bakabar.com, KOTABARU – Anggapan menjadi badut itu enak, dan mudah dapat uang ternyata salah besar.
Salah satu pemuda di Kotabaru berinisial AN (30) terpaksa menjadi badut lantaran sulitnya mencari pekerjaan layak di tengah pandemi Covid-19.
“Untuk mencukupi keperluan sehari-hari,” lirihnya ditemui di kawasan Siring Laut, Kotabaru, baru tadi.
Ironisnya lagi, kebanyakan badut yang mangkal di sana rupanya tak memiliki kostum sendiri.
“Kami hanya menyewa,” jelasnya.
Artinya, ketika si badut menerima saweran hasilnya harus rela dibagi dua dengan pemilik kostum.
Akan tetapi ia terpaksa tetap menjalani mengingat mahalnya harga kostum.
Untuk sebuah kostum saja, kata dia, harus merogoh koceh hingga Rp4 juta.
Itu tentu tak sebanding dengan penghasilan mereka. Sehari-hari jumlah penghasilan mereka hanya Rp60 ribu.
“Itu rata-rata. Intinya, tidak menentu,” tandasnya.
Hanya di akhir pekan, Sabtu, dan Minggu, penghasilannya baru mencapai Rp100 ribu/hari.
“Ya, mau gimana lagi, om. Cari kerja sekarang susah,” tuturnya.
“Sudah melamar sana-sini juga belum ada panggilan. Jadi, terpaksa saya kerja jadi buruh badut,” ujarnya.
Lantas hal apa yang paling tidak mengenakkan selama jadi badut?
“Menahan rasa panas, pengap, maupun penat jadi. Itu kami pakai sampai beberapa jam,” jelasnya.
Karena dinilai mengganggu pengguna jalan, sebelumnya, belasan badut ditertibkan oleh Satpol PP Kotabaru, Jumat (24/7) lalu.
Penertiban itu dilakukan oleh jajaran Satpol PP setempat di sejumlah lampu merah di Bumi Saijaan.
Belakangan, penertiban itu menuai protes dan kecaman warganet.
Merespons kecaman itu, Pemkab Kotabaru kemudian luluh. Mereka mengizinkan para badut beroperasi lagi, namun di kawasan wisata Siring Laut.
“Nah, ditertibkannya badut itu, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan seperti tabrakan itu terjadi,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kotabaru, Khairian Ansari kepada bakabar.com, Selasa (28/7) siang.
Editor: Fariz Fadhillah