bakabar.com, BANJARMASIN - Masih ingat kasus dugaan pencucian uang dan penggelapan di PT Kalimantan Concrete Engineering (KCE)? Dua tahun lebih berjalan di kepolisian kasus ini belum tuntas.
Sebagai pengingat, kasus ini mencuat pada Agustus 2021 silam. ARP (69) selaku mantan Dirut dan IY (48) mantan Komisaris Utama di PT Kalimantan Concrete Engineering (KCE) dipolisikan atas dugaan pencucian uang dan penggelapan dalam jabatan.
Pasangan suami istri itu dilaporkan Yusti Yudiawati yang juga merupakan komisaris PT KCE pada Agustus 2021 ke Ditreskrimsus Polda Kalsel. 24 Februari 2022 laporan itu akhirnya diterima.
Hasil penyelidikan polisi mengungkap bahwa ARP dan IY diduga telah melakukan pencucian uang perusahaan mencapai Rp17 miliar.
13 Juli 2022 keduanya resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya disangkakan dengan Pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU, dan Pasal 374 KUHP. Namun, mereka tak ditahan. Bahkan hingga saat ini.
“Mereka masih berkeliaran sampai saat ini. Kasusnya masih P-19. Masih bolak - balik,” ujar Yudiawati usai mendatangi Subdit II Ditreskrimsus Polda Kalsel, Kamis (18/7) siang.
Yudiawati sengaja ke Ditreskrimsus untuk menanyakan perkembangan kasus tersebut. Pasalnya hingga sekarang belum ada titik terang dan kepastian hukum dalam kasus ini.
“Tadi jawaban dari pihak penyidik mereka masih menunggu Jukrah (petunjuk dan arahan) dari Mabes setelah gelar perkara pada 3 April 2024 lalu. Jadi sampai sekarang belum turun Jukrahnya,” katanya.
Yudiawati memang sempat juga melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Hal itu dilakukan lantaran penanganan kasus di Ditreskrimsus dihentikan sementara karena adanya gugatan perdata yang dilayangkan kuasa hukum tersangka.
“Makanya saya melapor ke Bareskrim. Karena proses perdata lama. Sebenarnya itu juga tidak ada hubunganya dengan kasus ini. Sampai saat ini masih di tingkat kasasi,” terangnya.
Kasus ini bermula dari laporan Yudiawati ke Polda Kalsel sejak Agustus 2021. Yusdiawati adalah pemegang saham 40 persen dari perusahaan. Per 24 Februari 2022 laporannya resmi diterima.
Kuasa hukum Yusdiawati Muhammad Rusdi, pada Kamis (25/5/2023) mengatakan, pencucian uang pada PT KCE oleh dua tersangka mengakibatkan kerugian fantastis Rp17 miliar dalam kurun 2019 - 2020.
Kesimpulan itu, kata Rusdi, merujuk pada hasil audit investigasi dari Kantor Akuntan Publik Gemi Ruwanti 21 Februari 2021 dan laporan kompilasi keuangan PT KCE tahun 2021 dari Kantor Jasa Akuntansi Abdul Kadir dan Rekan tanggal 31 Desember 2021.
"Hasilnya kedua tersangka telah melakukan penggelapan dalam jabatan dan TPPU secara sistematis dan masif dalam kurun waktu 2019 sampai 2020 dengan nilai Rp17 miliar," ujarnya.
Ia melanjutkan, kedua tersangka yang merupakan suami istri pada tahun 2019 mendirikan PT Narhina Beton Sejahtera (NBS) yang bergerak di sektor industri serupa PT KCE, yakni menjual produk pondasi, yang pada waktu sama keduanya tetap sebagai Dirut dan Komisaris di PT KCE.
"Mereka berdua membeli tanah untuk PT NBS menggunakan cek tunai PT KCE dan itu diakui oleh penjual tanah, dan sejak itu juga terjadi TPPU sangat masif dan terstruktur. Belum lagi selama keduanya menjabat direksi dan komisaris tidak ada transparansi keuangan PT KCE," papar Rusdi.
Ia juga mengatakan, kedua tersangka membeli tanah untuk PT NBS menggunakan cek tunai PT KCE dan hal itu diakui oleh penjual tanah.
"Tanah tersebut hingga kini belum digaris polisi. Kasus ini sudah P19, hanya saja sudah 4 kali bolak balik dari penyidik Krimsus Polda Kalsel kepada jaksa peneliti Kejati Kalsel," kata Rusdi.
Menurutnya, salah satu penyebab kasus ini belum P-21 lantaran salah satu bukti sertifikat asli tanah PT NBS dijadikan agunan oleh kedua tersangka di Bank CIMB Niaga belum bisa dihadirkan.
Terpisah, penyidik dari Krimsus Polda Kalsel, Ipda Erik Saputra Ante ketika dikonfirmasi membenarkan, bahwa pihaknya menangani kasus dugaan TPPU yang dilakukan oleh kedua tersangka.
Namun, proses hukumnya masih berlangsung, dan mereka baru menerima petunjuk untuk melengkapi berkasnya dari jaksa penyidik Kejati Kalsel.
"Terkait alat bukti sertifikat tanah asli yang jadi agunan di Bank CIMB oleh kedua tersangka yang belum dihadirkan silakan konfirmasi ke Dir Reskrimsus," ujar Ipda Erik via seluler.
Adapun jaksa peneliti Kejati Kalsel, Herry Setiawan, saat dikonfirmasi mengatakan berkas kasus dugaan TPPU yang diserahkan penyidik Krimsus Polda Kalsel masih belum lengkap, karena itu pihaknya kembalikan untuk dilengkapi.
“Salah satunya sertifikat tanah yang menjadi pokok perkara dugaan TPPU hanyalah berupa fotokopi, karena itu kami ingin penyidik melengkapinya dengan sertifikat tanah yang asli,” pungkas Herry Setiawan.