Kalsel

Kasus Hukum Bupati Balangan, Pakar Hukum ULM: Hormati Asas Praduga Tak Bersalah

apahabar.com, PARINGIN – Tuduhan penipuan dan penggelapan masih menyeret Bupati Balangan Ansharuddin. Pakar hukum pidana Kalimantan…

Featured-Image
Bupati Balangan Ansharuddin. Foto-Istimewa

bakabar.com, PARINGIN – Tuduhan penipuan dan penggelapan masih menyeret Bupati Balangan Ansharuddin.

Pakar hukum pidana Kalimantan Selatan Ahmad Syaufi angkat bicara atas kasus yang saat ini masih tertunda di Pengadilan Negeri Balangan.

Sebagaimana diketahui, kasus ini hangat diperbincangkan kembali, terlebih Ansharudin yang berstatus petahana kembali mencalonkan diri Pilbup Balangan 2020, akhir Desember mendatang.

Merespons itu, Syaufi mengingatkan kewajiban atas asas praduga tak bersalah atau presumption of innocent.

img

Pakar hukum pidana Kalimantan Selatan Ahmad Syaufi. Foto-Istimewa

Asas ini tertuang dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Di mana setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau di hadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap,” jelasnya, Senin (14/9).

Seperti diketahui, Ansharuddin dilaporkan oleh seorang berinisial DPH ke Polda Kalsel atas dugaan penipuan. DPH dimaksud tak lain Dwi Putra Husnie.

Selanjutnya perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri Banjarmasin dengan Nomor perkara 1277/Pid.B/2019/PN.Bjm.

Dalam proses persidangan, Ansharuddin melalui kuasa hukumnya mengajukan eksepsi.

Spesifiknya terkait kompetensi pengadilan negeri yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Akhirnya majelis hakim PN Banjarmasin menyampaikan putusan sela yang pada intinya menyatakan bahwa PN Banjarmasin tak berwenang mengadili perkara tersebut karena menurut majelis hakim, lokasi kejadian perkara ada di Balangan.

"Dan sampai saat ini proses persidangan tertunda," ujar pakar hukum pidana dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

Adanya laporan DPH itu, sebut Syaufi, membuat Ansharuddin menduga ada perekayasaan fakta.

Ya Ansharuddin akhirnya melaporan balik DPH ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel atas dugaan penipuan atau pemerasan dengan ancaman kekerasan Pasal 378 sub 368 ayat (1) sub 263 ayat (1) dan (2) sub 55, 56 KUHP.

Selain itu Ansharuddin juga memasukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Paringin atas perbuatan melawan hukum DPH dan kawan-kawan.

Dalam perkembangan terakhir atas laporan polisi Nomor LP/620/XI/2019/KALSEL/SPKT tanggal 29 November 2019, DPH, sebut dia, telah ditetapkan sebagai tersangka.

Hal itu berdasar Surat Ketetapan Nomor S.Tap/91.0-3/VII/2020/Ditreskrimum tanggal 9 Juli 2020 yang disampaikan melalui SP2HP Nomor B/200-3/VII/2020/Ditreskrimum tanggal 9 Juli 2020.

"Bisa juga diamati perkembangan terakhir atas gugatan perdata ke PN Paringin dengan para tergugat yakni Dwi Putra Husnie, Mukhlisin, dan Rusian,” jelas dia.

Adapun perkara tersebut telah diputus dengan Putusan Nomor 7/Pdt.G/2019/PN.Prn berbunyi: menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.

“Kemudian menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dan seterusnya," beber Syaufi.

Ansharuddin selaku penggugat lalu melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin dengan terbanding para tergugat.Tak berselang lama banding itu mendapat putusan PT. Bjm Nomor 4/PDT/2020/PT.BJM tanggal 28 Februari 2020.

"Adapun isi putusan itu adalah menerima permohonan banding dari pembanding semula penggugat tersebut,” jelasnya lagi.

PT Banjarmasin lantas disebutkan membatalkan putusan PM Paringin tanggal 5 Desember 2019 Nomor 7/Pdt.G/2019/PN.Prn yang dimohonkan banding.

Dalam putusan berbunyi mengadili sendiri, majelis PT Banjarmasin mengabulkan gugatan pembanding semula, penggugat sebagian.

Kemudian, menyatakan terbanding I semula tergugat I, terbanding II semula tergugat II dan terbanding III semula tergugat III melakukan perbuatan melawan hukum.

Bahkan, PT Banjarmasin menghukum terbanding I semula tergugat I, terbanding II semula tergugat II dan terbanding III semula tergugat III untuk membayar biaya kerugian secara tanggung renteng yang dialami oleh pembanding semula penggugat sebesar Rp500 juta.

Lalu, menghukum terbanding I semula tergugat I, terbanding II semula tergugat II dan terbanding III semula tergugat III untuk membayar biaya perkara dan seterusnya.

"Jadi, berdasar penjelasan pada poin 3, 4, dan 5 bahwa dapat diduga DPH melakukan rekayasa fakta atas laporannya terhadap Ansharuddin. Kemudian, Ansharuddin juga dilaporkan dengan dugaan melakukan tindak pidana penggelapan di Subdit II Ditreskrimum Polda Kalsel," tuturnya.

Syaufi pun mengingatkan kewajiban menerapkan asas praduga tak bersalah, agar terciptanya keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum.

"Tuduhan kasus-kasus terhadap Ansharuddin, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap," pungkas Syaufi.

Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner