Kalsel

Kinrohosi dan Serangan Sekutu Atas Jepang di Borneo Agustus 1945

apahabar.com, MARTAPURA – Pahitnya perjuangan rakyat Kalimantan Selatan (Kalsel) pada masa penjajahan Jepang Agustus 1945, menyisakan…

Featured-Image
Penjajahan Jepang di Kalimantan Selatan. Foto-apahabar.com/Istimewa

bakabar.com, MARTAPURA - Pahitnya perjuangan rakyat Kalimantan Selatan (Kalsel) pada masa penjajahan Jepang Agustus 1945, menyisakan kisah pilu.

Dari kerja paksa Kinrohosi hingga serangan sekutu atas Jepang di tanah Borneo.

Apa sebenarnya, Kinrohosi? Kinrohosi merupakan kerja paksa (tanpa dibayar) untuk para pamong desa dan pegawai rendahan.

Mereka diperlakukan sebagai tenaga romusha yang lainnya. Kebanyakan para kinrohosi berasal dari daerah jauh, untuk membantu pertahanan tentara Jepang di wilayah tertentu sehingga sulit untuk kembali.

Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, pengerahan massa untuk kerja bakti ini merupakan kewajiban bagi setiap pemuda di tiap desa.

"Setiap desa diwajibkan oleh pemerintah pendudukan Jepang untuk mengumpulkan pemuda guna dipekerjakan pada pekerjaan yang sudah ditentukan Jepang," kata Sejarawan Kalimantan Selatan Mansyur kepada bakabar.com dalam tulisannya, Sabtu (14/8).

Biasanya, lanjut Mansyur, para pemuda ini dikerahkan untuk waktu satu bulan, sesuai dengan pekerjaan yang akan dikerjakan.

Terkadang bisa juga terjadi Kinrohosi, ini perlakuannya seperti kerja paksa seperti pengerahan massa yang didatangkan dari Jawa.

"Biasanya diperoleh dengan tipu muslihat Jepang dan bekerja pada tempat-tempat tertentu dengan tidak bisa kembali lagi," jelasnya.

Lalu apa yang dilakukannya di tanah Borneo? Di antaranya, Kinrohosi dipekerjakan memperbaiki lapangan terbang Ulin. Kemudian lapangan terbang Maluka di Pelaihari, Tanah Laut. Selain itu, lapangan terbang di Kandris daerah Dayu Ampah.

Di sisi lain, Kinrohosi juga diperintahkan membuat perlindungan di daerah lapangan terbang Ulin, membuat bendungan untuk pengairan, menggali sungai untuk pengairan sawah atau untuk sawah pasang surut, membuat bangunan bagi tukang.

"Perlakuan Jepang terhadap tenaga Kinrohosi inipun sama dengan perlakuan terhadap romusha, yaitu dengan cara perintah yang tidak bisa dibantah, pukulan bagi yang malas atau sakit," bebernya.

Tidak hanya itu, makanan yang disuguhkan oleh Jepang adalah nasi yang penuh dengan antah [padi]. Apabila ketahuan makan memilih-milih antah tersebut, akan dipukul oleh Jepang.

"Barak-barak tempat tinggal sangat darurat, lantainya dari batang galam yang disusun, tanpa tikar dan tanpa kelambu dan tanpa obat-obatan," ungkapnya.

Yang penting bagi Jepang adalah harus bekerja dengan tidak mempedulikan kondisi kesehatan tenaga yang bekerja, demikian juga kemampuan mereka.

Namun pada bagian akhir pemerintah pendudukan Jepang di Kalsel yaitu sekitar bulan Februari hingga Agustus 1945. Wilayah ini berada dalam garis perang aktif.

"Pemboman oleh sekutu hampir setiap hari terjadi. Kesengsaraan meningkat, kehidupan rakyat mengalami guncangan hebat. Rakyat bertambah gelisah, tidak ada ketenteraman," jelas Mansyur, dosen sejarah FKIP ULM ini.

Setelah Balikpapan jatuh pada awal Februari 1945, mulailah serangan sekutu secara besar-besaran atas wilayah Kalsel.

Sasaran serangan sekutu adalah lapangan terbang Ulin, kapal-kapal sungai, galangan kapal Koonan Kaiyoon, antena radio, pabrik karet Hok Tong dan lain-lain.

"Menjelang awal Agustus 1945, serangan sekutu semakin kuat yang dilancarkan oleh pesawat terbang B 17, B 25, B 26, P 38 dan P 51. Angkatan Udara Jepang yang kecil itu musnah," terangnya.

Hingga pada serangan terakhir sekutu, lebih dari 80 buah pesawat terbang yang menyerang Banjarmasin.

"Semua tentara Jepang pada saat itu menyingkir ke pegunungan Meratus," pungkasnya.

Komentar
Banner
Banner