiga, Perjanjian berlaku mengikat kepada para pihak penerus atau pengganti dari pihak yang membuat perjanjian.
Lantaran secara sepihak mengingkari adanya perjanjian yang sudah berlaku dan berjalan baik selama satu dekade ini, PT AGM menggugat PT TCT di Pengadilan Negeri Tapin pada 24 November 2021.
Gugatan terkait keabsahan Perjanjian 2010 tersebut sudah masuk sidang perdana pada 8 Desember lalu dan akan terus berlangsung.